01 November 2024

Saat Ayah Ibu Tiada

Saat Ayah Ibu Tiada
Hai Sobat Kumpulan Cerpen Siti Arofah Kali ini aku mau menceritakan sebuah kisahAnisa, sang adik, awalnya merasa hancur dan putus asa setelah kematian orang tua mereka. Namun, ketika melihat usaha dan perjuangan tanpa henti kakaknya, semangat juangnya pun mulai menyala. Anisa bertekad untuk membantu kakaknya dan berjuang bersamanya.

Anisa, gadis remaja yang ceria, terjebak dalam keheningan yang menyakitkan sejak kecelakaan itu. Orang tuanya, sosok yang selalu ia anggap sebagai pelindung hidupnya, meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis. Hari-hari yang biasa diisi dengan tawa kini berubah jadi sepi yang menakutkan.

Ia merasa kosong, hilang arah, dan tak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup. Setiap malam, ia sering menangis diam-diam, tak ingin memperlihatkan kesedihannya pada sang kakak, Rizky. Namun, Rizky selalu tahu, meski adiknya mencoba menutupi, ia bisa merasakan beban kesedihan Anisa.

Rizky, yang kini menjadi sosok pengganti orang tua bagi Anisa, menanggung semua beban dengan penuh kesabaran. Ia harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua. Sambil menutupi kegelisahannya, ia berusaha menjadi sosok yang selalu terlihat tegar di depan Anisa. Ia bekerja paruh waktu di dua tempat sekaligus, siang sebagai petugas kebersihan di sekolah dan malam sebagai penjaga toko.

Suatu malam, Rizky pulang larut dengan wajah lelah yang tak bisa ia sembunyikan. Anisa, yang belum tidur, melihat kakaknya masuk ke dalam rumah.

Anisa: “Kak, kamu baru pulang? Lihat, kakak kelihatan capek banget…”

Rizky: (tersenyum tipis) “Iya, nggak apa-apa, Anisa. Kakak senang bisa kerja buat kita. Kamu nggak usah khawatir, ya?”

Anisa: (merasa bersalah) “Kak, aku nggak suka lihat Kakak capek kayak gini. Aku cuma bisa diem di rumah, sementara Kakak banting tulang buat aku…”

Rizky: “Anisa, kamu itu bukan beban Kakak. Kakak senang punya kamu, dan Kakak mau kamu bisa terus sekolah dan mengejar mimpi kamu. Itu semua lebih dari cukup buat Kakak.”

Kata-kata Rizky selalu menenangkan hati Anisa, tapi ia tak bisa menghilangkan rasa bersalah yang semakin hari semakin kuat.

Suatu hari di sekolah, Anisa mendengar gurunya berbicara tentang pentingnya memiliki tujuan dalam hidup, bahwa meskipun hidup terasa sulit, selalu ada jalan untuk menghadapinya jika kita memiliki semangat juang. Kata-kata gurunya terus terngiang di pikiran Anisa, terutama saat ia memikirkan perjuangan Rizky.

Ketika pulang ke rumah, ia termenung di kamar, mencoba merenungkan jalan hidupnya.

Anisa (dalam hati): “Mungkin… mungkin ini saatnya aku berubah. Kak Rizky udah berjuang mati-matian buat kita. Kalau aku terus seperti ini, aku cuma akan jadi beban buat Kak Rizky.”

Ia memutuskan untuk berbicara dengan Rizky. Di malam yang tenang itu, Anisa menghampiri kakaknya yang sedang beristirahat di ruang tamu.

Anisa: “Kak, aku mau ngomong sesuatu.”

Rizky: “Iya, Anisa? Ada apa?”

Anisa: “Kak, aku mau bantu Kakak. Aku udah cukup besar sekarang, aku nggak mau cuma diam aja sementara Kakak terus kerja keras. Aku mau ikut kerja paruh waktu juga.”

Rizky: (menggeleng) “Anisa, kamu masih sekolah. Fokus Kakak itu pendidikan kamu, dan Kakak nggak mau kamu terbebani.”

Anisa: “Kak, tolong izinkan aku bantu Kakak. Aku nggak bisa lagi diem lihat Kakak capek sendirian. Aku bisa kerja setelah pulang sekolah, Kak. Biar Kakak nggak harus kerja terlalu berat.”

Rizky: (menatap Anisa dengan haru) “Kamu nggak perlu melakukan itu, Anisa. Tapi kalau ini benar-benar keinginan kamu, Kakak nggak akan melarang. Yang penting, jangan sampai pendidikan kamu terganggu.”


Baca juga Akibat Membeli Dengan Cicilan


Anisa mengangguk penuh semangat. Untuk pertama kalinya, ia merasa punya tujuan, punya peran dalam keluarga kecil mereka.

Anisa mulai bekerja paruh waktu di sebuah toko buku kecil setelah pulang sekolah. Pekerjaannya tak mudah, namun ia merasa senang bisa membantu. Setiap kali melihat uang hasil kerjanya, ia merasakan sebuah kebanggaan tersendiri. Kini, mereka berdua bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Suatu malam, setelah Rizky pulang kerja, Anisa dengan penuh semangat menunjukkan amplop berisi uang hasil kerja pertamanya.

Anisa: “Kak, ini gajiku! Memang nggak banyak, tapi ini dari hasil kerjaku sendiri.”

Rizky: (tersenyum bangga) “Anisa, Kakak bangga sama kamu. Kamu udah jadi adik yang kuat, dan Kakak yakin kamu bisa menghadapi apa pun.”

Mereka berdua tertawa bahagia. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, mereka merasa memiliki kekuatan yang baru. Kebahagiaan kecil ini menjadi penyemangat dalam hidup mereka.

Bersama-sama, mereka menghadapi tantangan hidup dengan penuh semangat. Rizky mulai percaya bahwa adiknya kini benar-benar kuat, dan mereka selalu saling mendukung dalam setiap langkah.

Suatu hari, Rizky mendapat kabar buruk dari pekerjaannya: toko tempat ia bekerja malam hari akan tutup, yang berarti penghasilannya akan berkurang drastis. Rizky pulang dengan wajah murung, mencoba memikirkan cara untuk menghadapi masalah ini tanpa membuat Anisa khawatir. Namun, Anisa menyadari ada yang tidak beres.

Anisa: “Kak, kamu kenapa? Kelihatan murung banget.”

Rizky: (menghela napas) “Kakak cuma mikirin soal pekerjaan aja. Toko tempat Kakak kerja malam mau tutup, jadi Kakak harus cari kerja lain.”

Anisa: (menatap kakaknya penuh tekad) “Kak, aku tahu kita bakal bisa lewatin ini. Aku ada di sini buat Kakak, kita akan terus berjuang bersama.”

Rizky: “Kamu benar-benar adik yang luar biasa, Anisa. Semangat kamu bikin Kakak jadi lebih kuat. Maaf kalau selama ini Kakak nggak ngasih tahu semua masalah, tapi Kakak nggak mau bikin kamu khawatir.”

Anisa: “Kak, aku sudah bukan anak kecil lagi. Aku siap bantu Kakak, apapun yang terjadi. Kita sudah melalui banyak hal bersama, dan aku nggak akan pergi kemana-mana.”

Bertahun-tahun kemudian, berkat semangat juang mereka yang tak pernah padam, Rizky dan Anisa berhasil mengubah nasib mereka. Rizky menemukan pekerjaan yang lebih baik, dan Anisa lulus dengan nilai tinggi dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Setiap keberhasilan yang mereka raih menjadi saksi atas kerja keras dan ketabahan mereka dalam menghadapi segala cobaan hidup.

Kini, Rizky dan Anisa tak lagi merasakan kesedihan yang dulu pernah menghantui mereka. Anisa yang awalnya hancur karena takdir yang tak terduga, kini menjadi sosok yang kuat dan mandiri. Kehilangan orang tua mereka menjadi pukulan besar, namun dari takdir itulah muncul semangat juang yang menyala di hati mereka berdua.

Rizky: “Kita udah melewati semua ini, Anisa. Terima kasih karena selalu kuat, dan karena nggak pernah menyerah.”

Anisa: “Terima kasih, Kak. Kakak yang ngajarin aku arti bertahan dan berjuang. Kita akan terus bersama, apapun yang terjadi.”

Mereka saling menatap dengan senyuman penuh kebanggaan, merasa bersyukur atas perjalanan hidup yang telah mereka lalui. Takdir yang pahit telah menyulut semangat juang di dalam diri mereka, menjadikan mereka lebih kuat daripada sebelumnya, siap menghadapi masa depan yang lebih cerah bersama-sama.

Setelah bertahun-tahun bekerja keras, kehidupan mereka perlahan mulai stabil. Rizky kini bekerja di sebuah perusahaan sebagai pegawai tetap, sedangkan Anisa semakin fokus pada studinya di universitas. Meskipun kesibukan mereka tak berkurang, hubungan kakak beradik ini malah semakin erat karena mereka telah melewati berbagai ujian hidup bersama.

Suatu malam, Rizky dan Anisa duduk di teras rumah kecil mereka, menikmati teh hangat sambil mengobrol santai. Mereka merasa bersyukur atas segala yang telah mereka capai sejauh ini.

Rizky: “Nisa, kamu tahu nggak, dulu Kakak sempat takut kamu nggak akan kuat menghadapi semua ini. Tapi lihat kamu sekarang. Kakak bangga banget.”

Anisa: (tersenyum lembut) “Aku cuma mengikuti apa yang Kakak contohkan. Kakak selalu mengajarkan aku untuk nggak menyerah dan berusaha lebih keras.”

Rizky: “Nggak mudah ya, Nis. Tapi kita berhasil. Kita sudah melewati semuanya.”

Malam itu, percakapan mereka penuh dengan kenangan, suka, duka, dan harapan. Mereka tahu bahwa perjalanan hidup masih panjang, tapi kini mereka lebih siap dari sebelumnya.

Beberapa bulan kemudian, Anisa datang dengan kabar gembira. Ia mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri! Bagi Anisa, ini adalah kesempatan besar untuk menggapai mimpi-mimpinya dan sekaligus menjadi kebanggaan bagi kakaknya. Namun, ada keraguan yang muncul di hatinya. Meninggalkan Rizky di Indonesia terasa sangat berat.

Suatu sore, Anisa memberanikan diri untuk berbicara dengan Rizky tentang beasiswa tersebut.

Anisa: “Kak, aku punya kabar baik. Aku dapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Ini adalah kesempatan yang sangat besar, tapi... aku takut ninggalin Kakak di sini.”

Rizky: (terkejut dan terharu) “Anisa, ini kabar luar biasa! Kamu harus ambil kesempatan ini. Jangan khawatir tentang Kakak. Kakak bisa menjaga diri sendiri. Yang penting kamu bisa meraih cita-cita kamu.”

Anisa: “Tapi, Kak, aku nggak bisa membayangkan ninggalin Kakak sendirian di sini…”

Rizky: “Anisa, Kakak sudah menjalani semuanya dengan kamu. Kakak udah siap kalau kamu harus pergi demi masa depanmu. Kakak akan selalu mendukungmu, di mana pun kamu berada.”

Anisa mengangguk pelan, air mata mengalir di pipinya. Ia tahu bahwa keputusannya ini adalah bentuk lain dari perjuangan mereka. Kepergian Anisa adalah langkah besar, namun dukungan Rizky membuatnya yakin bahwa ini adalah keputusan yang tepat.

Hari keberangkatan Anisa tiba. Bandara penuh dengan perasaan campur aduk. Anisa dan Rizky berpelukan erat, saling berusaha untuk tidak menangis.

Rizky: “Kamu harus jaga diri, Nis. Jangan lupa hubungi Kakak kapan saja kalau kamu butuh sesuatu. Kakak selalu ada buat kamu.”

Anisa: “Iya, Kak. Terima kasih sudah menguatkan aku selama ini. Kamu nggak tahu betapa besar aku sayang sama Kakak.”

Mereka berpisah dengan perasaan berat, namun penuh harapan untuk masa depan yang lebih baik. Rizky tahu bahwa Anisa akan kembali sebagai seseorang yang lebih kuat dan bijaksana, dan ia tak sabar menanti saat itu.

Beberapa tahun kemudian, Anisa kembali ke Indonesia sebagai seorang profesional yang sukses dan mandiri. Ia dan Rizky memutuskan untuk membuka sebuah yayasan pendidikan yang membantu anak-anak kurang mampu untuk bisa meraih mimpi mereka. Mereka ingin memberikan dukungan yang dulu sangat mereka butuhkan kepada generasi berikutnya.

Di depan gedung yayasan mereka, Rizky dan Anisa berdiri berdampingan, melihat nama mereka terukir sebagai pendiri yayasan.

Rizky: “Lihat, Nis, kita berhasil. Kita bukan hanya bertahan, tapi juga membangun sesuatu yang berarti.”

Anisa: “Ini semua berkat Kakak. Kakak adalah alasan aku bisa jadi seperti ini sekarang.”

Mereka saling tersenyum, merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kehidupan yang penuh perjuangan telah mengajarkan mereka arti kekuatan, ketulusan, dan keberanian. Mereka tak lagi merasa kehilangan, melainkan bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk saling mendukung dan tumbuh bersama.

Kini, takdir yang dulu sempat menghancurkan mereka telah menjadi api semangat yang tak pernah padam, menginspirasi hidup mereka dan hidup banyak orang yang mereka bantu.
Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.