13 Mei 2009

Kenangan Manis nan Indah

Dimalam yang sesunyi ini,....
aku sendiri... tiada yang menemani,...
akhirnya kini kusadari... dia telah pergi....
tinggalkan du...nia....


"Duh...Adakah semua kan terulang kisah cintaku yang seperti dulu...

uh, mengapa pengamen itu nyanyi-in lagu ini ?" gundahku seakan tak terima bila pengamen itu menyanyikan lagu milik Crisye. Di dalam bus kota yang sedang aku tumpangi ini, pengamen menyanyikannya dengan syahdu sekali. Pengamen bus kota memang semakin banyak saat ini, terkadang kemahirannya membawakan lagu lebih indah terdengar daripada sang artis yang asli itu sendiri. Hingga aku seakan terbang kembali ke masa laluku nan indah saat aku masih tengah bersamanya. Kenangan-kenangan itu begitu manis, meski yang pernah kudengar dari kebanyakan orang, katanya, kenangan manis "cuma ada di senetron saja". Justru karena itulah seakan tak mampu kulepas dan selalu melekat dalam sanubariku.

Untuk menuju gerbang pernikahan, kami hanya butuh waktu enam bulan untuk saling mengenal. Suamikulah pacar pertamaku, sedang suamiku telah beberapa kali didera kekecewaan yang begitu panjang oleh beberapa wanita. Hingga saat mengenalku, ia begitu tak ingin dikecewakan lagi. Orang tua kami masing-masing telah merestui hubungan kami, kamipun akhirnya menikah.

Setiap ucapan suamiku hingga akhir hayatnya, tak pernah ada kata-kata yang menyakitkan aku. Sekalipun aku berbuat kesalahan, dia bahkan malah mencium aku. "Mendapatkanmu adalah hadiah terindah dalam hidupku" begitu indah terucap dari bibir suamiku sambil menciumku penuh mesra kala aku membuat kesalahan. Aneh, tapi yang lebih aneh lagi aku menikmatinya. Aku cuma mampu tersenyum kecut karena merasa malu mengakui kesalahanku.

Hingga kedua benih cintanya lahir, ia tetap selalu menjadi seperti saat-saat pertama aku mengenalnya. Tak pernah ada yang berubah dari dirinya. Sehari-harinya ia tampak dingin, namun jauh sekali saat dekat denganku ia begitu hangat dan mesra. Kepada buah hati kamipun suamiku selalu berusaha untuk menyayanginya. Kadang, sepulang kerja, saat badan terbasuh keringat dan lelah, Nayla, putri bungsu kami mengajak Ayahnya jalan-jalan berkeliling kompleks perumahan kami. Suamiku tak pernah sekalipun menolak ajakannya. Pun dengan Daffa, Si Sulung kami, Suamikulah yang selalu mengajarkan hafalan surat demi surat Al-Qur'an dengan sabar dan penuh kasih sayang. Daffa selalu bersemangat bila menghafal Al-Qur'an, sebab ayahnya pernah bilang, "kalau kita hafal Al-qur'an, kelak di akhirat jalan kita akan diterangi." Tak heran saat Daffa naik ke kelas 2, ia telah hafal juz ke-30. "Sungguh itu adalah yang terindah buat ayah" Suamiku bangga sambil mencium pipi merah Si Daffa. Karena bangga itulah suamiku membelikan sepeda baru yang Daffa pilih sendiri.

Kejutan demi kejutan adalah hal yang selalu membuat aku menangis kala mengingatnya. Pernah suatu kali, ia mengajakku ke mall bersama anak-anak. Tapi nyatanya di sana aku malah dibelikan sebuah cincin emas, 4 gram, bermata merah yang sebelumnya memang pernah aku ingin-inginkan. katanya ini sebagai hadiah di hari pernikahan kita yang ke-10 th. Padahal, aku tidak ingat kalau hari itu adalah hari pernikahan kita. Kebahagiaan aku saat itu merupakan klimaks dari sebelumnya, hingga air mataku tak sanggup kutahan lagi. Suamiku sempat bingung, sebab ia tidak mau melihat air mataku, tetapi kebahagiaankulah yang dia inginkan. Aku hanya mampu mendekapnya, meski masih di depan si penjual cincin itu, aku tak memperdulikannya.

Suatu kali, saat ingin pergi mengunjungi saudara kami yag jauh, kami sudah berkemas hendak berangkat. kala itu, tas ku yang talinya hampir putus kubawa tanpa ada rasa malu. ku pikir, adalah lebih serakahnya aku bila aku membeli tas untuk diriku sendiri, padahal membeli keperluan anak-anak kami lebih utama. Namun, tiba-tiba saat ingin berangkat, suamiku menyodorkan sebuah bungkusan sambil berkata, "Pakai ini ya Ma, tas yang lama langsung dibuang aja yaa". Aku begitu tersentuh, sebab setelah kubuka bungkusan itu, ternyata isinya adalah sebuah tas yang lagi nge-trend saat itu. Tas berwarna hijau tua dengan tali berwarna coklat, tepat sekali dengan seleraku. Aku benar-benar menyukainya. Ciuman hangat dariku tiba-tiba saja meluncur dipipi suamiku sebagai wujud terima kasihku padanya. "Ih Mama pacaran lagi dech sama Ayah " Nayla yang dengan polosnya mengatakan itu merengek minta dicium juga oleh kami, karena mereka tau aku mencium ayahnya.

Namun, nyatanya, Tuhan menitipkan suamiku hanya sesaat, kebahagiaan itu tak sempat kureguk untuk waktu yang lama. Kanker paru-paru rupanya telah mengerogoti dan bertahan tanpa ampun di dalam diri suamiku. Diam-diam suamiku tak pernah mengeluh akan sakit yang dideritanya. Aku hanya mendengar suamiku terkadang sering batuk-batuk. Aku mengira batuknya cuma batuk biasa, waktu itu bila suamiku sedang batuk, aku segera memberinya obat batuk yang dijual di toko obat dekat rumah. Hingga kami terlambat mengetahuinya secara dini. "Sudah Stadium 3", kata sang Dokter spesialis paru. Segala upaya telah kami jalankan, mulai dari berobat ke dokter hingga melakukan aneka terapi. Namun hasilnya selalu membuat kening berkerut.

Di tengah segala usahaku berjuang melawan penyakit suamiku, tak pernah aku memperlihatkan keputus asa-anku sedikitpun. Aku ingin bisa bersamanya kembali. Merajut cinta sambil membesarkan anak-anak kami. Namun Tuhanlah yang berkehendak akan drama yang terjadi pada setiap insan di dunia ini. Hingga di saat-saat terakhirnya, ia meminta menciumku dan berkata, " jaga anak kita, apakah kau akan menikah lagi ? " Belum sempat kujawab pertanyaannya itu, suamiku menutup mata untuk selama-lamanya sambil bersyahadat. Anehnya Ia tampak tertidur dengan senyum yang paling indah dari senyum-senyum sebelumnya.

"Aku ingin bertemu kembali denganmu di syurga, suamiku" ucapku lirih. Air mataku tak sempat lagi kubendung. Aku dan anak-anakku saling berpelukan. Aku harus tegar untuk bisa hidup membesarkan kedua buah hati kami yang telah Tuhan titipkan padaku. Semoga.