Di sebuah kota kecil, hiduplah sepasang suami istri bernama Rudi dan Maya. Mereka telah menikah selama sebelas tahun. Dalam kurun waktu yang lama itu, mereka berharap untuk memiliki anak, namun takdir belum berpihak kepada mereka. Meskipun begitu, cinta mereka tetap kuat. Rudi adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, sementara Maya adalah seorang guru di sekolah dasar.
Mereka sering menghabiskan waktu bersama, menikmati momen-momen kecil dalam hidup. Namun, di dalam hati Rudi, ada sebuah kekosongan yang mulai mengganggu. Ia merindukan kehadiran seorang anak yang bisa mereka peluk dan cintai. Suatu malam, setelah pulang dari kerja, Rudi bertemu dengan seorang wanita bernama Nia di sebuah kafe. Nia adalah teman lama yang kebetulan baru kembali ke kota. Mereka terlibat dalam percakapan yang ringan dan Rudi merasakan kedekatan yang aneh. Nia cantik dan penuh semangat, membuat Rudi merasa hidup kembali.
Tanpa disadari, pertemuan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih. Rudi mulai bertemu dengan Nia secara diam-diam, membiarkan diri terjerat dalam hubungan yang tak seharusnya. Dia merasakan kebebasan yang hilang di rumah, dan dengan Nia, dia merasa muda kembali. Namun, hubungan itu hanya bertahan beberapa bulan sebelum Nia memberi kabar mengejutkan: dia hamil.
Kepanikan melanda Rudi. Dia tahu, di balik kebahagiaan yang seharusnya dia rasakan, ada konsekuensi yang harus dia hadapi. Sementara itu, Nia juga tampak bingung. dengan menunjukkan test pack bermerk Clearblue Digital Pregnancy Test, dia mengaku hamil oleh mantan pacarnya yang pernah menjalin hubungan serius dengannya sebelum bertemu Rudi. Namun, Nia meminta Rudi untuk bertanggung jawab karena dia menganggap Rudi adalah orang yang lebih stabil dalam hidupnya.
Rudi merasa terjebak. Di satu sisi, dia sangat mencintai Maya, dan tidak ingin mengecewakannya. Di sisi lain, rasa bersalah dan ketakutan akan kehilangan Nia membuatnya bingung. Dengan berat hati, dia memutuskan untuk mengungkapkan semuanya kepada Maya. Di suatu malam, setelah makan malam yang tenang, Rudi mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
“Maya, ada yang perlu aku sampaikan,” katanya dengan suara bergetar. Maya yang melihat ekspresi wajah suaminya segera merasa ada yang tidak beres.
Baca juga Antara Cinta dan Pengorbanan
“Ada apa, Rud? Kamu terlihat cemas,” jawab Maya sambil menggelisahkan tangannya.
Rudi menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Aku… aku sudah melakukan kesalahan besar. Aku berselingkuh.” Suara Rudi pecah, dan matanya berkaca-kaca.
Maya terdiam. Rasa sakit menyebar dalam dirinya. “Dengan siapa?” tanyanya pelan, berusaha menahan air mata.
“Dengan Nia. Dia hamil, tapi… ada satu hal yang perlu kamu tahu, Maya. Dia hamil dari mantan pacarnya, tetapi dia meminta aku untuk bertanggung jawab,” ucap Rudi, suaranya kini hampir tak terdengar.
Air mata mengalir di pipi Maya. Ia merasa dunia seolah runtuh di hadapannya. “Bagaimana bisa, Rudi? Setelah semua yang kita lalui bersama? Setelah semua harapan kita?” suara Maya bergetar, dipenuhi rasa sakit.
Rudi merasa hancur. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan semua ini. “Aku… aku tahu ini salah. Aku tidak mencintainya, Maya. Hanya kamu yang ada di hatiku.”
Maya menatap Rudi dengan penuh kekecewaan. “Tapi, Rudi, kamu telah menghancurkan segalanya. Aku selalu mendukungmu, selalu bersamamu, bahkan ketika kita merasa kesepian tanpa anak.”
Setelah malam yang penuh emosi itu, Rudi berusaha untuk memperbaiki keadaan. Dia berjanji untuk tidak lagi berhubungan dengan Nia. Namun, Nia tetap berusaha menghubunginya, mengancam akan mengungkapkan semuanya jika Rudi tidak ikut campur. Rudi terjebak antara cinta dan tanggung jawab.
Baca juga Sahabat Terkhianati dalam Jerat Investasi Bodong
Maya, di sisi lain, merasa bingung. Dia mencintai Rudi, tetapi rasa sakit yang ditimbulkan oleh pengkhianatan itu terlalu besar. Dia mulai mencari cara untuk mengatasi perasaannya, dengan mendatangi konselor untuk berbicara tentang masa depan mereka.
Sementara itu, Nia terus menghubungi Rudi, meminta dukungan emosional dan finansial, meski dia tahu bahwa anak yang dikandungnya bukan sepenuhnya tanggung jawab Rudi. Rudi mencoba menjelaskan bahwa dia tidak bisa terlibat lebih jauh, tetapi Nia tak kunjung berhenti.
Hari-hari berlalu, dan Rudi merasa semakin tertekan. Dia merasa seperti menjalani hidup di dua dunia yang berbeda—satu dengan Maya yang dicintainya dan satu lagi dengan beban yang diberikan oleh Nia. Akhirnya, dia membuat keputusan untuk pergi menemui Nia dan mengakhiri semuanya secara tegas.
Di sebuah kafe tempat mereka pertama kali bertemu, Rudi bertemu Nia. “Nia, kita perlu bicara,” katanya dengan nada serius. Nia menatapnya dengan wajah penuh harapan, tetapi Rudi tahu bahwa dia harus berani untuk jujur.
“Nia, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku mencintai Maya dan tidak bisa mengkhianatinya lebih jauh. Ini bukan tentang tanggung jawabku, dan aku tidak ingin terlibat lebih jauh dengan masalah ini,” tegas Rudi.
Nia terdiam, tampak kecewa. “Tapi, Rudi… aku butuh kamu. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi ini sendirian.”
“Aku minta maaf, Nia. Aku hanya bisa memberi saran untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekatmu. Tapi aku tidak bisa menjadi bagian dari hidupmu atau anak itu,” jawab Rudi sebelum pergi meninggalkan Nia yang terkejut.
Setelah pertemuan itu, Rudi pulang dengan penuh ketenangan. Ia tahu bahwa mungkin masa depan dengan Maya tidak akan pernah sama lagi, tetapi setidaknya dia sudah melakukan yang terbaik untuk mengakhiri hubungan terlarang itu.
Maya, yang selama ini berusaha untuk menguatkan diri, merasa ada harapan baru saat Rudi kembali. Mereka mulai menghadapi masalah bersama. Meskipun rasa sakit itu belum sepenuhnya hilang, keduanya berkomitmen untuk berusaha kembali membangun kepercayaan dan cinta yang telah terguncang.
Mereka memutuskan untuk mencari cara untuk menghadapi keinginan mereka akan anak. Terapi, pengobatan, dan mendalami berbagai cara untuk memiliki keturunan menjadi fokus utama mereka. Rudi bertekad untuk menjadi suami yang lebih baik, sementara Maya berusaha untuk memahami dan memaafkan kesalahan Rudi, meskipun prosesnya tidak mudah.
Waktu berlalu, dan meskipun tantangan terus datang, cinta mereka mulai tumbuh kembali. Dengan komunikasi yang lebih baik dan pengertian yang mendalam, mereka menemukan harapan baru dalam hidup. Dan di dalam hati mereka, tersimpan doa untuk seorang anak, entah kapan atau bagaimana kehadirannya akan datang. Beberapa bulan berlalu sejak Rudi dan Maya mengatasi krisis dalam pernikahan mereka. Meskipun luka di hati Maya belum sepenuhnya sembuh, mereka mulai menemukan ritme baru dalam hubungan mereka. Rudi berusaha keras untuk membuktikan bahwa dia layak mendapatkan kepercayaan Maya kembali. Dia lebih terlibat dalam kegiatan rumah tangga dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Maya, berusaha menciptakan kenangan baru yang positif.
Suatu hari, Maya mengusulkan untuk mengikuti program terapi kesuburan. “Aku rasa ini bisa menjadi langkah baik untuk kita, Rud,” ujarnya dengan harapan. Rudi mengangguk setuju, merasakan semangat baru dalam diri Maya. Mereka kemudian mendaftar untuk sesi pertama, di mana mereka mendapatkan informasi tentang berbagai metode untuk membantu mereka memiliki anak.
Dalam sesi-sesi tersebut, mereka belajar banyak tentang kesehatan mental dan fisik yang diperlukan dalam proses ini. Maya mulai merasa lebih optimis, meskipun di balik harapan itu, dia masih merasakan ketakutan akan kemungkinan kegagalan. Rudi, yang melihat perjuangan Maya, berusaha menjadi penopang yang kuat. Ia selalu ada untuk memberikan semangat, memegang tangan Maya saat mereka mendengarkan penjelasan dari dokter.
Suatu malam, setelah sesi terapi, mereka pulang dengan perasaan bercampur aduk. “Rud, bagaimana jika kita tidak berhasil? Apa yang akan terjadi pada kita?” Maya bertanya, suaranya bergetar.
Rudi menatapnya, mengambil napas dalam-dalam. “Kita akan tetap bersama, Maya. Apa pun yang terjadi, aku ingin kita menghadapi semuanya bersama. Cinta kita lebih penting dari hasil akhir,” jawabnya dengan penuh keyakinan.
Maya tersenyum, merasakan ketenangan dalam kata-kata suaminya. Namun, di dalam hatinya, rasa khawatir tetap ada. Ia tahu bahwa perjalanan ini mungkin tidak mudah, tetapi ia berusaha untuk tetap optimis.
Beberapa minggu setelah itu, mereka menjalani serangkaian pemeriksaan dan tes. Hasilnya mulai menunjukkan tanda-tanda positif. Maya merasakan harapan baru, tetapi dia juga merasa cemas. Setiap kali mereka pergi ke klinik, jantungnya berdegup kencang menunggu hasil.
Suatu malam, saat mereka berbaring di ranjang, Rudi memegang tangan Maya dan berkata, “Kau tahu, meski kita belum punya anak, aku merasa kita sudah membangun sesuatu yang indah. Kita saling mendukung dan mencintai dengan lebih dalam.”
Maya memejamkan mata, merasakan kedamaian. “Aku tahu, Rud. Tapi aku tetap berharap kita bisa memiliki anak.”
Akhirnya, setelah beberapa bulan menjalani program, Maya mendapatkan kabar yang ditunggu-tunggu. Dalam sebuah sesi rutin, dokter mengonfirmasi bahwa mereka berhasil. “Selamat, Maya. Anda hamil!” ucap dokter dengan senyuman lebar.
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Maya. Ia tidak bisa menahan perasaannya dan segera menghubungi Rudi. “Rud, aku… aku hamil! Kita akan jadi orang tua!” teriaknya di telepon. Rudi, yang sedang dalam perjalanan pulang, merasa dunia seolah berhenti sejenak. Dia tertawa bahagia, hampir tidak percaya. “Aku sangat bangga padamu, Maya! Kita akan melewati ini bersama.”
Kembali ke rumah, mereka merayakan dengan makan malam sederhana. Rudi berjanji untuk selalu ada di samping Maya, menemani setiap langkah perjalanan kehamilan. Namun, di balik kebahagiaan itu, Rudi merasa sedikit gelisah. Ia tahu bahwa Nia mungkin akan kembali muncul, terutama dengan berita ini.
Beberapa minggu kemudian, saat Rudi dan Maya sedang menikmati kebersamaan, pesan tak terduga masuk ke ponsel Rudi. Itu adalah pesan dari Nia. “Rudi, kita perlu bicara. Ini penting.” Rudi merasa jantungnya berdegup kencang. Ia tahu bahwa pertemuan ini bisa menjadi awal dari masalah baru.
Setelah berdiskusi dengan Maya, Rudi memutuskan untuk menemui Nia. Ia merasa bertanggung jawab untuk menutup semua urusan yang tertunda. Mereka bertemu di kafe tempat mereka sering bertemu sebelumnya. Nia tampak lebih dewasa dan serius. “Rudi, aku tahu kita punya sejarah yang rumit, tetapi aku ingin kau tahu bahwa aku menghargai semua yang kau lakukan untukku. Aku tidak ingin mengganggu hidupmu, tetapi aku juga butuh kejelasan,” katanya.
Rudi menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. “Nia, aku ingin yang terbaik untuk kita semua. Sekarang, aku sudah menikah dan akan segera menjadi ayah. Aku tidak bisa terlibat lebih jauh dengan situasi kita yang lalu.”
Nia menatapnya, tampak sedikit kecewa. “Aku mengerti, Rudi. Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak akan mengabaikan tanggung jawabku jika anak ini lahir.”
Rudi mengangguk. “Aku akan selalu mendukungmu, tetapi fokusku sekarang adalah keluarga baruku. Aku berharap kau bisa mengerti.”
Setelah pertemuan itu, Rudi merasa lebih lega, meski hatinya masih berat. Ia kembali kepada Maya, yang menunggu dengan cemas. Rudi menceritakan semuanya. Maya mendengarkan dengan hati-hati, berusaha memahami situasi yang kompleks ini.
“Rud, aku percaya padamu. Selama kita tetap jujur satu sama lain, kita bisa melalui ini,” ujarnya, menguatkan suaminya.
Seiring waktu, Maya menjalani kehamilan dengan penuh semangat, meskipun ada momen-momen cemas yang menyertai. Rudi berusaha menjadi suami dan calon ayah yang terbaik, menjaga Maya dengan penuh perhatian. Mereka berbagi kebahagiaan dalam setiap detik perjalanan ini.
Namun, masa lalu terkadang sulit untuk sepenuhnya dilupakan. Suatu sore, saat Rudi pulang kerja, ia melihat Nia berdiri di depan rumah mereka. Rasa cemas menyelimutinya. “Rudi, aku ingin bicara denganmu dan Maya,” ujarnya dengan tegas.
Maya, yang mendengar suara itu, keluar dari dalam rumah. Ketika melihat Nia, perasaannya langsung campur aduk. “Ada apa, Nia?” tanyanya, berusaha bersikap tenang.
Nia mengambil napas dalam-dalam. “Aku tidak bermaksud membuat keributan. Aku hanya ingin memberitahukan bahwa aku sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kehamilan ini. Ini terlalu berat untukku,” katanya, suaranya bergetar.
Rudi dan Maya terkejut. Rudi merasa terpukul, sementara Maya berusaha memahami keputusan Nia. “Tapi… kenapa?” tanya Rudi, berusaha menahan emosi.
“Aku merasa ini bukan yang terbaik untukku dan untukmu. Aku ingin kau fokus pada keluargamu,” jawab Nia, matanya berkaca-kaca.
Maya merasakan kelegaan, tetapi juga rasa sakit karena mengetahui betapa sulitnya keputusan ini bagi Nia. “Kami akan selalu mendukungmu, Nia. Jika kau butuh bantuan, kami ada di sini,” ucap Maya, berusaha memberikan dukungan.
Nia tersenyum lemah. “Terima kasih, Maya. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah bermaksud untuk mengganggu hidup kalian. Aku harap kalian bahagia.”
Setelah Nia pergi, Rudi dan Maya saling menatap, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Rudi merasakan campur aduk dalam hatinya. “Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan,” katanya.
Maya merangkul Rudi. “Kita harus fokus pada kita, Rud. Kita akan menjadi orang tua. Itu yang terpenting sekarang.”
Dengan dukungan satu sama lain, mereka berusaha membangun masa depan yang penuh harapan. Mereka menghadapi setiap tantangan dengan keberanian, dan dengan waktu, cinta mereka semakin kuat. Kehamilan Maya menjadi perjalanan penuh kebahagiaan, harapan, dan kasih sayang. Mereka pun siap menyambut anggota baru dalam keluarga mereka dengan penuh cinta. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.