Cinta, Kapan Kau Datang Menemaniku ?

Kenapa kuterima cintanya untukku ? Tidakkah aku melihat sikapnya kepadaku sejak sebelum menikah ? Namanya Arif, dia menyatakan cinta kepadaku begitu dia tau aku bukan milik siapa-siapa

Cinta di Ujung Jari

Aku mengenal Doddy berawal melalui sebuah situs perkenalan Facebook, sebuah situs perkenalan di dunia maya yang sedang booming..

Sebuah Cinta Semu

Jam tiga dini hari aku dikejutkan oleh sebuah SMS misterius."Jangan rebut Riza ya ! Riza itu pacar aku, ngerti !"

Bimbang tiada bertepi

Sudah enam bulan ini ada janin yang sedang tumbuh dalam rahimku. Selama itu pula kuselami penyesalan yang tiada pernah berakhir.

Sebongkah Maaf yang Terabaikan

"Oh Tuhan, aku benar-benar menyesal, aku benar-benar malu" dengan suara serak dan parau selalu terucap samar-samar dalam kata-kata di akhir hayat suamiku

29 Januari 2009

Mungkinkah Anakku Akan Tau ?

Siapa sangka kalau di tempat kerja ini adalah asal mula cinta kami bersemi, aku bekerja sebagai sekretaris seorang boss perusahaan papan atas. Setiap hari aku selalu bersamanya, mendampinginya dan memenuhi segala kebutuhannya dalam pekerjaan. Karena kebersamaan ini, kami saling menaruh hati. Witing trisno jalaran suko kulino,... itulah pribahasa dari tanah jawa yang artinya tidak lebih "cinta datang karena sering bertemu".
Meski ia telah berstatus telah menikah dan telah dikaruniai tiga putra, aku tak pernah menggubrisnya. Kubiarkan rasa yang begitu menggelora ini menggelayuti relung-relung hatiku untuk dirinya. Aku benar-benar kasmaran, Ia pun menyambut gayung dariku.
Kami sering menikmati jamuan makan hanya berdua kala istirahat ataupun sepulang kerja di hari akhir menjelang libur tiap pekan. Ia selalu mengejutkan aku dengan hadiah-hadiah yang cukup mahal dalam ukuran aku. Pekerjaan di kantor, aku selalu menyelesaikan berbagai tugas dengan baik sehingga bisa memuaskan bossku tentunya. Pujian-pujianpun sering dilontarkan untuk aku sebagi sekretarisnya.
Tiga tahun, kami telah bersama. Tanpa duga, Cinta kami kian bersinar, tumbuh bagai bunga-bunga yang ada di taman. Ia meminta lebih dariku. Ia meminta aku layaknya istri namun tanpa suatu ikatan. Karena cintaku yang teramat dalam, akhirnya tubuhku kuberikan untuknya meski ada setetes air mata saat pertama kulakukan itu. Ya...aku benar-benar tidak ingat akan dosa.
"Apakah aku harus terus seperti ini ?" sesuatu mengganjal hatiku. Karena statusku bukan istri yang syah. "Bagaimana bila ia sudah tidak akan suka padaku lagi ?" kekhawatiranku semakin menjadi-jadi."Apakah dia mau menikahiku, meski permintaanku hanya sebatas menikah siri"."Aku ingin anak, agar bisa mewarisi dari sebagian hartanya kelak"."Apakah mungkin bisa ? Ah, segala sesuatu pasti bisa kalau kita ada niat" semangatku.
Esoknya, dengan gayaku yang agak manja dan menggoda kuutarakan niatku itu. Entah mengapa, iapun menyetujuinya, namun dengan syarat, aku harus menikah dengan orang lain sebagai bentuk kepura-puraan. Agar teman-teman kantorku tidak menduga kami mempunyai affair. Semuanya untuk menutup kemungkinan adanya pemecatan salah satu dari kami.
Alangkah bahagianya aku, ternyata ia meng-iyakan kemauanku. Kucoba mencari di internet, laki-laki yang mau dibayar untuk pura-pura menikah denganku. Pestapun dilangsungkan di sebuah rumah makan besar yang memiliki ruangan besar untuk resepsi pernikahan.
Usai menikah, aku pindah rumah dari ibu, aku menempati rumah baru yang telah dibelikan oleh bossku. Rumah yang cukup mahal dan aku menyenanginya. kami benar-benar telah menikah siri. Aku hanya bisa bersamanya kala istirahat dan setiap akhir pekan aja, itupun hanya beberapa jam, karena ia harus pulang menemui istri dan anak-anaknya. Setiap malam, aku hanya berteman dengan dua buah bantal dan sebuah guling. Kadang rasa kangen menyelimuti aku. televisilah yang mampu melupakan gairahku ini.
Empat bulan sudah, aku menjalani kasih ini. Aku dinyatakan hamil. Sembilan bulan kemudian, aku melahirkan seorang perempuan cantik, kuberi nama Agil. Kini iapun tumbuh besar sebagai seorang putri yang luar biasa cantik. di usianya yang kini tiga tahun, ia sering bertanya "Papa koq ga' pernah tidur di sini ?" tanyanya karena melihat papanya Kaisha, anak tetangga sebelahku yang selalu datang setiap sore."Papa cari uang, Agil harus ngertiin papa ya" pintaku.
Ya...Papanya memang tidak pernah bisa menemani kami di kala malam. Waktu bersamanya hanya sedikit sekali untuk anakku. Terkadang malah sampai berhari-hari tidak bertemu. Tapi ini adalah sebuah keputusan. Keputusan hidup yang harus aku jalani.
Sampai kapan aku harus berbohong kepada anakku ? Mungkinkah anakku akan tau ? Apakah harus kupendam rahasia ini selama-lamanya ?

Aku Dikalahkan oleh Sebuah Play Station

Malam kian panjang, hatipun semakin menderu. Bulir-bulir air mata tak pernah luput menemani malam-malam kelabuku.Teramat pilu bila harus kuingat deretan panjang kelakuan suamiku.

Kami dijodohkan oleh orang tua kami masing-masing. karena orang tua kami telah lama mengenal dekat, sehingga mereka menginginkan aku dinikahkan dengan anaknya. Aku tertunduk malu begitu ditanya oleh ayah, artinya, aku setuju. Akhirnya pesta pernikahanpun dirayakan. Cukup megah acaranya, dan bayak pula hantaran yang diberikan untukku.

Usai perayaan pernikahan, kamipun melakukan ritual seperti layaknya suami istri lainnya. Kami sama-sama malu, maklum cinta sepertinya tumbuh baru setelah menikah. pacaran setelah menikah, bukan pacaran sebelum menikah seperti ABG-ABG jaman sekarang.

Mungkin karena kami sama-sama menikmati indahnya pacaran setelah menikah, sebulan setelah menikah, aku positif hamil. ada benih suamiku dalam rahimku. suamiku semakin sayang padaku. saat itu, aku bagai seorang ratu di rumah ini oleh suamiku. Bayi kamipun lahir."Seorang perempuan cantik yang seperti mamanya" kata suamiku bangga.akupun hanya mampu tersenyum karena telah kelelahan pasca melahirkan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, semakin lama suamiku mulai berubah kepadaku. Dia sudah sering mengacuhkan aku. Dia lebih mencintai mainan PSnya ketimbang aku.
Terkadang ia main di rumah temannya, sering pula dia mengajak teman-temannya ke rumahku. Semua dia lakukan hanya karena Mainan PS. Karena Play Station itu, dia sampai lupa akan segalanya, lupa pada anaknya, lupa akan aku dengan tidak pernah membantu pekerjaan rumahku. Ingin kuhancurkan saja PS itu, tapi nanti malah berbuntut panjang.

Aku benar-benar terganggu, aku butuh ketenangan. Mungkin kalau sesekali aku maklumi, tapi ini setiap hari. Sungguh, aku hanya bisa meratapi nasibku ini.
Sampai suatu ketika anakku sakit parah, anakku dirawat. Duhai suamiku kenapa engkau tega tidak menengok buah hatimu ? lihatlah dia tergolek sambil mengigau di kala tidurnya. tanpa sadar air mata ini jatuh satu persatu. Entah sedang apa dia di rumah.

"Suamimu mana ? kenapa belum datang kemari ?" tanya ibuku meintrogasiku.Aku hanya bisa menangis, tanpa menjawab apa-apa."ceritakan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi ?"Lagi-lagi aku hanya bisa memeluk ibu sambil menangis.Karena orang tuaku tau, kalau suamiku belum ke sini, orang tuaku memberi kabar kepada suamiku. akhirnya suamiku datang ke rumah sakit.

Suamiku menangis, tampak pipinya basah dipenuhi oleh air matanya. Baru kali ini aku melihatnya. "Maafkan ayah, Nak" sambil mengelus-ngelus kepala anakku, akupun dipeluknya erat-erat. Aku hanya mampu terdiam tanpa kata.
Dalam pelukannya, kuberdoa "semoga suamiku bisa berubah, mau menyayangi kami sebagai keluarganya". Amin.

Kebaikannya Terlampau Banyak Untukku

"Gila,... kenapa dia mau meminjamkan uangnya kepada Aa ya ?" seloroh istriku penuh heran."Aa ga' main serong dengannya kan ?" tanyanya lagi.Seseorang yang telah lama aku kenal dekat dengannya berani meminjamkan uangnya untukku tanpa bunga untuk membangun beberapa petak rumah kontrakan. Inilah klimaks dari segala kebaikannya padaku.

Dia adalah seorang wanita, dengan umur 3 tahun lebih muda dibanding aku. Dia telah bersuami dan memiliki satu anak perempuan yang cantik. Kalau melihatnya, pasti semua orang bisa jatuh cinta kepadanya. Tubuhnya padat berisi ditambah kulitnya yang putih bersih membuat ia semakin dicari-cari oleh setiap laki-laki manapun. Aku yakin itu. Mungkin, kalau saja aku tak kuat iman, sudah kupacari dirinya. Sedangkan Aku telah beristri dengan dua orang putri yang sedang beranjak sekolah dasar.

Kebersamaanku dengannya diawali saat aku dimutasi ke tempat kerjanya. seperti layaknya setiap karyawan yang baru harus bisa beradaptasi dengan teman sekerja. Kulontarkan gurauan demi gurauan yang mungkin bisa menarik banyak kawan dan berharap suasana kerja tidak canggung.

Rupanya ada seorang wanita yang tertarik padaku. Di setiap istirahat, aku hanya terbengong-bengong, karena ada bungkusan nasi padang untukku. Ada seseorang yang selalu membelikan makan siang untukku. Karena kupikir rezeki jangan ditolak, akhirnya aku selalu makan bungkusan itu. selang satu minggu, dia menampakkan wajahnya. "Eh, Aa... saya teh, nu bawa bungkusan nasi untuk Aa tea." celotehnya. ( Aa,.. saya yang bawa bungkusan nasi untuk Aa )."Makasih ya, koq baik banget sama saya ?" Aku mencoba tersenyum menolehnya."Saya benar-benar jatuh cinta sama Aa, semua yang saya harapkan ada pada Aa""Lho,.. eneng kan udah punya suami kan ?""Ia, Aa. Saya memang sudah bersuami, bahkan sudah punya anak, tapi pernikahan kami karena dijodohkan oleh orang tua eneng, entah kenapa, cinta eneng ke suami tidak pernah tumbuh. Tapi begitu lihat Aa, enang langsung jatuh cinta.""Eneng janji ga' akan ngerusak hubungan rumah tangga Aa, tapi mohon kalau cinta eneng ini diterima ya." pintanya dengan wajah penuh tanya."Aduh, gimana ya. Ya sudah kalau eneng maunya begitu. Aa ga' pernah nyruh-nyuruh eneng ya, semuanya yang mau lebih dulu adalah eneng" jawabku.Dia mengangguk tanda setuju.

Terkadang ia meminta saya untuk menemaninya jalan-jalan ke mall. pulangnya kubawa belanjaan yang dibeli olehnya, katanya buat istri Aa. Pernah suatu ketika, dia membelikan aku sepatu. Telah banyak yang ia berikan padaku.

Suatu saat, aku iseng bertanya padanya, "neng, Aa boleh pinjam uang ga', Aa pengen bangun kontrakan nih ?" "Berapa yang Aa butuhkan ? Insya Allah besok akan eneng bawakan cheqe nya".

Hati kecilku selalu bertanya, apakah suatu saat nanti dia mungkin akan memintaku lebih dari sekedar seorang teman ? Haruskah kutolak permintaannya meski kebaikannya terlampau banyak untukku ?

25 Januari 2009

Bagai Kepingan-kepingan Kaca

Bagai Kepingan-kepingan Kaca

Adikku menikah, ya…. Menikah dengan seorang perjaka. Sungguh sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh seorang janda untuk dapat mengubah status menjadi istri dari seorang laki-laki. Karena berarti ada seseorang yang memberikan bahunya untuk disandarkan. Menghapus air matanya dikala dihinggapi penderitaan. Mungkin kata yang lebih tepatnya adalah untuk bisa berbagi, baik suka maupun duka, kala senang ataupun susah.

Apalagi bila seseorang itu adalah masih perjaka. Mungkin saja adikku takut bila mendapat seorang duda. Takut apabila ternyata di kemudian hari mantan istrinya ternyata masih mencintainya, dan cintapun tumbuh bersemi kembali. Takut mambawa anak-anak, takut akan sebutan ibu tiri yang jahat.

Ah, angan-anganku terlalu membabi buta. Apakah ini karena rasa iriku kepada adikku ? Aku masih menjanda. Kalau saja kala itu emosiku dapat kutahan, mungkin saat ini aku masih bersamanya. Kesabaranku saat itu menyisakan ruang yang sangat sedikit di dalam adrinalinku saat itu. Aku pergi meninggalkan rumah, karena sudah tak kuat hidup bersamanya. Namun kini, Kenangan-kenangan manis bersamanya masih melekat erat di sanubariku yang tak akan pernah bisa aku lupakan.

Kucoba nikmati hidup ini seperti air yang mengalir. Membiarkan kemana saja kakiku melangkah. Dan ketika adikku menikah, jantungku berdebar begitu hebat. Apakah kan kucari pendamping itu sebagi penggantinya ?

Rasanya aku trauma untuk menikah lagi. Kadang pernikahan terlihat indah kala pertama mereguh kasih di peraduan. Namun, apakah pernikahan hanya sebatas pelepasan gelora asmara belaka ? Bukankah disana banyak hal yang harus dilakukan di antara dua jenis manusia yang berbeda.

Haruskah cinta adalah sebuah pengorbanan ? Bagaimana bila ternyata yang berkorban hanya di satu pihak ? Aku sudah berusaha semampuku untuk selalu berkorban demi suamiku. Tapi mengapa suamiku tak pernah mengimbanginya untukku.

Haruskah cinta berarti penderitaan ? kata orang, jika tidak, itu berarti memanfaatkan. Bukankah hidup itu penuh warna. Semua orang berhak untuk bahagia.

Mungkin cinta bagiku akan meninggalkan hati bagai kepingan-kepingan kaca. Seharusnya pikirkan bahwa akan ada sesorang yang akan bersedia untuk menambal luka dengan mengumpulkan kembali pecahan-pecahan kaca itu.