Suatu malam, saat Lila sedang merawat Rani yang terbaring lemah di tempat tidur, suaminya, Arif, pulang dengan wajah cemas.
Lila: "Arif, Rani butuh obat lagi. Kita harus pergi ke rumah sakit besok."
Arif: (dengan nada tegang) "Aku sudah bilang, Lila! Kita tidak punya uang. Aku tidak bisa terus-menerus menjual barang-barang kita."
Lila merasa hatinya tertekan. Dia tahu Arif sedang berjuang, tetapi dia tidak bisa melihat putrinya menderita.
Lila: "Tapi, bagaimana kami bisa membiarkan Rani menderita seperti inin? Dia butuh pengobatan!"
Arif menggelengkan kepala, tampak frustrasi.
Arif: "Aku sudah lelah, Lila! Kita tidak bisa terus begini. Aku... aku menemukan cara lain untuk hidup."
Lila menatapnya bingung.
Lila: "Maksudmu apa, Arif?"
Arif: "Aku... aku akan menikahi janda di desa sebelah. Dia bisa memberi aku kenyamanan yang tidak kau berikan."
Lila merasa dunia seolah runtuh di hadapannya. Air mata mengalir di pipinya.
Lila: "Kau serius? Di saat seperti ini, kau malah meninggalkan kami?"
Arif: "Aku tidak bisa terus berjuang dalam keadaan ini. Aku ingin bahagia."
Dengan itu, Arif pergi tanpa menoleh lagi. Lila merasa hancur. Dia tidak hanya kehilangan suaminya, tetapi juga harapan untuk masa depan yang lebih baik untuk Rani.
Setelah kepergian Arif, Lila semakin gigih berjuang. Dia mengambil beberapa pekerjaan tambahan, bahkan menjual perhiasan peninggalan keluarganya. Setiap hari, dia berdoa agar Rani bisa sembuh.
Suatu sore, saat Lila sedang mengantarkan makanan ke rumah orang kaya di desa, dia mendengar berita tentang Arif yang sudah menikah dengan janda itu.
Lila: (berbisik pada diri sendiri) "Dia sudah pergi... dan aku harus melanjutkan perjuangan ini sendiri."
Malam harinya, Lila kembali ke rumah, duduk di samping Rani yang sedang tidur. Dia merasakan betapa beratnya beban yang harus ditanggungnya.
Lila: "Maafkan Ibu, Rani. Ibu akan berjuang untukmu. Ibu tidak akan menyerah."
Dia mengusap kepala Rani dengan lembut, berharap anaknya merasakan kasih sayangnya.
Pertemuan yang Mengubah Segalanya
Beberapa minggu kemudian, Lila menerima undangan dari rumah sakit untuk menghadiri seminar tentang pengobatan alternatif. Dia pergi meskipun dalam keadaan lelah. Di sana, dia bertemu dengan seorang dokter yang berpengalaman.
Dokter: "Ibu, kami memiliki beberapa cara baru untuk membantu anak Anda. Namun, kami membutuhkan dana yang cukup."
Lila merasa harapan mulai tumbuh kembali.
Lila: "Berapa banyak yang diperlukan?"
Dokter: "Kami bisa membantu, tetapi kami membutuhkan komitmen dari Anda untuk pengobatan."
Lila bertekad. Dia mulai menjual barang-barang yang tersisa dan mencari bantuan dari tetangga. Setiap sen yang dia kumpulkan terasa seperti langkah menuju kesembuhan Rani.
Setelah berbulan-bulan berjuang, Lila akhirnya berhasil mendapatkan cukup dana untuk pengobatan Rani. Saat dia membawa Rani ke rumah sakit, dia merasakan campur aduk antara harapan dan ketakutan.
Lila: "Kita akan baik-baik saja, sayang. Ibu di sini untukmu."
Rani tersenyum lemah, seolah memahami perjuangan ibunya. Pengobatan pun dimulai, dan perlahan-lahan, kondisi Rani membaik.
Suatu hari, saat Lila sedang duduk di samping Rani yang sedang bermain, Arif muncul di depan pintu rumah. Wajahnya terlihat menyesal.
Arif: "Lila, aku... aku datang untuk meminta maaf. Aku melihat Rani di kampung dan tahu aku telah membuat kesalahan."
Lila menatapnya dengan tatapan penuh luka.
Lila: "Dan apa yang kau harapkan? Setelah semua ini, kau ingin kembali begitu saja?"
Arif: "Aku ingin membantu. Aku menyesal telah meninggalkanmu dan Rani."
Lila menghela napas, merasakan beratnya keputusan di hatinya.
Lila: "Rani sudah berjuang keras. Sekarang, dia butuh ibu yang kuat. Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu."
Dengan itu, Arif pergi lagi, kali ini dengan kesadaran akan kesalahannya. Lila kembali menatap Rani, bertekad untuk terus berjuang.
Lila: "Kita akan terus melangkah, sayang. Ibu akan selalu ada di sini untukmu."
Dengan semangat baru, Lila melanjutkan perjalanannya, siap menghadapi apa pun demi kebahagiaan dan kesehatan putrinya.