Cinta, Kapan Kau Datang Menemaniku ?

Kenapa kuterima cintanya untukku ? Tidakkah aku melihat sikapnya kepadaku sejak sebelum menikah ? Namanya Arif, dia menyatakan cinta kepadaku begitu dia tau aku bukan milik siapa-siapa

Cinta di Ujung Jari

Aku mengenal Doddy berawal melalui sebuah situs perkenalan Facebook, sebuah situs perkenalan di dunia maya yang sedang booming..

Sebuah Cinta Semu

Jam tiga dini hari aku dikejutkan oleh sebuah SMS misterius."Jangan rebut Riza ya ! Riza itu pacar aku, ngerti !"

Bimbang tiada bertepi

Sudah enam bulan ini ada janin yang sedang tumbuh dalam rahimku. Selama itu pula kuselami penyesalan yang tiada pernah berakhir.

Sebongkah Maaf yang Terabaikan

"Oh Tuhan, aku benar-benar menyesal, aku benar-benar malu" dengan suara serak dan parau selalu terucap samar-samar dalam kata-kata di akhir hayat suamiku

26 Juni 2009

Sang Nahkoda Sebuah Bahtera Hidup

Karawang, Kumpulan Cerpen Siti Arofah.Pernikahan adalah suatu moment paling membahagiakan bagi siapapun. Meski hanya sekedar mendengar bahwa si A telah menikah, ada seberkas cahaya kebahagiaan dari si pendengar berita itu. Baik yang menikah, dan kerabatnya pun semua turut berbahagia. Yang menikah berharap pasangannya adalah teman yang menemani di sepanjang sisa hidupnya yang mau berbagi kasih, menghibur duka dan menganggap pasangannya adalah tulang rusuknya yang hilang.

Awal pernikahan adalah masa-masa emas kebahagiaan yang tiada berperi. Itulah syurga dunia yang telah Tuhan berikan kepada para hambanya. Mereka berdua saling memadu kasih, bercumbu mesra tanpa ada rasa malu lagi. Keduanya saling menikmati indahnya setiap detik di peraduan serasa berada dalam sebuah istana yang dinaungi sebuah cinta nan suci. Ritual yang tadinya haram, kini telah halal setelah mereka resmi menjadi sepasang suami istri, bahkan adalah ibadah bila diniatkan dengan ikhlas kepada Illahi.

Kata-kata yang diucap bagaikan harumnya bunga-bunga yang tumbuh liar di pegunungan yang sejuk dan damai. Belaian lembut sang kekasih yang dirindukan bagi setiap insan di seluruh jagad ini adalah lukisan bagi sepasang pengantin yang baru menikah. Senyuman-senyuman kecil yang menggetarkan jiwa membuat ingin bersama selalu terbang mengarungi luasnya cakrawala bumi ini. Jika sang suami dirundung duka, istrilah yang bisa menghiburnya. Jika sang suami berbahagia, justru istrilah yang meneteskan air mata kebahagiaan. Mungkin keduanya masih sama-sama malu untuk menunjukkan kekurangannya.

Tidakkah semua ini harusnya terjaga sampai maut memisahkan ? Tidakkah semua ini yang dirindukan bagi hamba-hamba Nya ? Telah banyak kudengar pengalaman dari beberapa teman. Di jaman sekarang ini ada sedikit sekali rumah tangga yang didalamnya tumbuh tanpa adanya pertengkaran. Entah itu pertengkaran kecil, ataupun bisa juga hingga meluas menjadi pertengkaran hebat nan sengit. Pertengkaran yang membawa malapetaka rumah tangga itu, dimana Syetan-Syetan bersorak riang menandai kemenangannya.

Pertengkaran memang bukan jalan terbaik bagi mereka. Terkadang pertengkaran bisa saja melukai phisik sang istri, bahkan berujung maut ! Namun pertengkaran juga banyak yang tanpa melukai phisik atau tanpa kekerasan. Meski pertengkaran tanpa kekerasan tak melukai anggota tubuh, namun siapa yang bisa menambal luka hati yang harus butuh waktu yang cukup lama untuk dapat melupakannya. Terlebih, biasanya sang istrilah yang paling merasa terluka hatinya.

Betapa meruginya sang suami, yang tega mencaci maki istrinya. Apakah tak pernah terpikir, apakah ia dapat mencaci orang lain selain istrinya ? padahal orang lain itu statusnya adalah temannya yang hanya bisa bertemu hanya dalam beberapa masa saja, yang dimasa yang lain ia akan berpisah dan bertemu dengan teman baru lainnya. Sedang istrinya adalah teman hidupnya yang mendampinginya di sepanjang hidupnya. Bila hati sang istri telah terluka, maka luka itu kan dibawa sepanjang hidupnya kelak. Entah sampai kapan ia mampu melupakannya.

Betapa bodohnya sang suami, yang mau berselingkuh dengan seorang wanita, padahal istrinya selalu menjaga kesuciannya. Laki-laki itu tergoda pada seseorang yang memiliki sifat dan karakter yang tidak dimiliki oleh istrinya. Padahal sungguh ia bukan tergoda karena sifat yang tidak dimiliki oleh sang istri, tetapi hawa nafsu-nyalah yang menggoda dirinya untuk berselingkuh. Padahal teramat nyatalah dosa bagi seseorang yang melakukan perselingkuhan tersebut, dirajam sampai mati !

Betapa kejamnya sang suami, yang tega meninggalkan sang istri, pergi menikahi gadis lain setelah ia mendapatkan rizki yang besar dan tiba-tiba. Padahal istrinya dengan setia mau hidup bersamanya meski pendapatan sang suami hanya pas-pasan. Bahkan sang istri rela bekerja keras untuk meringankan beban suaminya. Di saat kepergiannya sang istri hanya menatapnya hampa sambil berurai air mata.

Betapa Ironisnya, sang suami yang telah lama menjadi pengangguran setelah di PHK beberapa tahun lamanya, tiba-tiba secara diam-diam ia menikahi janda muda tetangga karibnya. Padahal sang istri telah ikhlas memilih kerja guna menutupi kebutuhan hidup rumah tangganya. Sang istri hanya bisa menangis kenapa suaminya tega berbuat demikian.

Telah banyak deretan-deretan kisah memilukan dalam sebuah pernikahan. Namun dibalik itu, Tuhan masih memberikan rahmatnya. Ada beberapa rumah tangga yang tak pernah diliputi oleh ketidak cocokan sedikitpun. Mereka mampu menyikapi ketidak samaan diantara mereka dengan saling melengkapi satu dengan lainnya.

Betapa bahagianya sang istri, bila sang suami tak pernah marah sedikitpun kepadanya. Semua ucapannya tak pernah menyakitinya. Bila ada yang dirasa tidak cocok, mereka saling tersenyum atau memberi isyarat dengan gurauan-gurauan kecil. "Pasanganku adalah seseorang yang Tuhan titipkan padaku, jadi jagalah dia dan jangan sakiti hatinya" begitulah prinsip mereka.

Ada juga yang mengaku kalau sang suami selalu mensupport sang istri untuk selalu berbahagia akan apa yang selalu didapatkannya dalam hidup ini. Pernikahan mereka tumbuh bersemi indah bagai rumput-rumput yang selalu dijaga keindahan dan kebersihannya.

Disinilah arti pentingnya peranan seorang suami dalam me-nahkoda-i bahtera hidup ini. Sebaik-baik laki-laki adalah bagaimana ia memperlakukan istrinya dengan sebaik-baiknya.

I Hate Monday

Karawang, Kumpulan Cerpen Siti Arofah. Minggu yang indah terasa sangat menghimpit waktuku bersama keluarga. Saat - saat itu begitu sangat berharga bagiku. Ku usahakan tiada waktu yang sia-sia bersama mereka. Terkadang kami makan bersama keluarga di rumah makan pemancingan dengan berharap anak-anak menikmati kebersamaan kami. Kadang juga mengunjungi sanak saudara kami atau hanya berdiam diri, asyik bermain bersama, menikmati indahnya menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya.


Bila anak-anak kami ajak ke pemancingan, mereka tampak antusias sekali. Sebab di sana diberikan sarana bermain anak. Ada ayun-ayunan, jungkat jungkit dan permainan anak lainnya. Udara yang dingin dan segar menyelimuti indahnya hati kami yang merindukan kebersamaan. Sampai-sampai si bungsu enggan diajak pulang.

Sesekali kami mengajak anak-anak ke tempat hiburan, seperti bermain game atau permainan anak-anak dengan memasukkan coin atau kartu layaknya sebuah ATM yang tinggal gesek. Si kakak yang sudah menginjak bangku SD kelas 1 tentunya lebih memilih bermain game balap mobil. Adiknya karena masih balita, ia memilih menaiki kereta mini atau mobil-mobilan atau bebek-bebekan yang bergoyang-goyang di tempatnya.

Mengunjungi Kakek dan Nenek cukup melelahkan. karena Kakek dan Nenek tinggal di daerah lain. Karena kami belum punya mobil pribadi jadilah kami menaiki bus umum. kami lebih memilih yang ber-AC untuk kenyamanan si bungsu, apalagi tarifnya hanya beda tipis dari yang biasa. Sesampainya di sana kami sekeluarga saling berpelukan, melepas rindu yang tiada tara seiring menebus dosa karena tak mampu hidup bersamanya.

Ya,... karena aku adalah seorang ibu dengan titel wanita karier, dimana dari Senin hingga Jum'at aku harus duduk di kursi tempat kerjaku meninggalkan anak-anakku. Sabtunya aku juga masih masuk kerja setengah hari, hingga pulang kerja aku harus beristirahat sejenak melepas lelah setelah memeras otak dan tenaga selama bekerja.

Begitu terlukanya batinku kala harus melambai-lambai tangan sambil mengucap salam ketika hendak berangkat kerja, sampai-sampai si bungsu melambai-lambaikan tangannya hingga aku telah berada di tikungan rumahku. Senyumnya yang manis menyisakan rindu yang teramat dalam untuk bisa bersamanya selalu. Atau ia malah tak berexpresi sama sekali. Tatapannya dingin, seolah memberi isyarat padaku jika ia sedang protes padaku.

Terkadang, bila si bungsu sedang tak ingin ditinggalkan olehku, ia benar-benar marah sambil berteriak keras sekali.
"Mama ga' boleh kerja !" rengeknya.
"Kalo mama ga' kerja, nanti beli susu gimana ?, kan Mama kerja cari uang, uangnya untuk beli susu dede" aku mencoba berdalih.
"ga' boleh !" si bungsu tambah keras merengek.
"Nanti kalo Mama ga' kerja, nanti dede ga' bisa mimi cucu" lagi-lagi aku merayunya.
Akhirnya si bungsu mengangguk. Meski ia memeprbolehkan aku bekerja, namun aku mampu merasakan apa yang dirasakannya kala itu. Mungkin ia belum puas melepas rindunya bersamaku.

Senin itu, aku berangkat menuju tempat kerjaku seiring dengan bayang-bayang raut wajah anak bungsuku. Wajahnya yang lugu seolah memberiku semangat untuk melalui hari Senin yang amat kubenci. Saat aku menciumnya, ciuman hangat dariku seakan kucium wangi surga. Pelukan erat yang tak ingin kulepas membayangi detik demi detik waktuku di tempat kerja.

Rutinitas ini harus kulalui dengan ikhlas dengan berharap berbuah pahala dari Sang Illahi. Aku berada dalam dilema tiada bertepi. Antara membantu mengais rejeki bersama suami atau hanya menjadi ibu rumah tangga untuk mengasuh buah hati kami dan mengurusi pekerjaan-pekerjaan di rumah.

09 Juni 2009

Yang Tak Punya Malu

Karawang, Kumpulan Cerpen Siti Arofah. Dengan kulitku yang putih dan bersih, aku sekilas tak tampak seperti orang tak punya. Tetangga kami semua nampak bingung dengan kulitku yang putih dan bersih, karena kedua orang tuaku berkulit sangat berbeda denganku.

Kulit kedua orang tuaku agak sawo matang. Namun seputih kulitku ini tak seputih jalan kehidupanku. Telah begitu banyak pahit getir yang telah kulalui. terlahir dari keluarga tak mampu. Aku tak tau siapa sebenarnya ayahku. Ini disebabkan oleh Ibuku yang terpaksa harus mengamen di dalam bus kota di jakarta, pindah dari satu bus ke bus kota yang lain. Membuat ia terbiasa dengan hiruk pikuknya malam seperti tiada bertepi. Manusia - manusia yang mengadu nasib di jalan terbiasa dengan kehidupan bebas, mereka selalu lupa akan adanya aturan agama. Hingga mereka terbenam dalam lautan yang memabukkan meski ada sedikit batin yang bergejolak akan salah yang mereka jalani.

Ibuku telah pasrah, karena telah mengiba kepada beberapa laki-laki teman dekatnya sebelumnya, namun tak juga ada yang mau mengakui aku sebagai anaknya. Hingga suatu hari saat aku terlahir dan telah menghirup udara selama 7 bulan, ada seorang laki-laki yang mau mengakui sebagai ayahku. . Itupun ibuku sebagai istri keduanya. Istri pertamanya telah memiliki empat anak. Bagaimana mungkin ayah menghidupi kedua dapurnya padahal ia berbekal dengan hanya sebuah bajaj tua yang katanya terlampau sering mogok di jalan.

Ibuku yang tegar meski selalu saja ada terbesit kata-kata mengeluh, namun tak pernah aku melihat air matanya sedikitpun seumur hidupku. Ia selalu merawatku dengan kasih yang tulus, meski hidup kami sangat susah. kami semua berupaya untuk tetap dapat bertahan hidup. "Jangan pernah ada kata putus asa" begitu yang selalu kami tanam dalam-dalam di sanubari kami. Ah, begitu bangganya aku pada ibuku.

Di setiap malam tak pernah kami menghirau lagi akan tubuh yang letih sambil menggigil. Ibuku tak pernah lupa menyelimuti aku dengan mantel bekas. Mantel yang masih lumayan bagus, tak ada sisi kainnya yang sobek. Mantel itu berwarna kuning muda, dengan kerah berwarna putih yang pernah didapat dengan cuma-cuma dari bazar sekolah dekat dengan tempat tinggal kami. Pernah suatu ketika aku memohon "kenapa harus malam-malam mengamennya ?". Dengan nada datar ibuku menjelaskan "kalo siang panas, ibu kasian sama kamu".

Kami tinggal bersama nenek. Di sebuah rumah petakan yang kami kontrak per tahun, berukuran 3 X 8 meter. kamar mandi kami cuma satu yang kami pakai bersama dengan sesama tetangga kontrakan. Di rumah nenek, bersama ketiga anaknya kami tinggal bersama. Adik dan kakak ibuku juga harus membanting tulang dengan sama-sama mengadu nasib di jalan pula. Sedang nenek berjualan panganan kecil yang dijajakan di Terminal Bus Kota Blok M.

Bila penumpang bus keliatan telah menyusut, ibuku segera beranjak pulang. sebelumnya menghitung uang yang telah didapatnya hari itu. Kadang ibuku hanya terdiam, lalu bergegas pulang. Kadang juga ibuku nampak tersenyum, bahkan langsung meluncur ke rumah makan untuk membelikan makan malam untuk aku dan sekeluarga di rumah nenek. Mungkin senyumnya itu pertanda ia telah mendapat hasil yang lebih dari yang diinginkannya.

Kehidupan kami nampak terbalik dari kehidupan manusia-manusia normal lainnya. Malam kami jadikan siang, siang kami jadikan malam. Bila malam kami pergi mencari nafkah, Bila siang, kami tertidur dengan pulas. Namun tidur ibuku dan nenek tidak lama, mereka harus menyiapkan panganan yang akan dijual nenek malam nanti.

Mungkin kami ini telah disebut sebagai kaum yang disebut tak punya malu, Kami sudah tak memperdulikan lagi cercaan itu. Yang terpenting bagi kami adalah bagaimana kami bisa bertahan hidup tanpa mencuri.