Showing posts with label Narkoba. Show all posts
Showing posts with label Narkoba. Show all posts

Kisah Irwan yang Berakhir Duka

Irwan adalah anak yang ceria dan penuh harapan. Di mata orang tua dan teman-temannya, dia adalah sosok yang berbakat. Namun, semuanya mulai berubah ketika dia memasuki dunia baru di sekolah menengah atas. Teman-teman baru dan lingkungan yang berbeda memperkenalkan Irwan pada hal-hal yang sebelumnya tidak pernah dia kenal.

“Coba ini, Irwan. Kamu akan merasa lebih baik!” seru salah satu temannya, mengulurkan sesuatu yang kecil dan berkilau.

Awalnya, Irwan merasa ragu, tetapi rasa ingin tahunya mengalahkan segalanya. Sekali mencoba, dia merasa seolah terbang. Sensasi yang luar biasa membuatnya ingin terus mencobanya. Sejak saat itu, hidupnya mulai berputar dalam lingkaran setan.

“Kenapa kamu tidak fokus pada sekolah? Kamu punya potensi besar!” tegur ayahnya suatu malam saat melihat Irwan pulang larut.

“Bisa saja, Yah. Aku hanya butuh waktu untuk bersenang-senang,” jawab Irwan sambil berusaha menyembunyikan ketidaknyamanan di hatinya.

Seiring waktu, kebiasaan buruk Irwan semakin mengakar. Dia mulai mengabaikan sekolah, hubungan dengan teman-teman yang baik, dan bahkan keluarganya. Orang tuanya, yang menyadari perubahan drastis dalam diri Irwan, berusaha berbagai cara untuk membantunya.

“Irwan, kami akan membawamu ke pusat rehabilitasi,” kata ibunya dengan suara penuh harapan.

“Tapi aku tidak punya masalah, Bu!” teriak Irwan, merasa tertekan.

Pusat rehabilitasi menjadi tempat pertama bagi Irwan untuk mencoba mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan banyak orang yang memiliki cerita serupa. Namun, meskipun di sana, hatinya masih tertutup.

“Ini bukan tempat yang tepat untukku,” pikirnya. Setiap kali dia mencoba untuk berkomitmen, godaan dari luar selalu menariknya kembali.

Setelah beberapa bulan, Irwan keluar dari rehabilitasi dengan harapan baru. Namun, semua itu sirna ketika dia kembali ke lingkungan lamanya. Teman-teman lama memintanya bergabung kembali, dan Irwan pun terjatuh ke dalam kegelapan yang sama.

“Lihat, Irwan! Kami sudah menunggu kamu!” seru temannya, menawarkan kembali barang yang sama.

Irwan merasa terjebak. Dia ingin berubah, tetapi rasa ketergantungan itu lebih kuat.

Orang tua Irwan tidak menyerah. Mereka membawanya ke rehabilitasi kedua. Kali ini, Irwan berjanji pada dirinya sendiri untuk berubah. Dia mencoba mengikuti setiap sesi dengan serius, tetapi bayangan masa lalu terus menghantui.

“Jika kau ingin sembuh, kau harus benar-benar berusaha,” kata konselor rehabilitasi dengan tegas.

“Aku tahu, tapi rasanya sangat sulit,” jawab Irwan, merasa putus asa.

Beberapa bulan berlalu, dan Irwan mulai merasa ada kemajuan. Dia mulai belajar tentang diri dan masalahnya. Namun, saat dia pulang ke rumah, rasa nostalgia dan keinginan untuk kembali ke kehidupan lama kembali muncul.

“Coba satu kali lagi, dan aku akan berhenti,” pikirnya saat melihat teman-temannya mengadakan pesta.

Dia berpikir bahwa dia bisa mengontrolnya, tetapi itu adalah kesalahan fatal.

Kembali ke jalan yang salah, Irwan merasa terjebak dalam siklus yang tidak ada habisnya. Dia terus berusaha untuk mengabaikan semua yang telah dia pelajari di rehabilitasi. Hubungan dengan orang tuanya semakin memburuk, dan mereka merasa putus asa.

“Irwan, tolong. Kami hanya ingin kamu kembali,” kata ibunya sambil menangis.

“Aku bisa mengurus diriku sendiri!” teriak Irwan, yang merasa tertekan.

Satu malam, Irwan merayakan keberhasilannya yang semu dengan teman-temannya. Dalam keadaan fly, dia merasa seolah bisa mengatasi segalanya. Namun, dalam keadaan tidak sadar, dia kehilangan kendali dan terjatuh ke dalam got saat berlari.

Keesokan harinya, orang-orang di sekitar lokasi menemukan tubuh Irwan terbaring tak bernyawa di dalam got. Kabar tersebut menghancurkan hati orang tuanya. Mereka merasa gagal dalam menyelamatkan anak mereka.

“Kenapa ini harus terjadi?” kata ayahnya sambil menangis di samping peti mati Irwan. “Kami sudah berusaha sekuat tenaga.”

Di pemakaman, teman-teman dan keluarga berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Banyak yang menceritakan kenangan indah bersama Irwan, tetapi juga menyesali jalan yang dia pilih.

“Dia memiliki banyak potensi, tetapi sayangnya, kita tidak bisa membantunya,” ujar salah satu teman dengan suara penuh penyesalan.

Kehilangan Irwan menjadi pelajaran pahit bagi semua orang. Orang tuanya bertekad untuk berbagi kisah anak mereka untuk menyebarkan kesadaran tentang bahaya narkoba. Mereka berharap tidak ada lagi keluarga yang harus mengalami tragedi serupa.

“Semoga kisah Irwan bisa menyelamatkan satu jiwa pun,” kata ibunya sambil menatap langit, berdoa untuk anaknya yang telah pergi.

Setelah pemakaman Irwan, orang tua dan teman-temannya merasa kehilangan yang mendalam. Keluarga Irwan, terutama ibunya, berjuang untuk menghadapi kenyataan bahwa anak mereka tidak akan pernah kembali. Setiap sudut rumah mengingatkan mereka pada kenangan indah bersama Irwan.

Suatu malam, ibunya membuka album foto lama. Dia melihat gambar Irwan saat masih kecil, tersenyum ceria, penuh harapan. Air mata mengalir di pipinya. “Aku tidak bisa percaya ini semua telah berlalu,” bisiknya.

Orang tua Irwan, yang sangat terpukul, memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berarti. Mereka menghubungi komunitas lokal dan menawarkan diri untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Mereka ingin meningkatkan kesadaran tentang bahaya narkoba dan pentingnya dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah serupa.

“Jika cerita kami bisa membantu satu orang untuk tidak terjerumus, kami akan melakukannya,” ucap ayah Irwan dengan penuh tekad.

Mereka menyelenggarakan seminar di sekolah-sekolah dan pusat komunitas. Di depan audiens yang penuh perhatian, mereka berbagi kisah Irwan—cita-citanya, pertempurannya, dan akhirnya, kepergiannya.

“Setiap anak memiliki potensi. Kami tidak ingin ada yang mengalaminya seperti yang dialami Irwan,” kata ibunya dengan suara bergetar, tetapi penuh semangat.

Audiens terdiam, banyak yang terharu. Beberapa siswa bahkan mengangkat tangan untuk bertanya. “Bagaimana kami bisa membantu teman yang mungkin terjebak dalam masalah ini?”

Melihat ketertarikan dan kepedulian dari anak-anak muda, orang tua Irwan merasa ada harapan. Mereka mulai membangun jaringan dukungan bagi keluarga dan individu yang terpengaruh oleh narkoba. Mereka mengorganisir sesi konseling, grup diskusi, dan acara olahraga untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari pengaruh negatif.

“Ini bukan hanya tentang mencegah, tetapi juga tentang membangun komunitas yang saling mendukung,” kata ayah Irwan saat menjelaskan visi mereka.

Meskipun mereka berusaha keras, tidak semua orang mampu mengatasi rasa sakit kehilangan. Beberapa teman Irwan, yang masih terpengaruh oleh narkoba, merasa terbebani oleh penyesalan dan rasa bersalah. Salah satunya, Dika, merasa bahwa dia seharusnya bisa membantu Irwan.

“Aku seharusnya berbicara lebih banyak padanya,” keluh Dika kepada teman-temannya. “Kalau saja aku bisa membujuknya untuk tidak terus menggunakan.”

“Iya, tapi kita tidak bisa mengubah masa lalu. Kita harus belajar dari itu,” jawab salah satu temannya.

Seiring waktu, aktivitas yang dilakukan orang tua Irwan mulai menunjukkan hasil. Banyak anak yang mulai sadar akan bahaya narkoba. Beberapa dari mereka bahkan berinisiatif untuk membuat kampanye anti-narkoba di sekolah mereka.

“Cinta dan dukungan bisa menyelamatkan nyawa,” tulis mereka di spanduk yang mereka buat, mengingatkan semua orang tentang pentingnya perhatian terhadap teman-teman mereka.

Pada tahun pertama kepergian Irwan, orang tua dan teman-temannya mengadakan acara untuk mengenangnya. Mereka mengundang semua orang yang terlibat dalam kampanye dan memberikan penghormatan.

“Ini adalah cara kami untuk merayakan hidupnya dan semua yang telah dia ajarkan kepada kami,” ucap ibunya di hadapan kerumunan.

Mereka menyalakan lilin dan berbagi kenangan indah tentang Irwan, membuat semua orang merasa terhubung dalam cinta dan kehilangan.

Di tengah kesedihan, orang tua Irwan menemukan kekuatan baru. Mereka berkomitmen untuk terus berjuang demi anak-anak yang terjebak dalam lingkaran narkoba. Setiap seminar dan diskusi yang mereka lakukan membawa harapan baru bagi banyak orang.

“Setiap perubahan kecil bisa membuat perbedaan besar,” kata ayah Irwan dengan percaya diri.

Meskipun rasa sakit kehilangan masih ada, orang tua Irwan merasa bangga dengan apa yang telah mereka capai. Mereka mulai melihat dampak positif dari upaya mereka dan merasakan dukungan dari komunitas.

Suatu malam, ibunya menyalakan lilin di depan foto Irwan. “Kami akan terus berjuang untukmu, Nak. Kamu akan selalu hidup dalam hati kami,” ucapnya, berdoa untuk kedamaian.

Kisah Irwan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Orang tua dan teman-temannya terus berjuang untuk menciptakan perubahan, membagikan cinta dan pengetahuan untuk mencegah tragedi serupa terulang. Mereka tahu bahwa meskipun Irwan telah pergi, warisannya akan hidup selamanya dalam setiap jiwa yang mereka sentuh.

Dengan setiap langkah yang mereka ambil, orang-orang ini memastikan bahwa tidak ada lagi yang harus mengalami kegelapan yang sama seperti yang dialami Irwan. Mereka membuktikan bahwa cinta dan harapan bisa mengubah dunia, satu langkah kecil pada satu waktu. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

Jalan Hidup Evan, Dari Kegelapan Menuju Cahaya

Evan adalah seorang pemuda yang dulunya memiliki segalanya—impian, teman, dan keluarga yang mencintainya. Namun, semuanya mulai berubah ketika ia terjebak dalam dunia narkoba. Awalnya, ia hanya mencoba sekali, tetapi lama kelamaan, kecanduannya menguasai hidupnya. Ia kehilangan pekerjaan, teman-teman, dan akhirnya, keluarganya pun menjauh.

Hari-hari Evan dihabiskan dalam kegelapan, terasing dari dunia luar. Ia sering berkelana di tempat-tempat sepi, mencari dosis berikutnya. Di tengah kebohongan dan rasa sakit, ia merindukan masa-masa ketika hidupnya masih bermakna.

Suatu malam, setelah menghabiskan waktu di tempat gelap, Evan terbangun di sebuah gang sempit. Rasa sakit kepala yang luar biasa dan kesepian menghantui dirinya. Di sana, ia melihat seorang pengemis tua yang sedang membaca Al-Qur'an. Meskipun kondisi pengemis itu sangat memprihatinkan, ia tampak tenang.

Evan tergerak, “Mengapa kau masih bisa tersenyum di tengah kesulitan?”

Pengemis itu menatap Evan dengan lembut. “Hidup ini penuh ujian, Nak. Tapi ada harapan di dalamnya. Kau bisa memilih untuk berubah.”

Kata-kata itu menyentuh hati Evan. Ia merasakan secercah harapan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Keesokan harinya, Evan memutuskan untuk mencari bantuan. Ia mengunjungi pusat rehabilitasi dan mulai menjalani proses pemulihan. Dalam perjalanan ini, ia bertemu dengan banyak orang yang memiliki kisah serupa. Mereka saling mendukung dan berbagi pengalaman.

Evan mulai memahami pentingnya kepercayaan, harapan, dan iman. Ia mulai membaca buku-buku spiritual dan mendalami ajaran agama. Setiap hari, ia merasa semakin dekat dengan dirinya yang sebenarnya.

Setelah beberapa bulan di rehabilitasi, Evan berhasil melepaskan diri dari kecanduan. Ia merasakan kebebasan yang luar biasa, tetapi ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Evan bertekad untuk menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain.

Ia mulai aktif di komunitas, membantu mereka yang masih terjebak dalam kecanduan. Menggunakan pengalaman hidupnya, ia berbagi kisah dan memberikan semangat kepada orang-orang yang berjuang untuk bangkit.

Seiring waktu, Evan merasakan panggilan untuk berdakwah. Ia ingin menyebarkan pesan-pesan positif dan memberikan harapan kepada orang-orang yang hilang arah. Dengan bimbingan seorang ustaz, ia mulai belajar tentang dakwah dan cara menyampaikan pesan dengan baik.

Evan mulai aktif di masjid, memberikan ceramah dan berbagi pengalaman hidupnya. Ia berbicara tentang pentingnya keimanan dan kekuatan untuk bangkit dari kegelapan.

Meski hidupnya telah berubah, ujian tetap datang. Suatu hari, seorang teman lama menghubunginya, menawarkan narkoba. Evan merasakan godaan yang kuat, tetapi ia teringat semua perjuangannya.

Dengan tegas, ia menolak. “Aku tidak lagi hidup dalam kegelapan. Aku telah menemukan cahaya.”

Kejadian itu semakin menguatkan tekadnya untuk terus berada di jalur kebaikan. Evan menyadari bahwa perjalanan ini tidak hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang membantu orang lain menemukan jalan yang benar.

Evan kini dikenal sebagai pendakwah yang inspiratif. Ia terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya narkoba dan pentingnya iman. Setiap kali ia melihat orang-orang yang berhasil bangkit dari kegelapan, hatinya dipenuhi rasa syukur.

Dari seorang pecandu menjadi pendakwah, perjalanan Evan adalah bukti bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah. Dengan iman dan tekad, cahaya selalu bisa ditemukan di ujung jalan yang gelap.

Setelah Evan menjalani proses pemulihan dan mulai berdakwah, ia merasa perlu untuk menghubungi keluarganya. Ia tahu bahwa hubungan mereka selama ini terputus, dan rasa bersalah menyelimuti hatinya. Dengan tekad yang bulat, Evan mengirim pesan kepada ibunya, meminta untuk bertemu.

Ketika hari yang ditunggu tiba, Evan berdiri di depan rumah orang tuanya, jantungnya berdegup kencang. Ia mengetuk pintu, dan setelah beberapa detik, ibunya membuka pintu. Wajahnya tampak terpukul antara rindu dan kebingungan.

“Evan...” suara ibunya bergetar. Air mata mengalir di pipinya.

Evan memeluk ibunya erat, merasakan hangatnya kasih sayang yang sempat hilang. “Ma, aku minta maaf. Aku telah berubah.”

Setelah pertemuan itu, Evan menghabiskan waktu bersama keluarganya. Ia menjelaskan perubahannya dan bagaimana agama membantunya menemukan kembali jati diri. Awalnya, mereka ragu, tetapi seiring waktu, mereka mulai melihat ketulusan dan dedikasi Evan.

Ibunya sering mengajak Evan berbagi cerita dengan anggota keluarga lainnya. Mereka mulai memahami perjuangan yang telah dilalui Evan dan merasakan bangga akan keberaniannya.

Melihat perubahan positif dalam diri Evan, keluarganya mulai memberikan dukungan. Mereka menghadiri ceramah yang diadakan Evan di masjid dan merasa terinspirasi oleh kisah hidupnya. Keluarga Evan pun mulai aktif dalam kegiatan sosial, membantu orang-orang yang terjebak dalam masalah serupa.

Evan merasakan bahwa kehadiran keluarganya di sampingnya memberikan kekuatan lebih. Ia tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mendorong keluarganya agar menjadi lebih baik.

Seiring berjalannya waktu, hubungan Evan dengan keluarganya semakin erat. Mereka sering berdiskusi tentang iman dan nilai-nilai kehidupan. Evan merasa bahagia melihat keluarganya kembali bersatu dan saling mendukung.

Setiap kali ia berceramah, keluarga selalu ada di barisan depan, memberikan dukungan moril. Mereka menjadi tim yang solid dalam menyebarkan pesan kebaikan.

Perubahan Evan tidak hanya berdampak pada dirinya, tetapi juga pada keluarganya. Mereka belajar untuk saling memaafkan dan menerima masa lalu. Kasih sayang yang sempat hilang kini kembali tumbuh dengan kuat.

Evan menyadari bahwa perjalanan hidupnya adalah tentang menemukan kembali cinta dan harapan, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang terkasih. Keluarga adalah sumber kekuatan yang tak ternilai, dan kini mereka bersatu dalam misi kebaikan.

Pertarungan Cinta dan Ketergantungan : Cerita Menyentuh tentang Menyelamatkan Sang Kekasih dari Narkoba

Dengan hati berdebar, Siti melangkah masuk ke dalam kamar apartemen kekasihnya, Reza. Sesuatu yang tidak beres telah terjadi, dan Siti merasa khawatir setengah mati.

"Reza? Kau di dalam?" Siti memanggil dengan suara gemetar.

Tak ada jawaban. Siti pun semakin panik dan segera mencari Reza.

Saat membuka pintu kamar, Siti terkesiap. Reza terbaring tak sadarkan diri di lantai, dengan botol obat-obata berserakan di sekitarnya.

"Ya Tuhan, Reza!" Siti menjerit histeris, segera menghampiri dan mengguncang tubuh Reza.

Dengan tangan gemetar, Siti berusaha membangunkan Reza. Namun, tak ada respon. Wajah Reza pucat pasi, napasnya lemah.

"Reza, kumohon, bangun! Jangan tinggalkan aku!" isak Siti putus asa.

Dengan panik, Siti segera menghubungi nomor darurat. Setelah memberikan informasi yang dibutuhkan, Siti kembali menatap nanar ke arah Reza.

"Kumohon, bertahanlah, Reza. Aku akan selalu ada untukmu," gumam Siti di sela-sela tangisnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara sirine ambulans. Siti segera membuka pintu dan memandu tim medis menuju ke kamar Reza.

"Pasien overdosis obat-obatan. Cepat, tolong dia!" pinta Siti dengan wajah penuh kekhawatiran.

Para medis segera menangani Reza dengan cekatan. Siti hanya bisa menatap nanar, berharap Reza akan selamat.

Ketika Reza dibawa ke rumah sakit, Siti mengenggam erat tangannya. Air mata tak henti-hentinya mengalir di pipinya.

"Reza, kumohon, jangan menyerah. Aku ada di sini untukmu. Aku tidak akan meninggalkanmu," bisik Siti dengan suara parau.

Siti tahu, perjalanan panjang akan dimulai. Ia harus mencoba sekuat tenaga untuk menyelamatkan Reza dari cengkeraman narkoba. Apapun yang terjadi, Siti akan tetap berada di sampingnya, menjadi cahaya di tengah kegelapan.

Perlahan, Reza membuka matanya. Pandangannya masih kabur, namun ia dapat melihat sosok Siti yang duduk di sisi ranjangnya, wajahnya penuh dengan gurat kekhawatiran.

"S-Siti..." Reza berbisik dengan suara lemah.

Siti langsung mengenggam erat tangan Reza, air mata membasahi pipinya.

"Ya, Reza, ini aku. Syukurlah kau sudah sadar," ujar Siti dengan nada lega bercampur kesedihan.

Reza menatap Siti dengan pandangan bersalah. Ia menyadari apa yang telah ia lakukan dan betapa menyakitkan bagi Siti.

"Maafkan aku, Siti. Aku... aku tidak tahu harus bagaimana lagi," ujar Reza dengan suara bergetar.

"Sshhh, tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau sudah selamat," Siti berusaha menenangkan Reza sambil mengusap lembut pipinya.

Reza menutup matanya erat, mencoba menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Aku... aku pecandu narkoba, Siti. Aku tak bisa menghentikannya. Aku takut kau akan meninggalkanku," bisiknya penuh keputusasaan.

Siti terdiam sejenak, lalu menatap Reza dengan sorot mata penuh keyakinan.

"Reza, dengarkan aku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kita akan berjuang bersama-sama untuk menghadapi ini. Aku akan selalu ada di sampingmu, apapun yang terjadi," ujar Siti dengan tegas.

Reza membuka matanya, menatap Siti tak percaya. Ia bisa melihat kesungguhan dan cinta yang terpancar dari wajah Siti.

"Siti... terima kasih. Aku... aku tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikanmu," ucap Reza lirih.

Siti tersenyum lembut, lalu mengecup kening Reza dengan penuh kasih sayang.

"Kau hanya perlu berjuang untuk sembuh, Reza. Itu sudah lebih dari cukup bagiku," bisik Siti.

Reza merasakan setitik harapan kembali menyala di dalam hatinya. Dengan Siti di sisinya, mungkin ia bisa melalui semua ini. Bersama-sama, mereka akan menghadapi apapun yang datang.

Dari Tanah Lahan ke Dunia Kedokteran: Kisah Sukses Petani yang Menginspirasi



Dulu, di sebuah desa kecil yang indah, hidup seorang petani bernama Bambang. Bambang adalah seorang petani yang gigih dan penuh semangat dalam bekerja di ladangnya setiap hari. Meskipun hidupnya sederhana, Bambang selalu bahagia karena memiliki keluarga yang hangat dan penuh kasih.

Suatu hari, Bambang mendapat mendapat ide brilian. Dia ingin anaknya, Angga, menjadi seorang dokter yang terkenal dan dapat membantu orang-orang yang sakit di desa mereka. Meskipun awalnya Ayu, istri Bambang, ragu dengan ide tersebut karena biaya pendidikan dokter sangat mahal, namun Bambang tetap pantang menyerah.

Bambang bekerja keras setiap hari di ladang untuk mengumpulkan uang demi biaya sekolah Angga. Dia menabung setiap sen yang dia dapat dari hasil panen ladangnya dan mengorbankan waktu luangnya hanya untuk mewujudkan impian tersebut.

Meskipun banyak rintangan yang dia hadapi, Bambang tidak pernah menyerah. Dia terus bekerja keras dan bersikeras untuk memastikan bahwa Angga dapat mengejar mimpinya menjadi seorang dokter. Setiap kali Angga pulang dari sekolah, Bambang selalu memberikan dukungan dan motivasi agar Angga tetap semangat belajar.

Waktu pun berlalu, Angga tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan berbakat. Dia berhasil lulus ujian masuk perguruan tinggi kedokteran dengan prestasi gemilang. Bambang begitu bangga melihat anaknya berhasil meraih impian yang mereka idamkan bersama.

Angga belajar dengan giat dan tekun di perguruan tinggi kedokteran. Dia mendapatkan dukungan penuh dari Bambang dan Ayu yang selalu menyemangatinya setiap langkah perjalanan pendidikannya. Meskipun kendala-kendala masih muncul di sepanjang jalan, Angga tidak pernah menyerah dan selalu mengingat tekadnya untuk menjadi seorang dokter yang berkualitas.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun berjuang dan bekerja keras, Angga berhasil lulus ujian akhir dan menjadi seorang dokter yang sukses. Bambang dan Ayu begitu bahagia melihat anaknya mencapai cita-cita mereka. Mereka merasa terharu dan bersyukur karena semua perjuangan dan pengorbanan mereka tidak sia-sia.

Kisah inspiratif seorang petani yang bisa menyekolahkan anaknya menjadi seorang dokter mengajarkan kita tentang kekuatan tekad dan keteguhan hati. Bukan hanya tentang sebatang pohon, namun juga mengenai kehidupan seseorang yang penuh semangat dan keyakinan untuk meraih impian. Bambang adalah contoh nyata bahwa dengan kerja keras dan doa, segala hal adalah mungkin tercapai.

Dan Angga, sekarang menjadi sosok panutan bagi banyak orang di desa mereka. Dia tidak hanya menjadi dokter yang handal, tetapi juga memberikan inspirasi dan harapan bagi mereka yang juga bermimpi untuk meraih kesuksesan. Kisah Bambang dan Angga memberi kita pelajaran berharga bahwa setiap impian bisa menjadi kenyataan dengan usaha dan keyakinan yang tepat.


Setelah Aku Tau Kalau Kamu Pemakai

Setelah Aku Tau Kalau Kamu Pemakai
Hai Sobats Cerita Fiksi aku, kali ini saya ingin bercerita tentang Nisa yang memiliki pacar seorang pemakai narkoba. bagaimana kisahnya. Baca sampai habis ya Teman-teman semua.


Cerita ini diceritakan tentang seorang gadis bernama Nisa yang telah menjalin hubungan dengan pacarnya, Budi, selama hampir dua tahun. Mereka berdua saling mencintai dan membangun sebuah ikatan yang kuat. Namun, ada satu hal yang menjadi beban dalam hubungan mereka, yaitu kebiasaan buruk Budi sebagai pengguna narkoba.

Perkenalan itu Menjeratku Ke Bui

Tulisan ini Terinspirasi dari sebuah seminar yang aku hadiri 14 Maret kemarin, seminar tersebut bertema "Bahaya Narkoba bagi Kehidupan Kita. Aku adalah salah seorang siswi sebuah sekolah SMK Negri tidak beberapa jauh dari rumahku, di Jakarta.


Untuk menuju ke sekolahku, aku harus berganti Bus metromini sebanyak 2 kali. Kehidupan ekonomi keluarga kami terbilang rata-rata. hingga, uang saku untuk ke sekolah pas hanya untuk transpotasi naik bus kota dan jajan secukupnya. Keadaan inilah yang membuatku kurang nyaman, karena teman-temanku di sekolah tampak modis dengan asessoris barang bawaan mereka terlihat " wah ". Tidak sedikit teman-temanku tampak memamerkan HP keluaran terbarunya kepada teman2 kami di kelas, karena mereka beruntung memiliki orang tua berada. Sedang aku, agak malu jika dering sms tiba2 datang, sebab HPku HP item putih, dengan ringtone yang benar-benar sederhana sekali.

Bermula hanya sekedar iseng, namun akhirnya ini menjadi hobbyku setiap sabtu sore. "NGECENG di MALL", sapa tau ada cowo' keren yg mau ngajak aku nge-date. hehehe. Teman-teman di sekolahku sudah terbiasa oleh kegiatan ini. Oleh sebabnya, aku tertarik untuk mencobanya. Begitu banyak ABG-ABG nongkrong di pinggiran mall meski mereka tak membeli sedikit barangpun di mall itu. Aku tidak sendiri di tempat ini, tapi aku diajak oleh Tiwi, teman satu kelasku. tapi sesampainya di sana ia sudah bertemu dengan teman laki-laki yang sama-sama ABGnya, rupanya sebelumnya mereka telah janjian untuk saling bertemu di mall ini.

Dari ketinggian 10 meteran, meski sendiri aku mencoba santai sambil memandangi lantai dasar yang dipenuhi oleh aneka barang-barang, mulai dari perabot rumah tangga, showroom motor, aneka tas, aneka sepatu dan sandal, serta barang-barang lainnya yang berjajar cukup rapi dengan dipadati banyak pengunjung yg sekedar melihat-lihat maupun bertransaksi. maklum, sore ini adalah akhir pekan, dimana banyak orang yang ingin melewati akhir pekan dengan bersenang-senang setelah melewati hari-hari sebelumnya dengan aktifitas yang cukup padat.

Tiba-tiba saja pundakku terasa diketuk. Aku mencoba berbalik ke arah Si pengetuk pundakku. Ternyata seorang Negro, dengan badan hitam, tinggi dan besar. Dia mencoba bertanya kepadaku dengan bahasa Inggris. Kebetulan bahasa Inggrisku cukup lumayan, sehingga aku dapat mengerti apa maksud yang dikatakannya padaku. Dia kelihatan cukup ramah denganku. Rupanya dia hanya ingin berkenalan padaku. Lucu juga, meski badannya hitam legam, namun kalau tertawa, deretan gigi-giginya yang putih nampak terlihat jelas. Rupanya ia hanya ingin berkenalan denganku, dia menanyakan namaku, dan nomor handphoneku. Perkenalan itu hanya sesaat, setelah itu pergi meninggalkanku karena ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Akupun pulang, tubuh ini rasanya lelah sekali hingga Aku ingin cepat-cepat pulang.

Tepat 6 hari kemudian, dia menelponku. Dia menanyakan kabarku, dan ia ingin bertemu aku kembali. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu di salah satu tempat makan terkemuka di kotaku. Di tempat makan itu, dia terlihat sangat baik dan ramah kepadaku. Tiba-tiba ia menyodorkan sebuah benda yang terbungkus kertas kado dan diikat dengan sebuah pita merah. Indah sekali, batinku. Olehnya aku disuruh membuka bungkusan itu. Aku begitu kaget sekali setelah benda itu aku buka dari bungkusnya. Ada Sebuah handphone dengan merk terkenal dan keluaran terbaru. Dia utarakan maksudnya, bahwa ia memberikan ini untukku, karena ia jatuh cinta kepadaku, dan ia ingin aku menjadi kekasihnya. Aku hanya bisa tertunduk malu, tidak tau harus bagaimana, aku sedang berada dalam gundah gulana. sebuah dilema yang harus aku pilih. Hape ini harganya cukup mahal, tapi haruskah aku menjadi kekasihnya mengingat kulitnya yang hitam legam, apakah aku bisa menyayanginya ? Kubuang jauh-jauh pikiranku. Aku hanya bisa tersenyum tanda menyetuju permintaan sang Negro itu.

Hari-hari berikutnya, ia sering memberi hadiah-hadiah kejutan untukku. entah uang, entah barang, yang membuat aku berbunga-bunga terus, seolah ia benar-benar menyayangiku. Akupun semakin yakin, kalau ia akan menjadi teman hidupku kelak. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Dua bulan kemudian, ada suatu kejadian yang tak akan pernah aku lupakan sepanjang hidupku. Dia mengajakku ke sebuah cafe. Dia hanya bilang, ingin bersenang-senang aja. Di sana, Tanpa aku sadari, minuman yang telah dipesankan untukku dia berikan sesuatu bubuk yang bila meminumnya akan tertidur tanpa sadar beberapa jam. Bangun dari tidurku yang pulas itu, aku kebingungan, sedang berada dimana aku ? kulihat sepertinya aku sedang berada di sebuah kamar yang gelap dengan sebuah lampu redup. secara samar aku mendengar alunan musik di luar kamarku. Aku baru tersadar saat membuka selimut, ternyata tubuhku sama sekali tanpa busana selembarpun. aku menangis sejadi-jadinya. Namun tak ada seorangpun yang mendengar tangisanku karena di luar sana nampak bising oleh kerasnya suara lagu-lagu yang diputar. Aku baru ingat, bahwa tadi aku telah bersama si Negro itu. Aku menangis kembali. Jangan-jangan ia telah meniduri aku. Aku pulang dengan badan lemah lunglai. keluargaku hanya menanyakan, kenapa pulang sampai larut malam ?

6 minggu kemudian, aku merasakan banyak keanehan dalam diriku. aku sering muntah-muntah tanpa sebab. haidku juga belum datang-datang. Oleh Ibuku, aku diantar ke dokter. Tampak merah padam wajah ibuku saat dokter mengatakan aku positif hamil. Sesampainya di rumah, kedua orang tuaku langsung memarahiku. kedua orang tuaku nampak sangat marah sekali, hingga aku tidak boleh lagi tinggal dengan mereka. Aku hanya bisa menangis kala itu. kupandangi wajah mereka berdua saat kepergianku sambil sesenggukan. Aku tinggal tak tentu arah, kadang tidur di kolong jembatan, kadang tidur di depan toko yang telah tutup dengan dialasi beberapa kerdus yang berhasil kutemukan di sebuah bak sampah. sepanjang tidurku, aku hanya bisa menangis. Menangis sejadi-jadinya. Kenapa Negro itu melakukannya padaku ? Bukankah kita bisa menikah secara baik-baik ?

Sepanjang tangisanku, aku melamunkan bagaimana aku membesarkan anakku kelak ? Apa aku bisa memberinya makan ? Bagaimana biaya hidup kami ? Kucoba sms si Negro itu. Ternyata dia membalas smsku. Aku memintanya untuk dinikahinya. Anehnya, Dia mengiyakan kemauanku. Akupun dinikahinya secara resmi, tapi tanpa kehadiran kedua orang tuaku. Aku sudah sangat takut sekali bertemu dengan mereka. Dia selalu menafkahiku dengan baik, tanpa absen. Namun setelah bayi kami lahir, ia mulai memperlakukan aku dengan tidak semestinya. Sikapnya, kapanpun dia tak selembut dahulu, kini ia sangat kasar padaku. bahkan kepada anak kami. Air matakupun berurai lagi. Aku tidak tau harus bagaimana. Aku hanya bisa mengalah, sebab aku sangat takut ditinggalkan olehnya.
Dia semakin menjadi-jadi terhadapku. tak jarang tangannya mendarat ke pipiku berkali-kali. pernah suatu ketika ia membanting cangkir kopi ke arahku, namun aku sempat menangkis, hingga cangkir itu jatuh, kakiku sempat terkena serpihan-serpihan itu, aku hanya bisa menangis dan menangis lagi.

Di suatu malam, tidak seperti biasanya, ia mau berbicara denganku. Dia bermaksud agar aku menjadi kurir. Untuk membawa Heroin ke China. Aku menolaknya. Namun ia mengancam akan menceraikan aku, bila aku tidak bersedia menuruti kemauannya. Aku hanya diberi waktu 2 hari untuk memikirkannya. Apakah aku mau atau tidak. Selama 2 hari itu aku banjir air mata. Akhirnya aku menyetujuinya.

Di bandara aku nampak sangat gugup sekali, karena baru kali ini aku membawa barang haram. Hingga petugas bandara mengetahui kegugupanku. Akupun diperiksa. Akhirnya barang itu diketahui oleh mereka. Akupun masuk Bui. aku dijatuhkan hukuman selama 30th di Guangzhou, China. Di bui ini, aku menatap hidup tanpa arah tak menentu, tak punya harapan bagaimana kehidupanku kelak.