29 Agustus 2024

Pertarungan di Antara Cinta dan Pengkhianatan

Devi berdiri di depan cermin, menatap refleksinya dengan bingung. Hari itu, dia mendengar bisikan dari teman-temannya tentang selingkuhan ayahnya. Hatinya bergetar, marah dan bingung. Tak tahan lagi, dia memutuskan untuk menghadapi situasi ini.

Setelah menyiapkan diri, Devi pergi ke kafe tempat ayahnya biasa bertemu dengan wanita itu. Ketika dia masuk, matanya langsung menangkap sosok ayahnya, Danang, sedang tertawa bersama seorang wanita yang lebih muda, dengan senyum yang tampak akrab.

Devi: (menyela) "Ayah! Apa yang kamu lakukan di sini?"

Danang terkejut, wajahnya berubah pucat. Wanita itu menatap Devi, lalu mencoba untuk pergi, tetapi Devi menghalangi.

Wanita: "Devi, ini bukan apa yang kamu pikirkan..."

Devi: (dengan suara bergetar) "Jangan coba-coba berbicara! Kamu tahu siapa aku, kan? Ini semua salah!"

Danang berdiri, berusaha meredakan ketegangan.

Danang: "Devi, dengar. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan."

Devi: "Tidak seperti yang saya bayangkan? Ayah berselingkuh dengan wanita ini! Apa kamu tidak merasa malu?"

Danang menunduk, tidak bisa menatap mata putrinya.

Danang: "Aku... aku sudah berusaha menjelaskan. Ini bukan semata-mata kesalahanmu."

Devi: "Kesalahan siapa, Ayah? Ini semua karena kamu! Ibu tidak layak diperlakukan seperti ini!"

Wanita itu mencoba menjelaskan, tetapi Devi mengabaikannya.

Devi: "Kamu tidak perlu berbicara! Ini tentang keluargaku, bukan tentang kamu!"

Danang menarik napas dalam-dalam, wajahnya penuh penyesalan.

Danang: "Devi, aku tidak ingin menyakiti ibumu. Tapi aku merasa tidak bahagia di rumah. Ini sudah berlangsung lama."

Devi: (air mata mengalir) "Jadi, kamu memilih untuk menghancurkan semuanya? Apa kamu tidak memikirkan perasaan Ibu? Kami mencintaimu!"

Danang terdiam, kata-kata Devi menghujam hatinya. Dia tahu putrinya benar, tetapi rasa sakit di dalam dirinya membuatnya bingung.

Danang: "Kadang-kadang, cinta tidak cukup. Aku ingin kebahagiaanku juga."

Devi: "Kebahagiaanmu? Dengan cara ini? Ayah, jangan! Ini semua hanya akan membuat semuanya lebih buruk!"

Devi merasa hatinya hancur. Dia berharap ayahnya akan menyadari betapa salahnya pilihan ini. Namun, Danang hanya menatapnya dengan tatapan kosong.

Danang: "Aku sudah memikirkan ini matang-matang. Aku akan bercerai dari ibumu."

Devi merasa seolah dunia di sekitarnya runtuh. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya.

Devi: "Ayah, jangan! Ibu mencintaimu! Apa kamu tidak peduli?"

Danang: "Aku peduli, tetapi aku juga harus memikirkan diriku sendiri. Ini sudah tidak bisa dilanjutkan."

Devi merasa marah dan bingung. Dia berbalik, menatap wanita itu sekali lagi.

Devi: "Kamu! Jangan pernah muncul lagi di hidupku atau keluargaku!"

Wanita itu hanya bisa menunduk, tidak bisa membela diri. Devi pergi dengan langkah berat, air mata mengalir deras. Dia merasa seolah kehilangan dua orang sekaligus—ayahnya dan keluarganya.

Beberapa hari kemudian, Devi dan ibunya, Sari, duduk di ruang tamu. Sari terlihat lelah, wajahnya penuh kesedihan.

Sari: "Devi, aku mendengar kabar tentang ayah. Apa yang terjadi?"

Devi tidak bisa menahan air matanya.

Devi: "Ibu, Ayah ingin bercerai. Dia... dia tidak peduli lagi."

Sari menatap putrinya, matanya berkaca-kaca.

Sari: "Aku sudah merasakan sesuatu. Tapi aku tidak ingin mempercayainya."

Devi: "Ibu, kenapa dia melakukan ini? Kita sudah berjuang bersama."

Sari: "Kadang, cinta bisa memudar. Tapi kita akan melalui ini. Aku tidak akan membiarkan ayah menghancurkan hidup kita."

Devi memeluk ibunya erat, merasakan dukungan yang tulus. Meskipun hatinya hancur, dia tahu mereka masih memiliki satu sama lain.

Devi: "Kita akan bertahan, Ibu. Aku tidak akan membiarkan apa pun menghancurkan kita."

Sari mengangguk, berusaha menguatkan diri.

Sari: "Kita akan bangkit dari ini. Kita akan menemukan kebahagiaan kita sendiri."

Mereka saling memandang, bersatu dalam kesedihan dan harapan baru. Meskipun masa depan tampak gelap, mereka tahu bahwa cinta dan dukungan satu sama lain adalah kekuatan terbesar mereka.

Setelah kejadian di kafe, berita tentang perselingkuhan ayah Devi menyebar dengan cepat di kalangan teman-temannya. Mereka berkumpul di sekolah, penuh rasa ingin tahu dan empati.

Di ruang kelas, teman dekat Devi, Mira, langsung menghampirinya.

Mira: "Devi, aku dengar tentang ayahmu. Apakah kamu baik-baik saja?"

Devi: (menghela napas) "Aku... tidak tahu. Rasanya semua ini terlalu berat."

Mira menarik Devi ke samping, menjauh dari kerumunan.

Mira: "Kamu tidak sendirian. Kami di sini untukmu. Apa yang bisa kami lakukan?"

Di sudut lain, teman-teman lain seperti Budi dan Rina juga ikut mendengar.

Budi: "Serius, Devi? Ayahmu berselingkuh? Itu sangat buruk!"

Rina: "Kami tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kamu harus bercerita jika ada yang ingin kamu sampaikan."

Devi merasa terharu melihat dukungan mereka.

Devi: "Terima kasih, kalian. Aku hanya merasa sangat bingung. Hatiku hancur."

Mira menggenggam tangan Devi.

Mira: "Ini bukan salahmu. Ayahmu yang salah. Kamu berhak merasa marah dan sedih."

Di tengah percakapan ini, Rina berinisiatif.

Rina: "Bagaimana kalau kita buat rencana? Kita bisa mengajak Devi jalan-jalan, mengalihkan perhatian."

Budi: "Ya, kita bisa pergi ke bioskop atau ke taman. Menghabiskan waktu bersama."

Devi tersenyum tipis, merasakan hangatnya perhatian dari teman-teman.

Devi: "Kalian benar-benar mau menghabiskan waktu untukku?"

Mira: "Tentu saja! Kita adalah teman. Kita harus saling mendukung."

Mereka segera merencanakan hari untuk bersenang-senang, mencoba mengalihkan perhatian Devi dari masalah yang mengganggu.

Ketika hari yang direncanakan tiba, mereka pergi ke taman, tertawa dan berbagi cerita. Meskipun beban di hati Devi belum sepenuhnya hilang, kehadiran teman-temannya memberinya kekuatan.

Devi: "Aku merasa sedikit lebih baik. Terima kasih, semuanya."

Budi: "Kapan saja! Ingat, kamu tidak sendirian. Kita akan selalu ada untukmu."

Dengan dukungan teman-teman, Devi mulai merasakan harapan baru. Meskipun situasinya sulit, dia tahu dia memiliki orang-orang yang peduli dan siap mendukungnya dalam setiap langkah.