13 September 2024

Tak Kusangka Kamu Pergi Secepat Itu Rian

Dinda adalah seorang mahasiswi tahun akhir yang ceria dan penuh semangat. Selama dua tahun terakhir, ia menjalin hubungan dengan Rian, seorang pemuda yang selalu bisa membuatnya tertawa. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi mimpi, dan merencanakan masa depan. Dinda merasa beruntung memiliki Rian di sisinya.

Namun, di balik senyum Rian, tersimpan rahasia yang berat. Rian didiagnosis menderita kanker darah beberapa bulan setelah mereka mulai berpacaran. Ia berjuang melawan penyakitnya sendiri, berusaha tidak membuat Dinda khawatir. Rian memilih untuk menyimpan penyakitnya dan berusaha hidup normal.

Seiring berjalannya waktu, Dinda mulai merasakan ada yang berbeda dari Rian. Ia sering kelelahan dan tidak bisa mengikuti kegiatan yang biasanya mereka lakukan bersama. Dinda bertanya, tetapi Rian selalu menjawab dengan senyuman, “Aku hanya butuh istirahat, sayang.”

Dinda ingin percaya, tetapi hatinya merasa tidak tenang. Ia semakin khawatir ketika Rian sering menghindari pertemuan di tempat-tempat ramai. “Apakah ada yang salah, Rian?” tanyanya suatu ketika.

Rian hanya menggelengkan kepala. “Tidak ada, Dinda. Kita masih bisa menikmati waktu bersama, kan?”

Rian merasa bersalah karena terus berbohong kepada Dinda. Ia ingin melindungi kekasihnya dari kenyataan pahit tentang penyakitnya. Setiap kali menjalani perawatan, Rian berusaha menyembunyikan efek sampingnya, seperti kelelahan dan kehilangan berat badan.

Dinda, yang sangat mencintainya, tidak pernah menduga bahwa Rian menyimpan beban yang begitu berat. Mereka terus menjalani hari-hari penuh tawa, meskipun di dalam hati Rian, rasa sakit terus menggerogoti.

Suatu malam, Dinda menerima telepon dari ibu Rian. Suaranya penuh kesedihan. “Dinda, Rian dirawat di rumah sakit. Dia tidak baik-baik saja.”

Dinda merasa dunia seakan runtuh. Ia bergegas menuju rumah sakit dan menemukan Rian terbaring lemah di ranjang. Rian tersenyum lemah saat melihatnya, tetapi Dinda bisa melihat betapa sakitnya ia.

“Rian, kenapa tidak memberitahuku?” Dinda menahan tangisnya.

“Sayang, aku tidak ingin kamu khawatir. Aku hanya ingin kita bahagia,” jawab Rian dengan suara pelan.

Hari-hari di rumah sakit terasa sangat berat. Dinda menemani Rian, berusaha untuk tetap kuat meskipun hatinya hancur. Mereka berbicara tentang kenangan indah, harapan, dan impian yang ingin mereka capai. Dinda berjanji untuk selalu ada di samping Rian, tidak peduli apa pun yang terjadi.

Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi Rian semakin memburuk. Dinda merasakan betapa lemah Rian. Ia berjuang melawan rasa sakit, tetapi semangatnya tidak pernah pudar.

Suatu hari, Rian meminta Dinda untuk duduk bersamanya. “Dinda, aku ingin kamu tahu betapa berartinya kamu bagiku. Setiap momen bersamamu adalah hal terindah dalam hidupku.”

Dinda menangis. “Jangan bilang seperti itu, Rian. Kita akan melalui ini bersama.”

Rian menggenggam tangan Dinda dengan lembut. “Aku mencintaimu, Dinda. Terima kasih telah membuatku merasa hidup.”

Dinda merasa hatinya hancur melihat Rian dalam keadaan seperti itu. Ia ingin berteriak, ingin menghentikan waktu agar Rian tidak pergi.

Beberapa hari kemudian, saat Dinda duduk di samping Rian, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda. Rian terlihat sangat lemah dan tidak bisa berbicara. Dinda menggenggam tangannya dengan lebih erat, berusaha memberikan semangat.

Tiba-tiba, Rian menghembuskan napas terakhirnya. Dinda merasa dunia seakan runtuh di depannya. Air mata mengalir deras, menandakan kehilangan yang tak terlukiskan.

Setelah kepergian Rian, hidup Dinda terasa hampa. Ia merasa kehilangan separuh jiwanya. Meski banyak kenangan indah yang tersisa, rasa sakit kehilangan selalu menghantuinya.

Dinda berusaha melanjutkan hidup, tetapi setiap sudut kota mengingatkannya pada Rian. Ia sering kembali ke tempat-tempat yang mereka kunjungi bersama, berharap bisa merasakan kehadiran kekasihnya.

Suatu malam, saat Dinda melihat bintang-bintang di langit, ia teringat pada Rian dan semua momen bahagia mereka. Ia menyadari bahwa cinta mereka tidak akan pernah pudar, meskipun Rian telah pergi.

Dinda memutuskan untuk meneruskan hidupnya dengan cara yang akan membuat Rian bangga. Ia mulai aktif dalam kampanye kesadaran kanker darah, berbagi cerita tentang Rian dan betapa pentingnya mendeteksi penyakit lebih awal.

Setelah kepergian Rian, Dinda bertekad untuk melanjutkan hidup dengan cara yang berarti. Ia mulai terlibat dalam berbagai aktivitas sosial, terutama yang berkaitan dengan kanker darah. Dinda sering berbagi kisahnya di media sosial, berharap bisa memberi inspirasi kepada orang lain yang menghadapi situasi serupa.

Melalui kegiatannya, Dinda bertemu dengan banyak orang yang juga kehilangan orang terkasih. Mereka saling mendukung dan berbagi cerita, menciptakan ikatan yang kuat di antara mereka. Dinda merasa lebih hidup ketika bisa membantu orang lain, meskipun rasa sakit akan Rian tidak pernah sepenuhnya hilang.

Suatu hari, Dinda diundang untuk berbicara di sebuah seminar tentang kesadaran kanker darah. Ia merasa gugup, tetapi juga bersemangat. “Aku ingin menceritakan tentang Rian, tentang cinta kami, dan pentingnya mendeteksi penyakit lebih awal,” pikirnya.

Di depan audiens, Dinda menceritakan kisah mereka. Ia bercerita tentang bagaimana Rian berjuang melawan kanker, dan bagaimana ia berusaha untuk tetap optimis. Ketika ia selesai berbicara, banyak orang yang menghampirinya, mengungkapkan rasa terima kasih dan berbagi pengalaman mereka.

Dinda merasa terharu. “Mungkin ini adalah cara Rian hidup dalam diri orang-orang yang masih berjuang,” pikirnya.

Seiring waktu, Dinda mulai merasa lebih kuat. Ia memutuskan untuk menjalani hidup dengan penuh semangat, menghargai setiap momen yang ada. Ia mulai berolahraga dan menjaga kesehatan, seolah menghormati Rian yang tidak lagi bisa melakukannya.

Di tengah perjalanan ini, Dinda juga mulai menjelajahi hobi baru, seperti melukis dan menulis. Ia menemukan bahwa mengekspresikan perasaannya melalui seni membantu meredakan rasa sakitnya.

Suatu sore, saat Dinda sedang melukis di taman, seorang pria mendekatinya. “Lukisanmu sangat indah,” puji pria itu. Dinda tersenyum, sedikit terkejut oleh pujian tersebut.

“Terima kasih. Ini adalah cara saya untuk mengekspresikan perasaan saya,” jawab Dinda.

Pria itu memperkenalkan diri sebagai Bima, seorang fotografer yang juga sering menghabiskan waktu di taman. Mereka mulai berbincang-bincang dan berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing. Dinda merasa nyaman dan terhubung dengan Bima, meskipun ia masih merasa ada dinding yang menghalanginya untuk benar-benar membuka hati.

Seiring pertemuan mereka yang semakin sering, Dinda mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Bima adalah sosok yang penuh perhatian dan selalu siap mendengarkan. Ia menghargai pengalaman Dinda dan tidak pernah berusaha menggantikan Rian.

Dinda merasa bingung dengan perasaannya. Apakah ia siap untuk mencintai lagi setelah kehilangan yang begitu besar? Namun, seiring waktu, Dinda menyadari bahwa membuka hati untuk cinta baru tidak berarti melupakan Rian.

Suatu malam, Dinda dan Bima duduk di tepi danau, menikmati suasana yang tenang. Bima menatap Dinda dan berkata, “Aku tahu kamu masih berjuang dengan kehilanganmu. Tetapi aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini untukmu, tidak peduli apapun yang terjadi.”

Dinda merasakan kehangatan dalam kata-kata Bima. “Aku juga merasa berbeda saat bersamamu, Bima. Tapi aku takut… takut untuk membuka hatiku lagi.”

Bima tersenyum lembut. “Tidak ada yang memaksa. Kita bisa berjalan perlahan. Yang terpenting adalah kamu merasa nyaman.”

Dinda merasa terharu. Ia tahu bahwa Bima menghargai perasaannya dan tidak ingin terburu-buru. Dalam hati, Dinda bertekad untuk memberi dirinya kesempatan untuk merasakan cinta kembali.

Setahun setelah kepergian Rian, Dinda merencanakan sebuah acara untuk memperingatinya. Ia mengundang teman-teman dan keluarga Rian untuk berkumpul, berbagi kenangan, dan merayakan hidupnya. Dinda juga ingin mengumpulkan dana untuk penelitian kanker darah.

Acara tersebut dipenuhi dengan cinta dan kenangan indah. Dinda merasa Rian hadir di setiap sudut ruangan. Ia berbagi cerita tentang betapa berharganya Rian dalam hidupnya, dan semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian.

Kisah Dinda adalah perjalanan panjang dari kehilangan menuju penyembuhan. Ia belajar bahwa cinta tidak akan pernah pudar, meskipun orang yang dicintainya telah pergi. Dengan membuka hatinya untuk cinta baru, Dinda menemukan kembali kebahagiaan dan makna hidup.

Dalam kenangan Rian, Dinda melanjutkan hidupnya dengan penuh semangat, berkontribusi untuk masyarakat, dan mencintai tanpa rasa takut. Cinta sejati tidak akan pernah mati; ia akan selalu hidup dalam hati mereka yang saling mencintai. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.