Cinta, Kapan Kau Datang Menemaniku ?

Kenapa kuterima cintanya untukku ? Tidakkah aku melihat sikapnya kepadaku sejak sebelum menikah ? Namanya Arif, dia menyatakan cinta kepadaku begitu dia tau aku bukan milik siapa-siapa

Cinta di Ujung Jari

Aku mengenal Doddy berawal melalui sebuah situs perkenalan Facebook, sebuah situs perkenalan di dunia maya yang sedang booming..

Sebuah Cinta Semu

Jam tiga dini hari aku dikejutkan oleh sebuah SMS misterius."Jangan rebut Riza ya ! Riza itu pacar aku, ngerti !"

Bimbang tiada bertepi

Sudah enam bulan ini ada janin yang sedang tumbuh dalam rahimku. Selama itu pula kuselami penyesalan yang tiada pernah berakhir.

Sebongkah Maaf yang Terabaikan

"Oh Tuhan, aku benar-benar menyesal, aku benar-benar malu" dengan suara serak dan parau selalu terucap samar-samar dalam kata-kata di akhir hayat suamiku

21 Maret 2009

Perkenalan itu Menjeratku Ke Bui

Tulisan ini Terinspirasi dari sebuah seminar yang aku hadiri 14 Maret kemarin, seminar tersebut bertema "Bahaya Narkoba bagi Kehidupan Kita. Aku adalah salah seorang siswi sebuah sekolah SMK Negri tidak beberapa jauh dari rumahku, di Jakarta.


Untuk menuju ke sekolahku, aku harus berganti Bus metromini sebanyak 2 kali. Kehidupan ekonomi keluarga kami terbilang rata-rata. hingga, uang saku untuk ke sekolah pas hanya untuk transpotasi naik bus kota dan jajan secukupnya. Keadaan inilah yang membuatku kurang nyaman, karena teman-temanku di sekolah tampak modis dengan asessoris barang bawaan mereka terlihat " wah ". Tidak sedikit teman-temanku tampak memamerkan HP keluaran terbarunya kepada teman2 kami di kelas, karena mereka beruntung memiliki orang tua berada. Sedang aku, agak malu jika dering sms tiba2 datang, sebab HPku HP item putih, dengan ringtone yang benar-benar sederhana sekali.

Bermula hanya sekedar iseng, namun akhirnya ini menjadi hobbyku setiap sabtu sore. "NGECENG di MALL", sapa tau ada cowo' keren yg mau ngajak aku nge-date. hehehe. Teman-teman di sekolahku sudah terbiasa oleh kegiatan ini. Oleh sebabnya, aku tertarik untuk mencobanya. Begitu banyak ABG-ABG nongkrong di pinggiran mall meski mereka tak membeli sedikit barangpun di mall itu. Aku tidak sendiri di tempat ini, tapi aku diajak oleh Tiwi, teman satu kelasku. tapi sesampainya di sana ia sudah bertemu dengan teman laki-laki yang sama-sama ABGnya, rupanya sebelumnya mereka telah janjian untuk saling bertemu di mall ini.

Dari ketinggian 10 meteran, meski sendiri aku mencoba santai sambil memandangi lantai dasar yang dipenuhi oleh aneka barang-barang, mulai dari perabot rumah tangga, showroom motor, aneka tas, aneka sepatu dan sandal, serta barang-barang lainnya yang berjajar cukup rapi dengan dipadati banyak pengunjung yg sekedar melihat-lihat maupun bertransaksi. maklum, sore ini adalah akhir pekan, dimana banyak orang yang ingin melewati akhir pekan dengan bersenang-senang setelah melewati hari-hari sebelumnya dengan aktifitas yang cukup padat.

Tiba-tiba saja pundakku terasa diketuk. Aku mencoba berbalik ke arah Si pengetuk pundakku. Ternyata seorang Negro, dengan badan hitam, tinggi dan besar. Dia mencoba bertanya kepadaku dengan bahasa Inggris. Kebetulan bahasa Inggrisku cukup lumayan, sehingga aku dapat mengerti apa maksud yang dikatakannya padaku. Dia kelihatan cukup ramah denganku. Rupanya dia hanya ingin berkenalan padaku. Lucu juga, meski badannya hitam legam, namun kalau tertawa, deretan gigi-giginya yang putih nampak terlihat jelas. Rupanya ia hanya ingin berkenalan denganku, dia menanyakan namaku, dan nomor handphoneku. Perkenalan itu hanya sesaat, setelah itu pergi meninggalkanku karena ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Akupun pulang, tubuh ini rasanya lelah sekali hingga Aku ingin cepat-cepat pulang.

Tepat 6 hari kemudian, dia menelponku. Dia menanyakan kabarku, dan ia ingin bertemu aku kembali. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu di salah satu tempat makan terkemuka di kotaku. Di tempat makan itu, dia terlihat sangat baik dan ramah kepadaku. Tiba-tiba ia menyodorkan sebuah benda yang terbungkus kertas kado dan diikat dengan sebuah pita merah. Indah sekali, batinku. Olehnya aku disuruh membuka bungkusan itu. Aku begitu kaget sekali setelah benda itu aku buka dari bungkusnya. Ada Sebuah handphone dengan merk terkenal dan keluaran terbaru. Dia utarakan maksudnya, bahwa ia memberikan ini untukku, karena ia jatuh cinta kepadaku, dan ia ingin aku menjadi kekasihnya. Aku hanya bisa tertunduk malu, tidak tau harus bagaimana, aku sedang berada dalam gundah gulana. sebuah dilema yang harus aku pilih. Hape ini harganya cukup mahal, tapi haruskah aku menjadi kekasihnya mengingat kulitnya yang hitam legam, apakah aku bisa menyayanginya ? Kubuang jauh-jauh pikiranku. Aku hanya bisa tersenyum tanda menyetuju permintaan sang Negro itu.

Hari-hari berikutnya, ia sering memberi hadiah-hadiah kejutan untukku. entah uang, entah barang, yang membuat aku berbunga-bunga terus, seolah ia benar-benar menyayangiku. Akupun semakin yakin, kalau ia akan menjadi teman hidupku kelak. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Dua bulan kemudian, ada suatu kejadian yang tak akan pernah aku lupakan sepanjang hidupku. Dia mengajakku ke sebuah cafe. Dia hanya bilang, ingin bersenang-senang aja. Di sana, Tanpa aku sadari, minuman yang telah dipesankan untukku dia berikan sesuatu bubuk yang bila meminumnya akan tertidur tanpa sadar beberapa jam. Bangun dari tidurku yang pulas itu, aku kebingungan, sedang berada dimana aku ? kulihat sepertinya aku sedang berada di sebuah kamar yang gelap dengan sebuah lampu redup. secara samar aku mendengar alunan musik di luar kamarku. Aku baru tersadar saat membuka selimut, ternyata tubuhku sama sekali tanpa busana selembarpun. aku menangis sejadi-jadinya. Namun tak ada seorangpun yang mendengar tangisanku karena di luar sana nampak bising oleh kerasnya suara lagu-lagu yang diputar. Aku baru ingat, bahwa tadi aku telah bersama si Negro itu. Aku menangis kembali. Jangan-jangan ia telah meniduri aku. Aku pulang dengan badan lemah lunglai. keluargaku hanya menanyakan, kenapa pulang sampai larut malam ?

6 minggu kemudian, aku merasakan banyak keanehan dalam diriku. aku sering muntah-muntah tanpa sebab. haidku juga belum datang-datang. Oleh Ibuku, aku diantar ke dokter. Tampak merah padam wajah ibuku saat dokter mengatakan aku positif hamil. Sesampainya di rumah, kedua orang tuaku langsung memarahiku. kedua orang tuaku nampak sangat marah sekali, hingga aku tidak boleh lagi tinggal dengan mereka. Aku hanya bisa menangis kala itu. kupandangi wajah mereka berdua saat kepergianku sambil sesenggukan. Aku tinggal tak tentu arah, kadang tidur di kolong jembatan, kadang tidur di depan toko yang telah tutup dengan dialasi beberapa kerdus yang berhasil kutemukan di sebuah bak sampah. sepanjang tidurku, aku hanya bisa menangis. Menangis sejadi-jadinya. Kenapa Negro itu melakukannya padaku ? Bukankah kita bisa menikah secara baik-baik ?

Sepanjang tangisanku, aku melamunkan bagaimana aku membesarkan anakku kelak ? Apa aku bisa memberinya makan ? Bagaimana biaya hidup kami ? Kucoba sms si Negro itu. Ternyata dia membalas smsku. Aku memintanya untuk dinikahinya. Anehnya, Dia mengiyakan kemauanku. Akupun dinikahinya secara resmi, tapi tanpa kehadiran kedua orang tuaku. Aku sudah sangat takut sekali bertemu dengan mereka. Dia selalu menafkahiku dengan baik, tanpa absen. Namun setelah bayi kami lahir, ia mulai memperlakukan aku dengan tidak semestinya. Sikapnya, kapanpun dia tak selembut dahulu, kini ia sangat kasar padaku. bahkan kepada anak kami. Air matakupun berurai lagi. Aku tidak tau harus bagaimana. Aku hanya bisa mengalah, sebab aku sangat takut ditinggalkan olehnya.
Dia semakin menjadi-jadi terhadapku. tak jarang tangannya mendarat ke pipiku berkali-kali. pernah suatu ketika ia membanting cangkir kopi ke arahku, namun aku sempat menangkis, hingga cangkir itu jatuh, kakiku sempat terkena serpihan-serpihan itu, aku hanya bisa menangis dan menangis lagi.

Di suatu malam, tidak seperti biasanya, ia mau berbicara denganku. Dia bermaksud agar aku menjadi kurir. Untuk membawa Heroin ke China. Aku menolaknya. Namun ia mengancam akan menceraikan aku, bila aku tidak bersedia menuruti kemauannya. Aku hanya diberi waktu 2 hari untuk memikirkannya. Apakah aku mau atau tidak. Selama 2 hari itu aku banjir air mata. Akhirnya aku menyetujuinya.

Di bandara aku nampak sangat gugup sekali, karena baru kali ini aku membawa barang haram. Hingga petugas bandara mengetahui kegugupanku. Akupun diperiksa. Akhirnya barang itu diketahui oleh mereka. Akupun masuk Bui. aku dijatuhkan hukuman selama 30th di Guangzhou, China. Di bui ini, aku menatap hidup tanpa arah tak menentu, tak punya harapan bagaimana kehidupanku kelak.


Sampai Kapan Celah itu Datang ?

"Ma,.. ini nilai matematika aku, 100 Ma, ini ada yang lainnya juga, lihat ya Ma", zaki, anakku yang pertama mencoba menunjukkan hasil-hasil test formatifnya kepadaku, padahal aku baru saja pulang dari kantor. Begitu sumringah mukaku ketika melihat kertas-kertas nilai formatif anakku itu. Nilainya cukup menggembirakan, ada yang 100, ada yang 95. Apalagi Salwa, senyumnya yang khas ditampakkan saat aku akan membuka pintu pagar rumah kami, karena baru berusia dua tahun itulah, ia baru bisa senyam senyum aja. Terkadang pula si Kecil memeluk aku begitu turun dari motor. Capek yang aku bawa dari kantor dengan mudah bisa lenyap dengan sekejab karena melihat wajah-wajah ceria kedua anakku.

Kuadukan nilai zaki ke Abinya "Abi, ini nilai-nilainya zaki. Alhamdulillah bagus-bagus""Siapa dulu dong yang mengajarinya ?" bangganya Abi dengan senyum yang mengoda aku."Iya, iya, aku tau. makasih ya Bi telah memebimbing zaki dan Salwa menjadi cerdas" pujiku berharap aku mengakui kelihaian Abi mengajari anak-anaknya.
Zaki, lantas mulai bercerita padaku. Meski aku sedang di kamar untuk berganti baju, ia dengan sabarnya menungguku di luar kamar sambil bercerita. Ada saja yang diceritakan olehnya. kadang, ia memberitau kepandaian temannya menggambar HULK yang ada di TV. Kadang ia meminta jika kelas dua nanti, ia ingin extrakurikulernya ganti taekwondo. Sebelumnya ia ikut SEMPOA, berhitung matematika. "Zaki ga' mau ikut sempoa ? padahal dengan sempoa, zaki pintar dan cepat berhitung kan ?" kucoba merayunya."Tapi Ma, kalo zaki ikut taekwondo, kan zaki jadi bisa bela diri" anakku mecoba berdalih."Ya udah, kalo zaki senang taekwondo ga' papa, yang penting zaki senang ya, Mama juga senang" Meski kelas 2 nya zaki masih beberapa bulan lagi, Aku meng-iyakan kemauan anakku.Lucunya, zaki kalo berbicara jarang sekali berhenti, dan intonasinya cepat sekali.

Sejak kecil Zaki kukira cukup banyak kosa katanya. Pernah suatu ketika, di malam hari ketika ingin berbelanja ke minimarket terdekat, di saat kami sedang dalam perjalan pulang sambil mengendarai motor, zaki menanyakan padaku "Kemana bulannya Mah ?" "Bulannya sedang ngumpet di belakang awan" bermaksud agar anakku mudah menerima kata-kataku kucoba dengan bahasa sesederhana mungkin."Oh, bulannya bersembunyi di balik awan ya Mah" zaki balik bertanya padaku lagi.Betapa malunya aku, tak kuduga, anakku yang baru berusia 2 tahun, tapi kata-katanya lebih baik ketimbang aku Mamanya. Entah dari mana kosa katanya itu, yang jelas saat itu, aku hanya mampu berucap Hamdallah berkali-kali.

Berbeda dengan Salwa, adiknya. Hingga usia telah menginjak 2 tahun, ia belum mahir mengucapkan kata-kata. kata-kata yang diucapkan terkadang kurang jelas. Mungkin yang bisa mengerti ucapannya hanya orang terdekat saja yang sering bersamanya. Namun ia memeiliki kelebihan lain. Di usianya, ia mampu melipat baju, atau celananya sendiri. Bahkan ia mampu mengepel dan menyapu lantai. Anak-anak memiliki keunikan masing-masing yang seharusnya kita syukuri.

"Zaki, mau disuapin sama siapa maemnya ? sama Abi atau Mama ?" tanyaku."Sama mama aja" pintanya."Bibi, Tolong Salwa disuapin yaach, saya harus nyuapin kakaknya.Saat ini, kucoba bujuk hatinya agar ia mau sholat berjama'ah bersama abinya di masjid."Zaki, kan 4 bulan lagi zaki 7 tahun, kalo sudah 7 tahun zaki harus sholat, kan sudah dicatat sama malaikat. Nah mulai sekarang, zaki ikut Abi ya kalo ke masjid ?"Zaki hanya terdiam, entah apa yang ada dipikirannya.

Usai menyuapi makan Zaki, aku bergegas mandi dan segera berwudhu. Maghribpun tiba. Alhamdulillah zaki mau ke masjid bersama Salwa dan Abinya. Alhamdulillah, Zaki begitu mudah menuruti kata-kataku. "Wawa, Mama gantikan pakaian yach, kan mau ke masjid, pakai kerudung biar cantik" rayuku padanya.Untuk Salwa, agak-agak susah juga. Maklum baru berumur 2 tahun. Terkadang ia menurut, tapi kadang juga ga' mau. kalau abis mandi aja, ia yang menentukan pakaian apa yang akan dipakainya. Lucu sekali.

Waktu makan malam kami berduapun tiba, kupersiapkan terlebih dahulu, karena Abinya lebih suka makanan dalam keadaan serba hangat semua. Di saat makan yang hanya berdua itu, kami sempatkan obrolan-obrolan hangat, entah peristiwa di kantor, entah masalah anak-anak, apapun kami sempatkan.

Selesai makan, Kamipun kembali bersama-sama di kamar. Abinya mengajari Zaki pelajaran2 sekolahnya. Sedang aku sibuk bersama si Kecil, bercanda ria, bernyanyi anak-anak atau menggambar. Anak-anakpun bersuka ria. Kami selalu berusaha menjauhkan anak-anak dari pengaruh televisi. Oleh sebabnya, kami harus pintar-pintar mengatur jadwal kegiatan di rumah.

Kadang ada perasaan bersalah dalam diriku. Kapan aku bisa fulltime bersama mereka ? menemani setiap waktunya, detik demi detik. Padahal begitu indah bila bersamanya. Begitu banyak pahala yang dapat kuraih. Sedang aku masih bekerja. Terasa sekali waktuku bersamanya sangat pendek sekali. Jam 8, mereka telah tertidur pulas. Ah, Dunia,... dunia dan dunia itulah yang masih aku pikirkan. Mengapa aku masih dikalahkan oleh dunia yang fana ini. Sampai kapan aku mampu mengalahkannya ? Semoga ada sedikit celah hingga aku mau mengalahkan dunia ini untuk bisa membesarkan anak-anakku dengan tanganku sendiri. Amiiin.