Mengapa Diperebutkan ?

Warisan adalah hak bagi setiap ahli waris bila yang meninggal telah ditunaikan segala kewajibannya. Warisan terkadang sangat membantu bagi yang ditinggalkan untuk meneruskan perjalanan hidupnya yang akan membentang. Hingga begitu pelik deretan kisah harta warisan diperebutkan.
 




 
Sebut saja Pak Mustofa yang baru saja ditinggalkan oleh istrinya, menikahi istri keduanya. Pak Mustofa yang telah memiliki 6 anak ini menikah tanpa direstui oleh anak-anaknya. Istri keduanya yang janda dengan 2 anak dibawanya untuk berkumpul bersama dengan keenam anak-anak Pak Mustofa.

Harapan Pak Mustofa agar anak-anaknya dapat diasuh dengan baik oleh ibu barunya. Karena sebelum menikah, calonnya ini begitu sangat perhatian dan menyayangi putra bungsunya itu. Namun, setelah menikah harapan Pak Mustofa bagaikan sebuah debu yang terbang entah kemana pergi menjauh dan menghilang begitu saja.

Tepat setahun setelah menikah, Si bungsu ternyata diusir dari rumahnya. Namanya juga si bungsu, mungkin terbiasa dengan dimanjakan, namun kenakalannya oleh sang ibu tiri tiada ampun lagi untuk dimaafkan. Pak Mustofa sangat marah dan kecewa sekali. Tapi demi menjaga nama baiknya, ia masih meneruskan pernikahnnya itu. Si Bungsu yang telah diusir, kini hidup dengan kakaknya yang tertua. Selama hidupnya, si Bungsu hidup berpindah-pindah dari beberapa kakaknya hingga pamannya.

Seperti layaknya dongeng-dongeng seorang ibu tiri, nyaris sama dengan yang dialami oleh keluarga Pak Mustofa. Salah seorang anak Pak Mustofa ada yang dijadikan seperti pembantu. Ia selalu mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian. Apapun pekerjaan rumah dikerjakan hanya satu orang anak Pak Mustofa saja, sampai-sampai tubuhnya begitu sangat kurus bila dibandingkan teman sebayanya. Tak ada hari-hari untuk bermain untuknya.

Pada saat yang sama anak-anak kandung istri barunya ini selalu dibelikan baju yang baru untuk kedua anaknya. Mereka tampak segar-segar dengan busanan yang selalu serba baru. Pemandangan yang teramat sangat membuat mata meleleh. Para tetanggapun menjadi telah terbiasa dengan pemandangan ini, mereka hanya mapu mengurut dada dari pada mencampuri urusan orang lain. Terkadang, karena merasa iba, para tetangganya ada saja yang diberikan untuk anak-anak Pak Mustafa.

Hingga si Bungsu ingin melanjutkan kuliah sempat digagalkan oleh sang ibu tiri, alasannya tak ada biaya untuknya. Berbekal uang taspen saat ibu kandungnya meninggal akhirnya si Bungsu bisa melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tuhan nyatanya menampakkan kasih-Nya, Si Bungsu mendapat Beasiswa untuk beberapa tahun.

Tiba-tiba saja Pak Mustafa meninggal. Meninggalkan 6 anak dari istri pertama dan 1 anak dari istri kedua. Selang beberapa hari, Si Ibu tiri mengumumkan bahwa tak ada warisan untuk anak-anak bapak, semua hartanya adalah milik anak kandungnya dan seorang anak hasil dari Pak Mustafa dengannya.

Anak-anak Pak Mustafa sama sekali tak marah, mereka semua diam tanda telah menyetujui apa yang telah dikatakan oleh sang ibu tiri. Meski anak-anak Pak Mustafa memendam rasa kecewa yang begitu teramat dalam, namun mereka lebih memilih untuk berbesar hati. "Asal kuat bawanya aja" begitu celoteh salah satu anak Pak Mustafa. Padahal ada anak-anak Pak Mustafa yang belum mapan hidupnya, bahkan sampai belum memiliki rumah. Dimana perasaan hati seorang ibu tiri terhadap anak-anak Pak Mustafa ?

Nasib berkata lain, ternyata ibu tiri sering keluar masuk rumah sakit. Hingga suatu hari, di saat satu setengah tahun setelah kepergian Pak Mustafa, ibu tiri itu meninggal. Di saat - saat terakhirnya, saat di rumah sakit, ada seorang anak Pak Mustafa yang dengan sabar mengurusinya sampai menalqinkannya. Anak Pak Mustafa ini ternyata memiliki hati yang sangat luas bagai seluas samudra. Bagaimana mungkin, orang yang semasa kecilnya diperlakukan sebagai pembantu, tak pernah ada rasa dendam sedikitpun kepada ibu tirinya. Ia menyayangi ibu tirinya ini sama seperti layaknya ibu kandungnya sendiri. Sungguh seperti itulah Tuhan akan membalas ganjaran yang teramat banyak, sebab begitu mahalnya perbuatan ini.

Lagi-lagi, setelah kepergian ibu tiri. Anak kandung dari ibu tiri benar-benar merasa takut bila harta warisan jatuh atau tercabik-cabik oleh anak-anak Pak Mustafa. Terlebih, ada salah seoarang anak kandung ibu tiri yang belum menikah, tentunya ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena Ibu tiri ini sebagai PNS di sekolah dasar, maka keluarlah uang Taspen yang jumlahnya tidak sedikit. Semuanya atas nama Hotma, anak hasil ibu tiri dan Pak Mustafa. Namun, Safrina sebagai anak kandung ibu tiri merasa berhak atas warisan itu memegang penuh seluruh hartanya. Sampai-sampai ia memprovokasi kepada Hotma agar jangan uang kuliahnya adalah urusan kakak-kakaknya dari anak-anak Pak Mustafa.

Tentu saja anak-anak Pak Mustafa menjadi berang adanya. Mereka sama sekali tak menginginkan warisan, tapi hendaknya warisan itu juga dibagi Hotma untuk biaya kuliahnya. Safrina masih tetap pada pendiriannya. Bilakah Safrina takut akan hukum Tuhan ? Hanya waktu yang akan menjawabnya.