21 Oktober 2024

Orang Baik Itu Telah Pergi Meninggalkan Kita

Orang Baik Itu Telah Pergi Meninggalkan Kita
Hai Sobat Kumpulan Cerpen Siti Arofah Kali ini aku mau menceritakan sebuah kisah tentang seorang yang bernama Tulus yang seorang arsitek ingin selalu menyumbangkan di setiap rizqi yang ia dapatkan, namun ia tak pernah memamerkan sedekahnya itu. suatu hari tulus meninggal dunia, banyak orang yang telah ditolongnya melayat ke rumahnya. Semua pelayat terharu akan semua kebaikannya.

Di sebuah kota yang ramai, hiduplah seorang arsitek bernama Tulus. Sejak kecil, Tulus diajarkan oleh orang tuanya tentang pentingnya berbagi. “Rezeki yang kita dapatkan bukan hanya milik kita, Nak. Ada banyak orang di luar sana yang membutuhkan,” pesan ibunya selalu terngiang di telinganya. Tulus mengambil kata-kata tersebut sebagai pedoman hidupnya.

Sebagai seorang arsitek yang sukses, Tulus tidak hanya dikenal karena karya-karyanya yang megah, tetapi juga karena kedermawanannya. Namun, Tulus memilih untuk tidak pernah memamerkan sedekahnya. Baginya, memberi bukanlah untuk mendapatkan pujian, melainkan untuk membantu sesama.

Setiap kali menerima pembayaran dari proyek, Tulus akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk disumbangkan. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, mulai dari membantu anak-anak yatim piatu, memberikan beasiswa, hingga mendukung pembangunan sarana umum yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Suatu pagi, saat Tulus sedang meninjau proyek pembangunan masjid di desa terpencil, ia bertemu dengan seorang ibu tua yang kesulitan. Ibu tersebut menggendong sekarung beras, tampak lelah dan pucat.

“Bu, kenapa tidak istirahat sebentar?” tanya Tulus, khawatir melihat keadaan ibu itu.

“Iya, Nak. Ini beras untuk anak-anak saya. Kami tidak punya banyak,” jawabnya, suara bergetar.

Tanpa ragu, Tulus membuka dompetnya dan memberikan sejumlah uang. “Ambil ini, Bu. Semoga bisa membantu.” 

Baca juga Cinta Seorang Musisi Jalanan

Ibu itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Nak. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu.”

Tulus tersenyum, merasa bahagia bisa membantu. Namun, ia tidak ingin diingat sebagai sosok yang dicari pujian. Dia melanjutkan perjalanan dengan hati yang ringan, mengetahui bahwa ada satu orang yang terbantu hari itu.

Seiring berjalannya waktu, Tulus terus berbuat baik dalam diam. Namun, takdir berkata lain. Suatu hari, Tulus terjatuh sakit. Meskipun dokter mengatakan bahwa kondisinya stabil, kesehatan Tulus terus menurun. Dalam satu malam yang sunyi, Tulus pergi untuk selamanya, meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarganya dan semua yang mengenalnya.

Hari pemakaman Tulus tiba. Di rumahnya, suasana haru menyelimuti. Banyak orang datang melayat, bukan hanya teman dekat dan keluarganya, tetapi juga orang-orang dari berbagai kalangan—mereka yang pernah dibantunya. Tulus tidak hanya diingat sebagai arsitek yang handal, tetapi sebagai sosok yang tulus hati.

Salah seorang teman dekat, Rizki, berdiri di samping peti mati. “Tulus selalu mengingatkan kita untuk berbagi. Dia tidak pernah minta diingat, tetapi setiap kebaikan yang dilakukannya akan selalu dikenang,” ucapnya dengan suara bergetar.

Baca juga Antara Cinta dan Pengorbanan

Seorang wanita tua, yang ternyata ibu dari anak-anak yang pernah ditolong Tulus, maju dan menatap wajah Tulus. “Dia adalah malaikat bagi kami. Tanpa bantuannya, kami tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup,” katanya sambil meneteskan air mata.

Ketika mereka mulai berbagi cerita tentang Tulus, semakin banyak orang yang mengungkapkan rasa terima kasih. Seorang guru di desa, Pak Ahmad, berdiri di depan kerumunan. “Tulus memberikan beasiswa untuk anak-anak kami yang kurang mampu. Dia percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib,” ucapnya.

Seorang pemuda, Andi, yang merupakan salah satu penerima beasiswa itu, melangkah maju. “Saya tidak akan pernah melupakan kebaikan Tulus. Tanpa dukungannya, saya tidak akan bisa kuliah dan meraih mimpi saya. Dia mengubah hidup saya,” katanya, suaranya serak.

Keluarga Tulus, meskipun berduka, merasa bangga. Ibu Tulus, Maria, menatap sekeliling. “Anak saya selalu bilang, ‘Berbagi adalah kebahagiaan yang sesungguhnya.’ Dia tidak mencari pujian, tetapi melihat orang lain bahagia adalah segalanya baginya,” ujarnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Sementara itu, seorang teman lama Tulus, Iwan, berdiri di belakang kerumunan. Ia berusaha menahan air mata. “Tulus, kamu telah mengajarkan kami semua arti sejati dari kedermawanan. Mungkin kita tidak bisa membalas semua kebaikanmu, tapi kami akan terus melanjutkan apa yang telah kamu lakukan.”

Saat semua orang mengenang kebaikan Tulus, suasana haru semakin mendalam. Banyak yang merasa tersentuh dan terinspirasi untuk melakukan kebaikan seperti yang dicontohkan Tulus. Mereka berjanji untuk meneruskan warisannya dengan berbagi kepada sesama.

Setelah pemakaman, Rizki dan Andi memutuskan untuk mendirikan yayasan atas nama Tulus. “Kita harus teruskan perjuangan Tulus untuk membantu orang-orang yang membutuhkan,” ucap Rizki penuh semangat.

“Ya, kita bisa membuka beasiswa dan program-program untuk membantu masyarakat. Ini adalah cara kita menghormati ingatan Tulus,” jawab Andi, antusias.

Dengan tekad yang bulat, mereka mulai mengumpulkan dana dan dukungan dari masyarakat. Setiap kali mereka melakukan kegiatan, mereka selalu menyebut nama Tulus dan cerita tentang kebaikan yang telah dilakukannya.

Beberapa bulan kemudian, yayasan Tulus resmi dibuka. Mereka mengadakan acara pertama, mengundang anak-anak yang membutuhkan untuk mendapatkan beasiswa. Dalam sambutannya, Rizki berkata, “Hari ini, kita melanjutkan semangat Tulus untuk berbagi. Dia mungkin sudah pergi, tetapi kebaikannya akan terus hidup melalui kita.”

Sementara itu, Andi menambahkan, “Mari kita buktikan bahwa setiap tindakan kecil dapat membawa perubahan besar. Kita semua bisa menjadi agen kebaikan seperti Tulus.”

Mendengar itu, semua yang hadir merasa terinspirasi. Suasana penuh harapan dan semangat baru, dan mereka sepakat untuk melakukan yang terbaik bagi masyarakat.

Anak-anak yang menerima beasiswa merasa beruntung. Mereka tahu bahwa Tulus, meskipun sudah tiada, tetap hadir dalam setiap langkah yang mereka ambil. Dan di dalam hati mereka, Tulus akan selalu dikenang sebagai sosok yang tulus dan penuh kasih.

Dengan demikian, warisan Tulus hidup dan terus menginspirasi banyak orang. Kebaikan yang ia tanamkan tidak hanya berhenti pada satu generasi, tetapi melahirkan generasi-generasi berikutnya yang juga siap untuk berbagi dan membantu sesama.

Seiring berjalannya waktu, yayasan yang didirikan atas nama Tulus mulai menunjukkan dampak yang signifikan. Anak-anak yang mendapatkan beasiswa tidak hanya berhasil menyelesaikan pendidikan mereka, tetapi banyak di antara mereka yang juga aktif dalam kegiatan sosial, meneruskan semangat kedermawanan yang dicontohkan oleh Tulus.

Satu tahun setelah yayasan dibuka, Rizki dan Andi memutuskan untuk mengadakan acara peringatan untuk mengenang Tulus. Mereka ingin merayakan kebaikan yang telah dilakukan dan memberikan penghargaan kepada semua anak yang telah berhasil berkat dukungan yayasan.

“Acara ini bukan hanya untuk mengenang Tulus, tetapi juga untuk merayakan keberhasilan anak-anak kita,” ucap Rizki saat memimpin rapat persiapan acara. “Kita harus membuatnya istimewa!”

Andi mengangguk setuju. “Kita bisa mengundang semua penerima beasiswa dan memberikan penghargaan kepada mereka. Juga, kita harus mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi.”

Ketika hari peringatan tiba, suasana di gedung acara terasa meriah. Di depan panggung, banner besar bertuliskan “Mengenang Tulus: Inspirasi untuk Berbagi” tergantung dengan megah. Banyak orang dari berbagai kalangan berkumpul—keluarga Tulus, teman-temannya, dan orang-orang yang pernah dibantu oleh Tulus.

Rizki dan Andi berdiri di panggung, memandang kerumunan yang hadir. “Terima kasih telah datang untuk merayakan hidup dan kebaikan Tulus,” Rizki memulai sambutannya. “Dia adalah sosok yang tulus hati, yang tidak pernah mencari pujian. Semua yang kita lakukan hari ini adalah untuk mengenang dedikasinya.”

“Andi dan saya ingin mengumumkan penghargaan khusus untuk dua orang penerima beasiswa yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam pendidikan dan kegiatan sosial,” lanjut Rizki.

Anak-anak penerima beasiswa, Riko dan Sari, maju ke depan. Mereka berdua tampak bersemangat, tetapi juga sedikit canggung di depan banyak orang. Riko, yang kini belajar di Fakultas Kedokteran, berucap, “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tulus, karena tanpa dukungannya, saya tidak akan berada di sini. Dia mengajarkan saya pentingnya berbagi, dan saya berjanji untuk meneruskan semangat itu.”

Sari, yang baru saja diterima di sebuah universitas ternama, menambahkan, “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih. Kebaikan Tulus membuat kami percaya bahwa tidak ada impian yang terlalu besar. Kami akan berusaha keras untuk membuatnya bangga.”

Suasana haru menyelimuti ruangan. Banyak yang terisak mendengar ucapan Riko dan Sari.

Setelah acara penghargaan, Rizki dan Andi memutuskan untuk mengadakan diskusi panel tentang pentingnya pendidikan dan berbagi. Mereka mengundang beberapa alumni sukses yang pernah menerima beasiswa dari yayasan. “Kami ingin mendengar kisah inspiratif dari mereka dan bagaimana mereka berkontribusi kepada masyarakat,” kata Andi saat membuka sesi diskusi.

Salah satu alumni, Maya, bercerita tentang perjalanannya. “Saya pernah merasa putus asa dan hampir menyerah. Tetapi ketika saya mendapatkan beasiswa, Tulus menjadi motivasi terbesar saya. Saya sekarang bekerja di organisasi nirlaba yang membantu anak-anak kurang mampu di daerah terpencil.”

Cerita-cerita ini membuat semua orang terinspirasi. Tulus mungkin sudah tiada, tetapi warisannya hidup dalam setiap tindakan baik yang dilakukan oleh mereka yang terpengaruh oleh kebaikannya.

Di akhir acara, Rizki dan Andi mengumumkan rencana untuk melanjutkan proyek-proyek sosial. “Kita akan membangun pusat komunitas di desa yang membutuhkan. Tempat ini akan menjadi ruang untuk belajar dan berbagi, sebagaimana yang diimpikan Tulus,” kata Rizki.

Semua yang hadir bersorak gembira. Mereka tahu bahwa dengan melanjutkan kebaikan Tulus, mereka juga berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Setelah acara selesai, Maria, ibu Tulus, mendekati Rizki dan Andi. “Saya sangat bangga dengan apa yang kalian lakukan. Tulus pasti tersenyum melihat semua ini,” katanya dengan air mata bahagia.

Rizki menjawab, “Kami hanya meneruskan apa yang telah dia mulai. Kami akan terus berusaha untuk membantu lebih banyak orang, Bu.”

Malam itu, Maria pulang dengan hati yang penuh. Dia merasa bahwa meskipun Tulus telah pergi, dia tetap hidup dalam setiap tindakan baik yang diambil oleh orang-orang yang mencintainya.

Bertahun-tahun berlalu, yayasan terus berkembang, dan semakin banyak orang yang terbantu. Anak-anak yang dulunya menerima beasiswa kini menjadi mentor bagi generasi berikutnya. Mereka mengajarkan nilai-nilai kedermawanan dan pentingnya berbagi kepada adik-adik mereka.

Di setiap kegiatan yang diadakan yayasan, selalu ada pengingat akan Tulus. Di dinding pusat komunitas, tergantung foto besar Tulus yang tersenyum. Di bawahnya tertulis, “Kebaikan tidak pernah mati. Ia hidup dalam hati setiap orang yang kita bantu.”

Rizki dan Andi berkomitmen untuk memastikan bahwa semangat Tulus tidak hanya diingat, tetapi juga dilaksanakan. Dalam setiap langkah mereka, dalam setiap tindakan kebaikan, mereka membawa warisan Tulus ke depan, dan terus menginspirasi orang lain untuk berbagi dengan tulus.

Dan dalam kesunyian malam, di tempat peristirahatan Tulus, ada rasa damai yang menyelimuti. Kebaikan yang ditanamnya telah tumbuh menjadi pohon yang besar, menjangkau banyak jiwa dan menyebarkan harapan di mana-mana. Tulus mungkin telah pergi, tetapi cintanya kepada sesama akan selamanya dikenang. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.