"Ma,.. ini nilai matematika aku, 100 Ma, ini ada yang lainnya juga, lihat ya Ma", zaki, anakku yang pertama mencoba menunjukkan hasil-hasil test formatifnya kepadaku, padahal aku baru saja pulang dari kantor. Begitu sumringah mukaku ketika melihat kertas-kertas nilai formatif anakku itu. Nilainya cukup menggembirakan, ada yang 100, ada yang 95. Apalagi Salwa, senyumnya yang khas ditampakkan saat aku akan membuka pintu pagar rumah kami, karena baru berusia dua tahun itulah, ia baru bisa senyam senyum aja. Terkadang pula si Kecil memeluk aku begitu turun dari motor. Capek yang aku bawa dari kantor dengan mudah bisa lenyap dengan sekejab karena melihat wajah-wajah ceria kedua anakku.
Kuadukan nilai zaki ke Abinya "Abi, ini nilai-nilainya zaki. Alhamdulillah bagus-bagus""Siapa dulu dong yang mengajarinya ?" bangganya Abi dengan senyum yang mengoda aku."Iya, iya, aku tau. makasih ya Bi telah memebimbing zaki dan Salwa menjadi cerdas" pujiku berharap aku mengakui kelihaian Abi mengajari anak-anaknya.
Zaki, lantas mulai bercerita padaku. Meski aku sedang di kamar untuk berganti baju, ia dengan sabarnya menungguku di luar kamar sambil bercerita. Ada saja yang diceritakan olehnya. kadang, ia memberitau kepandaian temannya menggambar HULK yang ada di TV. Kadang ia meminta jika kelas dua nanti, ia ingin extrakurikulernya ganti taekwondo. Sebelumnya ia ikut SEMPOA, berhitung matematika. "Zaki ga' mau ikut sempoa ? padahal dengan sempoa, zaki pintar dan cepat berhitung kan ?" kucoba merayunya."Tapi Ma, kalo zaki ikut taekwondo, kan zaki jadi bisa bela diri" anakku mecoba berdalih."Ya udah, kalo zaki senang taekwondo ga' papa, yang penting zaki senang ya, Mama juga senang" Meski kelas 2 nya zaki masih beberapa bulan lagi, Aku meng-iyakan kemauan anakku.Lucunya, zaki kalo berbicara jarang sekali berhenti, dan intonasinya cepat sekali.
Sejak kecil Zaki kukira cukup banyak kosa katanya. Pernah suatu ketika, di malam hari ketika ingin berbelanja ke minimarket terdekat, di saat kami sedang dalam perjalan pulang sambil mengendarai motor, zaki menanyakan padaku "Kemana bulannya Mah ?" "Bulannya sedang ngumpet di belakang awan" bermaksud agar anakku mudah menerima kata-kataku kucoba dengan bahasa sesederhana mungkin."Oh, bulannya bersembunyi di balik awan ya Mah" zaki balik bertanya padaku lagi.Betapa malunya aku, tak kuduga, anakku yang baru berusia 2 tahun, tapi kata-katanya lebih baik ketimbang aku Mamanya. Entah dari mana kosa katanya itu, yang jelas saat itu, aku hanya mampu berucap Hamdallah berkali-kali.
Berbeda dengan Salwa, adiknya. Hingga usia telah menginjak 2 tahun, ia belum mahir mengucapkan kata-kata. kata-kata yang diucapkan terkadang kurang jelas. Mungkin yang bisa mengerti ucapannya hanya orang terdekat saja yang sering bersamanya. Namun ia memeiliki kelebihan lain. Di usianya, ia mampu melipat baju, atau celananya sendiri. Bahkan ia mampu mengepel dan menyapu lantai. Anak-anak memiliki keunikan masing-masing yang seharusnya kita syukuri.
"Zaki, mau disuapin sama siapa maemnya ? sama Abi atau Mama ?" tanyaku."Sama mama aja" pintanya."Bibi, Tolong Salwa disuapin yaach, saya harus nyuapin kakaknya.Saat ini, kucoba bujuk hatinya agar ia mau sholat berjama'ah bersama abinya di masjid."Zaki, kan 4 bulan lagi zaki 7 tahun, kalo sudah 7 tahun zaki harus sholat, kan sudah dicatat sama malaikat. Nah mulai sekarang, zaki ikut Abi ya kalo ke masjid ?"Zaki hanya terdiam, entah apa yang ada dipikirannya.
Usai menyuapi makan Zaki, aku bergegas mandi dan segera berwudhu. Maghribpun tiba. Alhamdulillah zaki mau ke masjid bersama Salwa dan Abinya. Alhamdulillah, Zaki begitu mudah menuruti kata-kataku. "Wawa, Mama gantikan pakaian yach, kan mau ke masjid, pakai kerudung biar cantik" rayuku padanya.Untuk Salwa, agak-agak susah juga. Maklum baru berumur 2 tahun. Terkadang ia menurut, tapi kadang juga ga' mau. kalau abis mandi aja, ia yang menentukan pakaian apa yang akan dipakainya. Lucu sekali.
Waktu makan malam kami berduapun tiba, kupersiapkan terlebih dahulu, karena Abinya lebih suka makanan dalam keadaan serba hangat semua. Di saat makan yang hanya berdua itu, kami sempatkan obrolan-obrolan hangat, entah peristiwa di kantor, entah masalah anak-anak, apapun kami sempatkan.
Selesai makan, Kamipun kembali bersama-sama di kamar. Abinya mengajari Zaki pelajaran2 sekolahnya. Sedang aku sibuk bersama si Kecil, bercanda ria, bernyanyi anak-anak atau menggambar. Anak-anakpun bersuka ria. Kami selalu berusaha menjauhkan anak-anak dari pengaruh televisi. Oleh sebabnya, kami harus pintar-pintar mengatur jadwal kegiatan di rumah.
Kadang ada perasaan bersalah dalam diriku. Kapan aku bisa fulltime bersama mereka ? menemani setiap waktunya, detik demi detik. Padahal begitu indah bila bersamanya. Begitu banyak pahala yang dapat kuraih. Sedang aku masih bekerja. Terasa sekali waktuku bersamanya sangat pendek sekali. Jam 8, mereka telah tertidur pulas. Ah, Dunia,... dunia dan dunia itulah yang masih aku pikirkan. Mengapa aku masih dikalahkan oleh dunia yang fana ini. Sampai kapan aku mampu mengalahkannya ? Semoga ada sedikit celah hingga aku mau mengalahkan dunia ini untuk bisa membesarkan anak-anakku dengan tanganku sendiri. Amiiin.