16 September 2024

Harapan Yang Ku Sangka Hampir Padam

Rizal adalah seorang pria berusia 35 tahun yang merasa hidupnya telah jauh dari kebahagiaan. Pernikahannya dengan Maya, wanita yang dinikahinya sepuluh tahun lalu, mulai terasa hampa. Setiap kali mereka bertemu, suasana hati Rizal seolah dipenuhi dengan kemarahan dan ketidakpuasan. Caci maki sering terlontar dari mulutnya, dan Maya selalu menjadi sasaran amarahnya.

Maya, di sisi lain, adalah wanita yang lembut dan penuh pengertian. Meskipun ia tidak terlalu pandai dalam hal agama, ia selalu berusaha untuk berdoa dan menyebut nama Allah ketika suaminya melontarkan kata-kata kasar. "Ya Allah, tolonglah kami," sering kali terdengar dari bibirnya, meskipun hatinya hancur mendengar perkataan Rizal.

Setiap kali Rizal pulang dari bekerja, suasana di rumah menjadi tegang. Maya berusaha untuk menyambutnya dengan senyuman, tetapi Rizal sering kali datang dengan wajah cemberut. "Kenapa rumah ini berantakan? Apa kamu tidak bisa menjaga kebersihan?" serunya.

Maya hanya bisa menunduk, berusaha menahan air matanya. "Maafkan aku, Rizal. Aku akan berusaha lebih baik," jawabnya dengan suara lembut. Namun, jawaban itu hanya memicu kemarahan Rizal lebih lanjut. Ia merasa frustrasi dan tidak tahu bagaimana cara meluapkan rasa tidak puasnya yang semakin mendalam.

Hari-hari berlalu, dan pertengkaran antara Rizal dan Maya semakin sering terjadi. Setiap kali mereka bertengkar, Rizal tidak ragu untuk melontarkan kata-kata kasar. "Kamu tidak berguna! Kenapa aku menikah denganmu?" teriaknya.

Maya selalu berusaha untuk tetap tenang. "Ya Allah, berikan aku kekuatan," gumamnya di dalam hati. Ia tahu bahwa Rizal sedang berjuang dengan emosinya, tetapi rasa sakitnya semakin dalam. Ia merasa terjebak dalam hubungan yang penuh dengan kebencian.

Rizal merasa frustrasi dengan hidupnya dan mulai mencari pelarian. Ia menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah, berkumpul dengan teman-temannya dan mengabaikan Maya. Di saat yang sama, Maya merasa semakin kesepian. Ia mencoba untuk memahami suaminya, tetapi rasa sayang yang dulu ada seolah telah memudar.

Maya sering kali merenungkan keadaannya. "Apa yang salah dengan kami?" pikirnya. Ia berdoa setiap malam, berharap agar Tuhan menunjukkan jalan keluar dari situasi ini.

Suatu malam, setelah pertengkaran hebat, Maya tidak dapat menahan air matanya. Ia duduk sendirian di ruang tamu, memikirkan semua kenangan indah yang pernah mereka miliki. Namun, semua itu terasa jauh dan tidak bisa dijangkau. "Ya Allah, jika ini adalah ujian, berikan aku kekuatan," doanya dengan penuh harap.

Rizal pulang larut malam, dan melihat Maya yang duduk sendirian. "Kamu masih di sini? Kenapa tidak tidur?" tanyanya dengan nada sinis. Maya hanya menggelengkan kepala, tidak ingin memperburuk keadaan. "Aku hanya sedang merenung," jawabnya.

Maya merasa bahwa cinta yang dulu menyatukan mereka telah hilang. Ia merindukan Rizal yang dulu, suami yang penuh kasih dan perhatian. Namun, Rizal semakin menjauh, terperangkap dalam rasa marah dan ketidakpuasan. Ia tidak menyadari bahwa setiap kata kasar yang diucapkannya merobek hati Maya.

Suatu malam, ketika Rizal kembali dari pertemuan dengan temannya, ia tampak lelah dan marah. "Kamu tidak akan pernah mengerti betapa sulitnya hidup ini!" teriaknya. Maya hanya bisa menahan tangis. "Ya Allah, berikan aku petunjuk," bisiknya.

Suatu hari, Maya memutuskan untuk menghadiri pengajian di dekat rumah. Ia berharap dapat menemukan ketenangan dan pemahaman tentang pernikahannya. Dalam pengajian itu, ia mendengar tentang pentingnya sabar dan berdoa dalam menghadapi ujian hidup.

"Ketika kita menghadapi kesulitan, ingatlah untuk selalu menyerahkan segalanya kepada Allah," ucap ustazah. Kata-kata itu menyentuh hati Maya. Ia pulang dengan semangat baru dan bertekad untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, berharap agar rizal juga mengikuti jalan yang sama.

Namun, ketika Maya mencoba untuk berbicara dengan Rizal tentang hubungannya, ia kembali dihadapkan pada kemarahan suaminya. "Apa lagi yang mau kamu bicarakan? Aku sudah bilang aku tidak mau mendengarnya!" teriak Rizal.

Maya merasa putus asa, tetapi ia tetap menyebut nama Allah dalam hatinya. "Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk bertahan," doanya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengubah Rizal, tetapi ia bisa berusaha untuk memperbaiki dirinya sendiri.

Maya mulai aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya dan menemukan dukungan dari teman-teman baru. Ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri meskipun Rizal tidak menghargainya. Dengan dukungan teman-temannya, Maya mulai merasa lebih kuat dan berani menghadapi situasi sulit ini.

Rizal semakin merasa terasing, melihat istrinya mulai menemukan kebahagiaan di luar pernikahan mereka. Ia merasa cemburu dan marah, tetapi tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya.

Suatu hari, saat Maya sedang mengajar di kelas pengajian, Rizal datang tanpa pemberitahuan. Ia melihat Maya berbicara dengan penuh semangat kepada orang-orang. Melihat istrinya yang bersinar, Rizal merasa ada sesuatu yang tersentuh dalam hatinya.

Setelah itu, Rizal mencoba untuk berbicara dengan Maya. "Aku melihatmu di pengajian tadi. Kenapa kamu tidak pernah mengajakku?" tanyanya dengan nada lebih lembut. Maya terkejut, tetapi merasa ada harapan baru. "Aku ingin kita berdua bisa lebih baik, Rizal," jawabnya.

Rizal mulai terbuka untuk mendengarkan Maya. Mereka mulai berbicara tentang masalah yang ada dalam hubungan mereka. Meskipun sulit, Maya berusaha untuk tetap sabar dan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu.

Setiap kali Rizal melontarkan kata-kata kasar, Maya dengan tenang menyebut nama Allah, mengingatkan dirinya untuk tetap berpegang pada harapan. "Ya Allah, berikan kami petunjuk," doanya dalam hati.

Seiring berjalannya waktu, Rizal mulai menyadari betapa banyak kesalahan yang telah ia buat. Ia berusaha untuk mengubah sikapnya dan lebih menghargai Maya. "Aku minta maaf atas semua yang telah terjadi," katanya suatu malam. Maya merasa haru dan bersyukur.

Walaupun perubahan itu tidak instan, Maya merasa ada kemajuan. Mereka mulai menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan menemukan kembali cinta yang sempat hilang.

Maya dan Rizal mulai berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka menghadiri pengajian bersama dan belajar tentang arti sabar dan kasih sayang dalam sebuah keluarga. Setiap kali Rizal merasa marah, ia berusaha untuk mengambil napas dalam-dalam dan mengingat apa yang telah mereka lalui.

Maya merasa bahagia melihat usaha Rizal. Ia tahu bahwa proses ini tidak mudah, tetapi ia percaya bahwa mereka bisa melewati semua ini bersama.

Suatu malam, Rizal mengajak Maya untuk makan malam romantis di rumah. Ia menyiapkan makanan kesukaan Maya dan menghias meja dengan lilin. "Aku ingin kita memulai lembaran baru," katanya dengan tulus.

Maya terharu melihat usaha Rizal. "Aku juga ingin kita bisa lebih baik," jawabnya. Mereka berbicara dengan penuh kasih, saling mengingatkan tentang pentingnya cinta dan pengertian dalam pernikahan.

Dengan semangat baru, Rizal dan Maya bertekad untuk membangun masa depan yang lebih baik. Mereka mulai menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh cinta dan saling menghargai. Setiap kali ada perbedaan pendapat, mereka berusaha untuk berbicara dengan baik dan tidak terbawa emosi.

Maya merasa bahwa dengan menyebut nama Allah dan berdoa, ia memiliki kekuatan untuk menghadapi segala rintangan. Rizal pun mulai belajar untuk lebih menghargai Maya dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Seiring waktu, hubungan mereka semakin kuat. Rizal dan Maya merasakan kebahagiaan yang kembali dalam rumah tangga mereka. Mereka mulai merencanakan masa depan bersama, termasuk pergi berlibur dan menghabiskan waktu berkualitas dengan anak-anak.

Maya merasa bersyukur atas perjalanan yang telah mereka lalui. Ia menyadari bahwa meskipun ada masa-masa sulit, cinta yang tulus bisa mengatasi segalanya.

Suatu malam, saat mereka duduk bersama di teras, Rizal mengajak Maya untuk merenung. "Kita telah melewati banyak hal, dan aku bersyukur kita bisa sampai di sini," ucapnya. Maya tersenyum, merasa bahagia melihat perubahan suaminya.

"Ya Allah, terima kasih atas semua petunjuk dan kekuatan yang Engkau berikan," doa Maya dalam hati, mengingat semua yang telah mereka lalui.

Dengan hati yang penuh cinta, Rizal dan Maya melangkah maju bersama. Mereka belajar untuk saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk mencintai dan memperbaiki diri.

Mereka menyadari bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang komitmen, pengertian, dan usaha. Dalam setiap langkah, mereka berusaha untuk tetap berpegang pada kasih sayang dan iman kepada Allah.

Dengan penuh harapan, Rizal dan Maya melanjutkan kehidupan mereka. Mereka telah belajar bahwa meskipun ada rintangan, cinta yang tulus bisa mengatasi segalanya. Setiap masalah yang mereka hadapi menjadi pelajaran berharga untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Maya merasa bahagia bisa menyebut nama Allah dalam setiap doanya, dan Rizal berjanji untuk selalu berusaha menjadi suami yang lebih baik. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi bersama-sama, mereka bisa melewati segalanya.

Dalam pelukan satu sama lain, Rizal dan Maya menemukan harapan yang tak pernah padam. Mereka berdua bertekad untuk selalu berjalan beriringan, membangun masa depan yang penuh cinta dan kebahagiaan. Mereka tahu bahwa cinta sejati bisa tumbuh kembali, meskipun terpuruk dalam kesedihan. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.