24 September 2024

Maafkan aku, Dika. Maafkan Ibumu

Maafkan aku, Dika. Maafkan Ibumu
Hai Sobat Kumpulan Cerpen Siti Arofah Kali ini aku mau menceritakan sebuah kisah tentang seorang ibu yang tak mau merawat darah dagingnya sendiri. Let's check it dot ya Sobats.

Bima dan Ovi adalah sahabat sejak kecil. Mereka tumbuh bersama di sebuah desa kecil, berbagi tawa dan mimpi. Seiring berjalannya waktu, perasaan mereka mulai tumbuh. Cinta yang awalnya sederhana berubah menjadi jalinan kasih yang mendalam. Setiap malam, mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita di bawah bintang-bintang.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Ketika Ovi mengetahui bahwa dirinya hamil, hidupnya berubah seketika.

Suatu sore, Ovi mendatangi Bima dengan wajah pucat. “Bima, aku hamil,” ucapnya pelan. Jantung Bima berdegup kencang. “Apa? Kita harus mencari solusi!” jawabnya, cemas.

Ovi menunduk, air mata menggenang di matanya. “Aku tidak siap, Bima. Aku ingin menggugurkan kandungan ini.”

“Tidak, Ovi! Kita bisa menghadapi ini bersama. Aku akan bertanggung jawab,” tegas Bima, berusaha meyakinkan Ovi. Namun, Ovi sudah terlanjur ragu.

Hari-hari berlalu, dan Ovi semakin tertekan. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkannya. Bima, yang sangat menyayangi Ovi, merasa putus asa. Ia ingin membangun keluarga kecil mereka, tetapi Ovi menolak ide itu.

Ovi akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan keluarganya. Dalam pertemuan tersebut, Ovi mengungkapkan keinginannya untuk menggugurkan kandungan, tetapi keluarganya menolak. Mereka berpendapat bahwa anak adalah anugerah yang harus dijaga.

Mendengar penolakan keluarganya, Ovi merasa terjepit. Ia kemudian mengusulkan sebuah perjanjian kepada keluarga Bima. “Jika aku melahirkan, aku akan menyerahkan bayinya kepada kalian. Aku tidak ingin merawatnya,” ujarnya dengan tegas.

Keluarga Bima terkejut, tetapi mereka melihat ini sebagai solusi. Mereka ingin agar Ovi tetap sehat dan menyarankan agar perjanjian itu ditulis secara resmi. Bima, meski terasa sakit, setuju demi Ovi.

Waktu berlalu, dan Ovi menjalani masa kehamilannya dengan perasaan hampa. Bima selalu berada di sampingnya, berusaha memberikan dukungan. Meskipun hatinya remuk karena keputusan Ovi, ia tetap berjuang untuk mereka berdua.

“Ovi, aku akan selalu ada untukmu. Apa pun yang terjadi, aku akan mendukungmu,” ucap Bima, berusaha menenangkan Ovi saat malam-malam panjang terasa sunyi.

Namun, Ovi merasa semakin terasing. Ia merasa keputusan ini akan menghancurkan kehidupan mereka berdua, tetapi di sisi lain, ia tidak siap untuk menjadi seorang ibu.

Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Ovi melahirkan seorang bayi laki-laki di rumah sakit. Bima menunggu di luar, berdoa agar semuanya baik-baik saja. Saat ia melihat Ovi dan bayinya, perasaan campur aduk menggerogoti hatinya.

“Ovi, dia sangat cantik,” ucap Bima dengan penuh kasih. Namun, Ovi hanya menatap bayi itu dengan tatapan kosong. Dalam hati, ia merasa kehilangan sesuatu yang lebih besar.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, Ovi dan Bima mengurus perjanjian pengalihan hak asuh. Ovi menyerahkan bayinya kepada keluarga Bima, dan air mata mengalir di wajahnya. Ia merasa seolah memisahkan bagian dari dirinya sendiri.

Dengan berat hati, Ovi meninggalkan rumah sakit tanpa bayinya. Ia merasa seolah hidupnya kosong. Sementara itu, Bima berusaha untuk menjadi ayah yang baik. Ia menerima bayinya dengan tangan terbuka, tetapi hatinya tetap merindukan Ovi.

Hari-hari berlalu, dan Ovi mulai merasa tidak berdaya. Ia sering mengunjungi keluarga Bima untuk melihat bayinya, tetapi setiap kali ia melihat senyuman bayi itu, rasa sakitnya semakin dalam. Ia merasa terjebak dalam pilihan yang telah dibuat.

Bima berjuang untuk menyatukan keluarga baru ini. Ia berusaha memberikan cinta dan perhatian kepada bayinya, tetapi Ovi selalu hadir dalam pikirannya. Ia merindukan Ovi, dan merasa kehilangan sahabat sekaligus cinta sejatinya.

Suatu malam, Bima memutuskan untuk mencari Ovi. Ia tahu bahwa mereka perlu berbicara. Setelah mencarinya, Bima menemukan Ovi di taman, duduk sendirian. “Ovi, kita perlu bicara,” ujarnya lembut.

“Ovi, aku tidak bisa terus hidup dengan rasa sakit ini. Aku mencintaimu, dan aku ingin kita mencoba lagi,” Bima mengungkapkan perasaannya.

Ovi menatap Bima dengan mata berkaca-kaca. “Bima, aku tidak tahu harus bagaimana. Aku merasa bersalah. Aku telah membuat keputusan yang salah,” ucapnya sambil terisak.

“Tidak ada yang salah dalam mencintai. Kita bisa memperbaiki semuanya,” jawab Bima penuh harap. Namun, Ovi merasa terjebak dalam kesedihan dan penyesalan.

Akhirnya, Ovi memutuskan untuk pergi dari desa itu. Ia merasa perlu waktu untuk merenung dan menemukan jati dirinya lagi. “Bima, aku butuh waktu. Mungkin ini yang terbaik untuk kita,” katanya sebelum pergi.

Setelah kepergian Ovi, Bima berusaha untuk merawat bayinya dengan sepenuh hati. Ia belajar menjadi ayah, meskipun hatinya selalu merindukan Ovi. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, Ovi akan kembali, dan mereka bisa membangun kembali hubungan mereka.

Bima menyadari bahwa cinta yang tulus tidak pernah benar-benar hilang. Ia terus berharap bahwa Ovi akan menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri, dan mereka dapat bertemu lagi di masa depan.

Dalam setiap senyuman bayi yang ia lihat, Bima merasakan harapan. Ia tahu bahwa meskipun perjalanan mereka penuh dengan kesedihan dan kehilangan, cinta yang tulus akan selalu menemukan jalannya.

Setelah Ovi pergi, Bima merasakan kehampaan yang mendalam. Ia menghabiskan hari-harinya merawat bayinya, yang ia beri nama Dika. Setiap senyuman Dika mengingatkan Bima akan Ovi, dan setiap tawa bayi itu terasa seperti luka yang belum sembuh.

Bima berusaha sebaik mungkin untuk menjadwalkan waktu antara pekerjaan dan merawat Dika. Ia sering menceritakan kisah-kisah indah tentang Ovi kepada Dika, berharap bahwa suatu hari, Dika akan mengenal ibunya meskipun mereka terpisah.

Namun, di dalam hatinya, Bima terus berdoa agar Ovi menemukan jalan kembali. Ia tahu bahwa cinta mereka tidak pernah benar-benar hilang.

Sementara itu, Ovi berkelana jauh dari desa mereka, berusaha menemukan jati dirinya. Ia mengunjungi berbagai tempat, dari kota-kota besar hingga kawasan pedalaman. Setiap tempat yang ia kunjungi memberikan pelajaran baru, tetapi rasa kehilangan terus menghantuinya.

Suatu malam, Ovi duduk di tepi pantai, menatap bintang-bintang. Ia teringat akan Bima dan Dika. “Apa yang aku lakukan?” gumamnya. Ia merasa bingung dan terjebak dalam pikirannya sendiri. Di satu sisi, ia tahu bahwa ia telah membuat keputusan sulit, tetapi di sisi lain, ia merasa tidak bisa melupakan cinta yang tulus itu.

Setelah berbulan-bulan berkelana, Ovi memutuskan untuk kembali ke desa. Ia merindukan rumahnya, dan yang terpenting, ia merindukan Dika. Dengan penuh harapan dan rasa cemas, ia menginjakkan kaki di tanah yang telah lama ditinggalkannya.

Bima terkejut saat melihat Ovi berdiri di depan rumahnya. “Ovi?” suaranya bergetar. Rasa rindu dan harapan bercampur menjadi satu. Namun, Ovi terlihat berbeda. Ia tampak lebih dewasa, tetapi juga lebih rapuh.

“Ovi, kamu kembali,” ucap Bima, sulit menyembunyikan perasaannya.

“Iya, aku kembali. Aku ingin melihat Dika,” jawab Ovi dengan suara pelan.

Ketika Bima membawa Ovi untuk bertemu Dika, suasana menyentuh hati. Dika yang sedang bermain di halaman rumah mulai melihat sosok ibunya. Matanya berbinar, tetapi Ovi merasakan campur aduk dalam hatinya.

“Ovi, ini Dika,” Bima memperkenalkan. Ovi menunduk, air mata mengalir di pipinya saat melihat wajah bayi yang ia lahirkan. Dika tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya. Satu sentuhan itu membawa kembali semua kenangan indah bagi Ovi.

“Maafkan aku, Dika. Maafkan Ibumu,” bisiknya, merasakan beban penyesalan yang begitu berat.

Seiring berjalannya waktu, Ovi mulai terlibat kembali dalam hidup Dika dan Bima. Meskipun ada rasa canggung di antara mereka, cinta yang dulu mulai tumbuh kembali. Ovi berusaha untuk membangun hubungan yang kuat dengan Dika, sementara Bima berusaha untuk memahami perasaan Ovi.

“Mengapa kamu pergi, Ovi?” tanya Bima suatu malam ketika mereka duduk berdua. “Aku merasa kehilangan.”

“Aku tidak tahu bagaimana menghadapi semuanya. Aku merasa terjebak, dan aku butuh waktu untuk diri sendiri,” jawab Ovi, menatap jauh ke arah bulan. “Tapi sekarang, aku ingin bertanggung jawab. Aku ingin ada di sini untuk Dika.”

Mereka mulai membangun kembali kehidupan mereka, perlahan-lahan. Bima dan Ovi mulai berdiskusi tentang bagaimana membesarkan Dika bersama-sama. Mereka menyadari bahwa mereka perlu berkomunikasi dengan baik untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak mereka.

Ovi juga mulai bekerja di sebuah toko di desa, sambil mengurus Dika. Ia merasa lebih baik setiap hari. Meskipun ada tantangan, mereka belajar untuk saling mendukung dan beradaptasi dengan peran baru mereka sebagai orang tua.

Seiring waktu, cinta di antara Bima dan Ovi mulai tumbuh kembali. Mereka sering menghabiskan malam bersama, membicarakan impian dan harapan untuk masa depan. Momen-momen kecil ini mengingatkan mereka akan cinta yang pernah ada dan bagaimana mereka bisa membangunnya lagi.

Suatu malam, saat mereka duduk di bawah bintang-bintang, Bima memegang tangan Ovi. “Aku tidak pernah berhenti mencintaimu, Ovi. Dika adalah bagian dari kita, dan aku ingin kita membangun keluarga yang utuh,” ujarnya.

Ovi tersenyum, merasakan kehangatan cinta itu kembali. “Aku juga, Bima. Aku ingin kita mencoba lagi. Aku ingin kita menjadi keluarga.”

Dengan tekad yang kuat, mereka berkomitmen untuk membesarkan Dika bersama. Mereka mulai merencanakan masa depan, belajar dari kesalahan di masa lalu. Ovi berjanji untuk tidak lagi menjauh dan Bima berjanji untuk selalu mendukung Ovi, apa pun yang terjadi.

Hari-hari berlalu, dan mereka menemukan kebahagiaan baru dalam kehidupan sederhana mereka. Dika tumbuh menjadi anak yang ceria, dan cinta antara Bima dan Ovi semakin kuat.

Beberapa tahun kemudian, saat Dika merayakan ulang tahunnya yang kelima, Bima dan Ovi berdiri bersama di samping kue ulang tahun. Mereka saling bertukar pandang, tersenyum satu sama lain. Cinta yang pernah terpisah kini bersatu kembali, lebih kuat dari sebelumnya.

“Selamat ulang tahun, Dika! Kami mencintaimu,” seru mereka serentak. Dalam kebahagiaan itu, Bima dan Ovi tahu bahwa meskipun perjalanan mereka penuh liku, cinta yang tulus selalu menemukan jalannya. Mereka siap menghadapi masa depan bersama, sebagai keluarga yang utuh. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.