15 April 2009

Jazakallah Yaa Ibu dan Bapakku

Entah bagaimana aku bisa membalas semua kebaikannya padaku. Semoga Allah swt selalu memberikan balasannya atas segala kebaikannya selama ini. Robbighfirli, wali-wali dayya warhamhuma kama robbayani soghiro. Amiiin.



Aku sangat bersyukur pada Allah swt bahwa aku yang sampai detik ini masih diberikan kesempatan menghirup segarnya dunia, hingga kini aku telah dikaruniai sepasang putra dan putri yang manis-manis dan lucu-lucu. Lewat tangan-tangan kedua orang tuaku lah aku bisa seperti sekarang ini.

Aku bungsu dari 4 bersaudara, semua kakak-kakakku laki-laki. Kedua orang tuaku sangat menyayangi kami semua. Perekonomian kedua orangtuaku saat itu terbilang cukup, tidak lebih dan tidak kurang. Pernah kuingat, saat ibu memiliki kue atau panganan, selalu ada cara dari ibu, agar semua bisa terbagi dan tidak saling berebut. "Gambreng dan suit", seperti sistem undi, siapa yg menang dalam gambreng, ia berhak memilih terlebih dahulu bagian-bagian makanan yang telah ibu bagi beberapa bagian. karena aku perempuan sendiri, dan beda kami cukup jauh, aku tidak ikut gambreng. terkadang bapak mendidik kami dengan sangat keras, sedang Ibu terlihat berusaha mengimbangi bapak dengan bersikap lemah lembut kepada kami sebagai anak-anaknya.

Telah sering kali Ayah bercerita padaku, mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepadanya saat ini. Ayah selalu menceritakan masa-masa sulit dahulu. Pernah suatu ketika, ayah harus membuat bungkus dari kertas untuk di jual ke sebuah toko di daerah Santa, karena kala itu belum ada bungkus pelastik ( kresek ). Ketiga kakakku ingin ikut semua, meski dengan jalan kaki semuanya merasa senang. Setelahnya mereka pulang dengan membeli segelas es dawet untuk dinikmati ketiga kakakku. Air mataku sempat meleleh meski hanya mendengar ceritanya.

Saat masa kecilku yang nakal, pernah suatu kali, ketika Ayah pulang dari kerja. Aku memecahkan gelas Mug yang baru saja dibeli ayah. Tentu saja ayah sangat kecewa. Tapi ayah tak memarahiku. Aku hanya bisa menangis, sebab aku tak sengaja menjatuhkan gelas Mugnya.

Aku pernah ingat, Ayah mengajakku naik bus umum Tingkat ( berlantai 2 ). Perjalanan itu sangat aku nikmati. Kami naik di lantai 2 paling depan, sehingga kami dapat puas melihat pemandangan yang kami lewati. Dalam pangkuannya, aku mendengarkan cerita ayahku. hatiku sangat riang kala itu. Meski tujuan kami hanya ingin naik bus Tingkat saja. Kami kembali di tempat semula.

Setiap kenaikan kelas. Ayah selalu mengajak kami ke Jakarta Fair. Aku dibelikan sepatu yang aku pilih sendiri sebagai hadiah bahwa aku mendapat rangking di kelas. Kami anak-anaknya merasa sangat senang sekali berada di tempat itu. pulangnya kami naik bis umum.

Bila di kantor ayah ada pesta, Ayah selalu bawa beberapa potong kue blackforest untuk dibagikan kepada kami di rumah.