Di sebuah sudut kota Jakarta yang ramai, di antara hiruk-pikuk kendaraan dan deru suara manusia, Indra duduk di balkon apartemennya. Dari ketinggian, ia melihat lautan mobil yang melintas, lampu-lampu yang berkelap-kelip, dan kesibukan yang tak pernah berhenti. Namun, hatinya seolah terikat pada kenangan masa tuanya di sebuah desa kecil yang sejuk, dikelilingi oleh pegunungan dan ladang hijau.
Setiap sore, saat matahari mulai meredup, Indra sering kali memejamkan mata dan membayangkan kembali suasana desa itu. Suara gemericik air dari sungai kecil, kicauan burung yang ceria, dan aroma tanah basah setelah hujan. Semua itu membuatnya merasa damai, jauh dari segala kebisingan dan kesibukan Jakarta.
Suatu malam, saat Indra teringat akan desa tersebut, ia menghubungi sahabat lamanya, Rina, yang masih tinggal di desa itu. Dengan suara lembut, Indra berkata, “Rina, ingatkah kamu pada sore-sore di bawah pohon jati? Rasanya seperti kemarin, kita selalu bercanda dan tertawa di sana.”
Rina tertawa, “Tentu, Indra! Kita sering menghabiskan waktu di situ, berbagi cerita dan mimpi. Apa kamu masih ingat betapa kita ingin pergi menjelajah dunia?”
“Ya, tapi kini semua terasa berbeda,” jawab Indra, nada suaranya mulai bergetar. “Kota ini... membuatku merasa terasing. Aku merindukan udara segar dan kebersamaan kita di desa.”
“Indra, apakah kamu tidak berpikir untuk pulang?” Rina bertanya, suaranya penuh harapan. “Desa kita masih sama, menunggu kehadiranmu.”
Indra terdiam sejenak. Perasaannya campur aduk antara kerinduan dan rasa takut akan kenyataan. “Aku ingin sekali, Rina. Tapi bagaimana dengan pekerjaan dan semua yang telah kutinggalkan di sini? Aku sudah terlanjur terjebak dalam rutinitas ini.”
“Rutinitas itu tidak akan membuatmu bahagia, Indra. Hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan dalam kesibukan yang tidak ada ujungnya,” jawab Rina tegas. “Kembali ke desa bukan hanya tentang fisik, tapi juga tentang menemukan dirimu yang hilang.”
Indra merasakan air mata menggenang di matanya. Kenangan masa lalu berputar dalam pikirannya, penuh dengan tawa dan cinta. “Kau tahu, Rina, aku kadang merasa seperti boneka. Berjalan tanpa tujuan, dikelilingi orang-orang tapi tetap merasa sendirian.”
“Jangan biarkan Jakarta mengubah siapa dirimu, Indra. Pulanglah, dan temukan kembali jati dirimu. Kita bisa kembali ke pohon jati itu, dan kamu akan melihat betapa indahnya hidup di sana,” ucap Rina, suaranya lembut namun penuh semangat.
Baca juga Melodi Kehidupan Elfa
Indra menarik napas dalam-dalam. Tiba-tiba, dalam hatinya muncul keinginan yang kuat untuk kembali ke tempat yang penuh kenangan indah itu. “Kau benar, Rina. Aku harus pulang. Untuk diriku sendiri.”
Hari-hari berikutnya, Indra mengemas barang-barangnya, melepaskan ikatan yang mengikatnya pada kehidupan kota yang tidak pernah ia inginkan. Ia terbangun dengan perasaan campur aduk, antara harapan dan ketakutan. Namun, saat mobilnya melaju menjauh dari Jakarta, rasa lega mulai mengisi dadanya.
Ketika akhirnya tiba di desa, udara segar menyambutnya. Aroma tanah basah dan hijau daun melingkupi tubuhnya. Rina menunggu di gerbang desa dengan senyuman hangat. “Selamat datang kembali, Indra!”
Indra tersenyum, air mata mengalir di pipinya. “Aku kembali, Rina. Aku kembali untuk menemukan diriku yang hilang.”
Mereka berjalan menuju pohon jati, tempat di mana semua kenangan indah itu tersimpan. Di bawah naungan pohon, mereka berbagi cerita, tawa, dan kehangatan yang telah lama hilang. Indra merasa seperti pulang ke rumah, menemukan kembali jati dirinya yang sebenarnya.
Malam itu, di bawah bintang-bintang yang bersinar terang, Indra menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang kesibukan, tetapi tentang menemukan tempat di mana hati kita merasa damai. Ia bertekad untuk menjalani sisa hidupnya di tempat yang mencintainya, di antara orang-orang yang mencintainya, dan dalam kenangan yang akan selalu abadi.
Setelah beberapa minggu tinggal di desa, Indra mulai merasakan perubahan yang signifikan dalam dirinya. Kehidupan di desa jauh lebih sederhana, namun itulah yang membuatnya merasa hidup kembali. Setiap pagi, ia terbangun dengan suara ayam berkokok dan sinar matahari yang menerobos masuk ke jendela. Udara segar mengisi paru-parunya, menggantikan polusi dan kebisingan Jakarta yang selama ini menjadi rutinitasnya.
Suatu pagi, Indra berjalan-jalan di sekitar ladang. Ia menyaksikan petani yang sedang bekerja, wajah mereka dipenuhi dengan senyum dan semangat. “Indra!” seru Rina dari kejauhan, berlari mendekat dengan sekeranjang buah segar. “Kau harus mencicipi ini. Buah-buah ini sangat manis!”
Indra menerima keranjang itu, tersenyum, “Rina, aku merasa seperti baru lahir kembali di sini. Setiap hari adalah petualangan baru.”
“Dan kita masih memiliki banyak petualangan menanti,” Rina menjawab dengan ceria. “Ayo, kita ke sungai! Airnya sangat segar dan cocok untuk berenang.”
Baca juga Aku Rindu Kamu Yang Dulu Mencintaiku
Mereka berdua bergegas menuju sungai kecil yang mengalir di dekat desa. Setibanya di sana, Indra terjun ke dalam air yang jernih. Rina mengikuti dengan tawa ceria. Di tengah keceriaan itu, Indra teringat akan masa kecilnya, saat ia dan Rina menghabiskan waktu berjam-jam bermain di tempat yang sama.
“Lihat! Aku masih bisa melakukan ini!” teriak Indra, melompat ke dalam air dengan gaya yang konyol. Rina tertawa terbahak-bahak, “Kau masih sama seperti dulu! Tak ada yang berubah!”
Saat mereka berdua terjebak dalam tawa dan kenangan, Indra merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya sebelumnya. Ia tidak hanya kembali ke desa; ia kembali kepada dirinya yang sebenarnya—Indra yang bebas, penuh semangat, dan tidak tertekan oleh ekspektasi dunia kota.
Setelah berenang, mereka duduk di tepi sungai, kaki mereka terendam dalam air. “Indra, bagaimana rasanya hidup di Jakarta?” tanya Rina sambil mengawasi ikan-ikan kecil yang melompat-lompat.
Indra menghela napas panjang. “Kadang-kadang aku merasa terjebak. Setiap orang berlomba-lomba, berjuang untuk sesuatu yang tidak selalu membuat mereka bahagia. Aku merasa seperti mesin yang terus bekerja tanpa henti.”
“Dan di sini?” Rina menanyai, matanya penuh rasa ingin tahu.
“Di sini, aku merasa hidup. Aku bisa bernapas. Setiap hari aku melihat hal-hal kecil yang indah. Aku bisa merasakan angin, mendengar suara alam. Semuanya terasa lebih berarti.”
“Indra, kau sudah menemukan kembali dirimu,” Rina berkata lembut. “Jangan pernah lagi kehilangan dirimu hanya untuk memenuhi harapan orang lain.”
Indra mengangguk, merasakan kehangatan dari kata-kata Rina. “Aku berjanji, Rina. Tidak akan ada lagi yang bisa memisahkanku dari kebahagiaan ini.”
Seiring berjalannya waktu, Indra mulai beradaptasi dengan kehidupan barunya. Ia membantu Rina di kebun, belajar bertani, dan bahkan merintis usaha kecil untuk menjual produk pertanian ke kota. Usahanya perlahan-lahan membuahkan hasil, dan orang-orang di desa mulai mendukungnya.
Suatu malam, saat mereka duduk di teras rumah Rina, Indra berkata, “Aku ingin membuat acara tahunan untuk merayakan hasil pertanian kita. Ini bisa menjadi ajang berkumpul bagi warga desa dan orang-orang dari luar.”
“Idemu brilian!” Rina menjawab dengan antusias. “Kita bisa mengundang semua orang, menunjukkan hasil panen kita, dan menjadikan desa ini lebih dikenal.”
Indra merasa semangat membara. Mereka mulai merencanakan acara tersebut, mempersiapkan segalanya dengan penuh cinta dan harapan. Selama proses ini, Indra merasakan bahwa hidup di desa bukan hanya tentang kembali ke tempatnya, tetapi juga tentang menciptakan sesuatu yang lebih besar—sebuah komunitas yang saling mendukung dan mencintai.
Hari acara tiba. Seluruh desa bersatu, menyiapkan makanan, dekorasi, dan berbagai permainan untuk anak-anak. Indra melihat wajah-wajah penuh kebahagiaan di sekelilingnya. Ia merasa bangga dan terharu. Ketika acara dimulai, ia berdiri di depan kerumunan, jantungnya berdebar.
“Selamat datang di Festival Panen Desa!” teriak Indra. Suaranya penuh semangat. “Hari ini kita merayakan hasil kerja keras kita dan kebersamaan yang telah terjalin. Mari kita nikmati hasil bumi yang luar biasa ini dan rayakan cinta yang ada di antara kita!”
Sorakan dan tepuk tangan mengisi udara. Indra merasa seolah dunia ini miliknya, dan kebahagiaan ini adalah puncak dari perjalanan panjangnya. Ia melihat Rina di tengah kerumunan, tersenyum bangga. Saat matanya bertemu dengan Rina, Indra tahu bahwa ia telah menemukan bukan hanya rumah, tetapi juga cinta dan tujuan hidupnya.
Malam itu, saat bintang-bintang berkelap-kelip di langit, Indra menyadari bahwa semua yang ia cari telah ada di sini. Di tengah alam yang indah, bersama orang-orang yang mencintainya, ia akhirnya menemukan arti sejati dari kebahagiaan. Dan di sana, di desa kecil itu, Indra berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi merindukan masa lalu yang menyakitkan—karena ia kini telah menemukan tempatnya yang sebenarnya. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.