Di sebuah kota kecil yang ramai namun sederhana, hiduplah seorang gadis bernama Maya. Dia adalah gadis yang ceria, sederhana, dan penuh impian. Sehari-harinya, Maya bekerja di sebuah kedai kopi, menyajikan minuman untuk para pelanggan sambil sesekali melamun. Tapi jangan salah, lamunan Maya bukan cuma sekadar angan-angan kosong. Dalam hatinya, ada impian besar yang hampir tiap hari memenuhi pikirannya: memiliki HP termahal yang sering dia lihat di iklan.
Suatu sore, saat sedang duduk di tepi dermaga menikmati angin laut yang lembut, Maya memandangi ponselnya yang sudah usang dan penuh goresan. Layar yang pecah di beberapa sudut sudah tak bisa diabaikan lagi. Dalam hati, dia bertanya-tanya, "Kapan ya, aku bisa punya HP yang keren, yang canggih, dan yang baru?"
Tiba-tiba saja, pikirannya mengawang pada impian HP yang sering muncul di iklan-iklan. HP yang katanya tahan air, tahan banting, dan kameranya bisa zoom sampai bintang di langit. Berlebihan? Mungkin, tapi siapa yang peduli! Maya ingin sekali memilikinya. Dia sering kali membayangkan ponsel impiannya itu berada di genggamannya, penuh gaya.
Maya: menghela nafas dalam-dalam "Tia, kamu lihat HP yang lagi hype itu nggak sih? Bayangin, bisa main game tanpa nge-lag, kamera beningnya kayak air sungai pegunungan, terus bisa selfie tanpa takut baterai cepat habis! Aduh, keren banget, sumpah!"
Tia: tersenyum "Iya, aku tahu kok. Tapi harga HP kayak gitu nggak murah, Maya. Kamu tahu sendiri, kita ini cuma bisa beli HP di bazar barang bekas."
Maya: mengerutkan kening "Iya sih, tapi aku ngerasa… kalau punya HP itu, hidupku bakal berubah, Tia! Aku bisa bikin konten, mungkin aku jadi terkenal di sosmed, siapa tau ada brand yang mau endorse aku, terus aku bisa nabung buat beli barang-barang lainnya yang aku pengenin."
Tia: menggenggam tangan Maya "Aku ngerti kok, impian itu bikin kamu semangat. Tapi, kamu yakin, HP itu memang akan bikin kamu bahagia?"
Maya: terdiam, merenung sejenak "Entahlah, Tia. Tapi kamu tahu kan rasanya punya sesuatu yang bikin kamu merasa lebih baik? Kayak… kita tuh layak buat dapat yang terbaik."
Baca juga Di Balik Helm
Setiap sore, setelah bekerja di kedai, Maya selalu berjalan menuju dermaga kota kecilnya. Di situlah dia merasa paling tenang, menghirup udara laut, membiarkan angin menerpa wajahnya, sambil sesekali memejamkan mata, membayangkan dirinya memegang HP impiannya. Dalam lamunannya, ponsel itu terasa nyata di tangan, dan Maya seperti bisa mendengar suara shutter kamera saat dia membayangkan mengambil selfie dengan latar belakang langit senja yang jingga.
Namun, ada satu pertanyaan yang selalu menyelinap di benaknya. "Apakah ini cuma sekadar impian kosong? Apa aku bakal benar-benar punya HP itu suatu hari nanti?"
Di suatu sore, ketika Maya sedang duduk di dermaga, datang seorang pria tua yang bekerja sebagai nelayan di kota kecil itu. Namanya Pak Budi, terkenal bijaksana dan sering memberi nasihat pada siapa pun yang membutuhkan. Pak Budi melihat Maya yang sedang melamun dengan tatapan penuh harapan.
Pak Budi: "Maya, kamu kelihatan seperti sedang memikirkan sesuatu yang besar. Apa yang ada di pikiranmu, Nak?"
Maya: tersenyum malu-malu "Pak Budi, saya cuma lagi mikirin… ya, cuma mikirin sesuatu yang mungkin nggak bakal saya punya."
Pak Budi: tertawa kecil "Kamu tahu, setiap benda yang kamu lihat itu, hanyalah alat. Kebahagiaan itu, Maya, nggak akan pernah ada di dalam benda-benda yang bisa kita beli. Tapi kalau impian itu bisa membuatmu lebih semangat, kenapa tidak? Cuma, pastikan jangan sampai kamu lupa diri, ya?"
Maya: merenung "Terima kasih, Pak Budi. Saya akan ingat pesan Bapak."
Setelah berbicara dengan Pak Budi, Maya menyadari bahwa impian itu boleh saja ada, tapi yang lebih penting adalah jalan yang dia tempuh untuk meraihnya. Semenjak hari itu, dia lebih semangat bekerja. Dia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Setiap kali merasa lelah atau ingin menyerah, dia akan kembali ke dermaga, berdiri di sana, dan membayangkan HP impiannya ada di genggamannya.
Hingga suatu hari, setelah berbulan-bulan menabung dan bekerja ekstra keras, Maya akhirnya berhasil membeli HP impiannya. Dia menggenggamnya dengan bangga, menatap layar yang bening dan sempurna tanpa goresan sedikit pun. Rasa puas membanjiri hatinya.
Namun, yang membuat Maya paling bahagia bukanlah HP itu sendiri, melainkan perjalanan dan usaha yang dia lalui untuk memilikinya. Dari hari ke hari, Maya sadar bahwa impian yang sebenarnya bukanlah memiliki HP termahal, melainkan menjadi orang yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih berani untuk memperjuangkan apa yang dia inginkan.
Dengan HP baru di tangan, Maya merasa seperti dunia terbuka lebih lebar dari sebelumnya. Bukan sekadar untuk pamer atau gaya-gayaan, tapi dia mulai berpikir, “Gimana kalau aku coba buat konten dan bagikan cerita-ceritaku di dermaga ini?”
Baca juga Kehidupan Para Pekerja Bangunan yang Tak Pernah Beristirahat
Di hari-hari berikutnya, Maya kembali ke dermaga, membawa HP dan merekam video tentang apa yang ada di sekelilingnya: pemandangan laut, kapal-kapal nelayan, dan cerita-cerita kecil yang terjadi di sana. Dia mengunggah videonya ke media sosial dengan nama akun @CeritaDermaga, dan, tidak disangka, banyak yang mulai menonton videonya. Komentarnya banyak yang mendukung, bahkan menyemangati untuk buat konten lagi!
Tia: menggoda "Eh, aku lihat akun @CeritaDermaga kamu udah banyak yang like ya! Gimana rasanya jadi konten kreator dermaga terkenal?”
Maya: tertawa malu-malu "Jangan ngadi-ngadi ah, baru juga mulai. Tapi emang seru sih, Tia. Aku nggak nyangka orang-orang pada tertarik sama kehidupan kecil di dermaga kayak gini."
Tia: tersenyum bangga "Itu berarti kamu punya sesuatu yang spesial. Kamu tahu, nggak semua orang bisa bikin cerita sederhana tapi mengena. Kayak Pak Budi itu loh, kadang yang tua tuh tahu lebih dari kita."
Maya: terdiam sebentar, lalu mengangguk "Iya, bener juga sih. Aku jadi ngerasa, mungkin emang ini bukan cuma soal HP. Tapi soal gimana caranya aku bisa berbagi apa yang aku lihat dan alami."
Maya Menerima Pesan dari Seorang Follower
Suatu malam, saat sedang mengecek notifikasi di HP-nya, Maya menerima pesan dari seorang follower yang ternyata adalah seorang mahasiswa perfilman dari kota besar. Pesan itu berbunyi:
“@CeritaDermaga, aku suka banget konten kamu! Aku merasa seolah-olah berada di sana, mendengarkan suara ombak dan cerita-cerita tentang hidup. Kamu pernah nggak kepikiran untuk buat film pendek tentang dermaga?”
Maya membaca pesan itu berulang kali, masih tak percaya ada yang mengusulkan hal seperti itu. Film pendek? Maya bahkan nggak tahu gimana cara bikin film pendek. Tapi ide itu sepertinya begitu menarik dan memanggilnya untuk mencoba.
Dengan semangat yang baru, Maya mengajak Tia dan beberapa temannya yang juga bekerja di kedai kopi untuk terlibat dalam proyek film pendek yang ia namakan "Dermaga Impian." Film ini bercerita tentang hidup di kota kecil, tentang orang-orang yang memiliki impian dan cerita mereka sendiri, layaknya ombak yang datang dan pergi di dermaga. Maya sendiri yang menulis naskahnya, merekam, dan mengedit menggunakan HP barunya.
Proses Pembuatan Film di Dermaga
Shooting hari pertama di dermaga, Maya memegang HP dengan tangan yang sedikit gemetar. Dia baru sadar kalau ini jauh lebih sulit daripada hanya merekam video biasa untuk sosmed. Tapi Maya tetap berusaha keras, sambil sesekali tertawa dan bercanda bersama Tia dan teman-teman lainnya.
Tia: setelah take pertama "Aduh, Maya! Jadi sutradara itu ribet ya, mikir angle segala!"
Maya: tertawa "Iya, ternyata ribet banget! Tapi seru juga. Ini impian aku dari dulu, lho, Tia. Aku cuma nggak pernah nyadar aja kalau selama ini aku pengen banget bikin sesuatu yang nyata."
Tia: tersenyum penuh arti "Impian tuh emang suka begitu, Maya. Kadang tersembunyi di balik hal-hal kecil. Cuma kita yang sering nggak sadar."
Setelah beberapa minggu bekerja keras, film pendek “Dermaga Impian” akhirnya selesai. Maya mengunggahnya ke sosmed dengan harap-harap cemas, berharap akan ada yang tertarik menonton. Awalnya, hanya teman-teman dekatnya yang menonton dan memberi komentar positif. Tapi beberapa hari kemudian, video itu viral! Banyak orang tergerak dengan cerita kehidupan di kota kecil dan perjuangan sederhana yang ditampilkan dalam film Maya.
Maya bahkan menerima pesan dari seorang sutradara lokal yang ingin bertemu dengannya untuk membicarakan kolaborasi. Dia takjub, sama sekali tak menyangka bahwa impiannya untuk membuat sesuatu dari HP itu bisa jadi kenyataan yang lebih besar.
Setelah video viralnya mendapat banyak perhatian, Maya memutuskan untuk pergi ke dermaga lagi, menemui Pak Budi. Dengan mata berkaca-kaca, dia bercerita tentang perjalanannya dari hanya sekadar ingin punya HP hingga akhirnya bisa membuat film pendek yang disukai banyak orang.
Pak Budi: tersenyum hangat "Lihat, Maya. Impian itu bukan tentang benda-benda yang kita miliki. Tapi apa yang kita lakukan dengan apa yang kita punya. Kamu sudah membuktikan itu."
Maya: mengangguk "Terima kasih, Pak Budi. Saya sadar sekarang, impian itu lebih dari sekadar HP mahal. Itu tentang apa yang bisa kita capai dengan apa yang kita miliki."
Maya pulang dari dermaga dengan hati yang penuh rasa syukur. Dia tak hanya mendapatkan HP impiannya, tapi juga pelajaran hidup yang jauh lebih berharga. Impian memang kadang berawal dari hal-hal sederhana, tapi kalau diperjuangkan dengan sepenuh hati, bisa jadi jembatan menuju hal-hal besar yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Dan sejak hari itu, Maya tak lagi hanya bermimpi, tapi mulai menjalani impian-impiannya satu per satu, menjadikan dermaga sebagai tempat di mana impian besar lahir dan cerita-cerita sederhana tumbuh. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.