28 Agustus 2024

Jejak Cinta Yang Terhapus

Tahun ini, Rina dan kekasihnya, Ardi, merayakan lima tahun bersama. Mereka telah melalui banyak suka dan duka, dan Rina sangat menyayangi Ardi. Namun, sebuah undangan pernikahan dari mantan kekasihnya, Dito, datang dan mengguncang perasaannya.

Sore itu, Rina duduk di sofa, memegang undangan yang berkilauan. Hatinya terasa sesak, dan kenangan akan Dito kembali menghantui pikirannya.

Rina: (berbicara pada diri sendiri) "Kenapa aku harus merasa begini ? Semua sudah berlalu."

Dia teringat saat-saat bersama Dito, terutama ucapan yang pernah diucapkannya.

Dito: "Silakan cari pasangan yang kamu mau, tapi jangan lupa pulang. Kamu masih punya tempat sendiri di hatiku."

Air mata mulai mengalir di pipi Rina. Dia tahu bahwa hubungan mereka penuh ketegangan dan sering berantem, tetapi ada sesuatu yang tak bisa dia lupakan.

Rina kemudian memutuskan untuk menghubungi Dito. Setelah beberapa detik ragu, dia mengetik pesan.

Rina: "Dito, selamat untuk pernikahanmu. Aku menerima undanganmu."

Tak lama kemudian, Dito membalas.

Dito: "Terima kasih, Rina. Aku berharap kamu baik-baik saja."

Rina merasakan campur aduk antara bahagia dan sedih. Dia memutuskan untuk membuka percakapan lebih dalam.

Rina: "Aku masih ingat semua yang kita lalui. Kamu pernah bilang akan nikah jika aku sudah bahagia dengan pasangan yang aku pilih."

Dito: "Aku tahu. Tapi itu hanya kata-kata. Kita tidak pernah cocok, kan?"

Rina: "Ya, kita sering berantem. Mungkin itu sebabnya kita putus. Tapi entah kenapa, aku masih teringat saat-saat itu."

Dito terdiam sejenak sebelum membalas.

Dito: "Aku juga tidak bisa melupakanmu sepenuhnya, Rina. Kita banyak berjuang, tetapi kita juga punya kenangan indah."

Rina merasa hatinya bergetar. Dia tahu bahwa dia mencintai Ardi, tetapi kenangan bersama Dito terus menghampirinya.

Rina: "Aku sudah bahagia dengan Ardi. Dia baik padaku, dan kita saling mendukung. Tapi… aku merasa ada yang hilang."

Dito: "Rina, kita sudah memilih jalan masing-masing. Memang ada rasa yang tersisa, tetapi kita harus melanjutkan hidup."

Rina terdiam, berjuang dengan pikirannya. Dia tahu Dito benar, tetapi rasa galau itu masih ada.

Rina: "Kamu benar. Kita tidak bisa terus terjebak di masa lalu. Tapi kadang aku merasa bingung."

Dito: "Rina, ingatlah bahwa kamu berhak bahagia. Jangan biarkan masa lalu menghantuimu. Hargai apa yang sudah kamu miliki."

Percakapan itu mengingatkan Rina untuk fokus pada hubungan yang telah dia bangun dengan Ardi. Dia menyadari bahwa cinta sejatinya adalah tentang saling mendukung dan menghargai satu sama lain.

Setelah selesai berbicara dengan Dito, Rina menghela napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa meskipun ada rasa yang tersisa, dia harus melanjutkan hidup dan menghargai cinta yang ada di depan matanya.

Setelah percakapan dengan Dito, Rina bertekad untuk lebih menghargai hubungan dengan Ardi. Dia tahu bahwa cinta yang tulus memerlukan usaha dan komitmen. Malam itu, Rina memutuskan untuk mengajak Ardi berbicara secara serius.

Saat Ardi tiba, Rina sudah menyiapkan suasana yang hangat dengan lilin dan camilan kesukaan mereka.

Ardi: (tersenyum) "Wah, ini kejutan! Apa yang terjadi, Rina?"

Rina menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.

Rina: "Ardi, aku ingin kita bicara tentang hubungan kita."

Ardi menjadi serius, menyadari bahwa ini adalah percakapan penting.

Ardi: "Tentu, ada apa? Apa kamu merasa ada yang salah?"

Rina: "Tidak, bukan itu. Justru aku merasa kita perlu lebih mendalami hubungan ini. Aku ingin kita lebih saling mendukung dan memahami satu sama lain."

Ardi menatap Rina, merasakan ketulusan di matanya.

Ardi: "Aku setuju. Kadang aku merasa kita terlalu sibuk dengan kehidupan masing-masing. Aku ingin kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama."

Rina mengangguk, merasa lega bahwa Ardi merasakan hal yang sama.

Rina: "Aku ingin kita menciptakan lebih banyak kenangan bersama. Mungkin kita bisa merencanakan liburan kecil atau melakukan hobi baru bersama."

Ardi: "Itu ide yang bagus! Kita bisa pergi hiking atau mencoba masakan baru di rumah."

Rina tersenyum, merasakan semangat baru dalam hubungan mereka.

Rina: "Ardi, aku juga ingin lebih terbuka tentang perasaanku. Baru-baru ini, aku menerima undangan pernikahan dari Dito, dan itu membuatku teringat masa lalu."

Ardi tampak terkejut, tetapi dia tetap tenang.

Ardi: "Dito? Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal? Apa kamu masih memikirkan dia?"

Rina menggeleng, berusaha menjelaskan.

Rina: "Tidak, bukan itu. Aku mencintaimu, Ardi. Tapi kenangan itu muncul kembali, dan aku merasa galau. Aku ingin kita saling mendukung dalam hal ini."

Ardi: "Rina, aku menghargai kejujuranmu. Tapi ingat, aku di sini untukmu. Kita sudah membangun banyak hal bersama."

Rina merasa terharu mendengar kata-kata Ardi. Dia tahu betapa berartinya hubungan mereka.

Rina: "Aku berjanji untuk lebih fokus pada kita. Mari kita buat komitmen untuk saling mendukung dan menghargai satu sama lain."

Ardi tersenyum, menggenggam tangan Rina.

Ardi: "Itu yang aku inginkan. Aku mencintaimu, Rina. Kita bisa melewati apapun bersama."

Mereka berpelukan, merasakan kehangatan dan ketulusan cinta yang membara. Rina tahu bahwa meskipun masa lalu tidak bisa diubah, masa depan mereka masih penuh harapan. Dengan tekad baru, mereka berdua siap untuk menghadapi setiap tantangan bersama, menciptakan kenangan baru yang indah dalam perjalanan cinta mereka.