26 September 2024

Luka Dalam Cinta Yang Terseok

Luka Dalam Cinta Yang Terseok
Hai Sobat Kumpulan Cerpen Siti Arofah Kali ini aku mau menceritakan sebuah kisah sedih Sunarti.Let's check it dot yaa Sobats.

Sunarti duduk di tepi jendela rumahnya, memandangi hujan yang jatuh dengan lembut di atap. Suara gemericik air menciptakan melodi yang menenangkan, tetapi hatinya seolah terhimpit oleh awan mendung yang meliputinya. Tiga bulan sudah suaminya, Andi, pergi tanpa kabar. Ketika mereka menikah lima tahun lalu, Sunarti percaya bahwa cinta mereka akan abadi. Namun, kenyataan berbicara lain.

Andi adalah sosok yang dicintainya, suami yang selalu ia impikan. Mereka bertemu di kampus, di mana Andi menjadi sosok yang populer dengan senyuman menawannya. Sunarti terpesona oleh karisma Andi dan kepribadiannya yang hangat. Setelah melalui berbagai tantangan, mereka akhirnya menikah dengan harapan masa depan yang cerah.

Namun, belakangan ini, Andi sering bekerja lembur, pulang larut malam, dan menghindar dari percakapan serius. Sunarti merasakan ada yang salah, tetapi ia memilih untuk mempercayai suaminya. "Mungkin dia sedang tertekan dengan pekerjaannya," pikirnya, berusaha meyakinkan diri sendiri.

Suatu sore, saat Sunarti sedang berbelanja di pasar, ia mendengar desas-desus yang membuatnya terhenti. Seorang tetangga, Ibu Rina, mengabarkan bahwa Andi telah menikah lagi dengan seorang wanita muda bernama Maya. Tubuhnya bergetar mendengar berita itu. Perasaannya campur aduk antara marah, bingung, dan hancur.

Sunarti pulang dengan langkah lunglai, pikirannya berputar-putar. Ia berusaha menghubungi Andi, tetapi teleponnya tidak dijawab. Keesokan harinya, ia memberanikan diri untuk mendatangi rumah Andi. Ketika ia sampai di sana, ia melihat Andi dan Maya sedang tertawa di halaman, terlihat bahagia dan akrab. Hati Sunarti seolah diremas-remas, tetapi ia berusaha tetap tenang.

Sunarti tak bisa menahan diri. Dengan langkah pasti, ia mendekati mereka. "Andi, apa ini semua?" tanyanya, suaranya bergetar.

Andi terkejut, tetapi dia segera tersenyum. "Sunarti, ini Maya. Dia... dia adalah temanku."

"Teman? Aku tahu tentang pernikahan kalian!" teriak Sunarti, air mata mulai mengalir di pipinya. "Kau meninggalkanku tanpa kata!"

Andi terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Aku tidak meninggalkanmu, Sunarti. Kita masih menikah secara resmi. Aku hanya... tidak bisa terus menjalani hidup ini."

Sunarti merasa dunia seolah runtuh di sekelilingnya. "Jadi, kau bersamanya, tetapi tidak bisa menceraikanku? Apa ini yang kau sebut cinta?" tanyanya, hatinya penuh kepedihan.

Sore itu, Sunarti kembali ke rumah, tanpa menemukan jawaban yang memuaskan. Ia merasa terjebak dalam kebingungan. Suaminya tidak menceraikannya, tetapi ia juga tidak mau kembali. Status pernikahannya menggantung, seolah-olah Andi ingin mengikatnya tanpa tanggung jawab.

Hari-hari berlalu dengan sunyi. Sunarti berusaha melanjutkan hidup, tetapi pikirannya selalu melayang pada Andi. Ia merasa seperti kehilangan bagian dari dirinya. Setiap kali melihat pasangan lain, hatinya terbakar oleh rasa sakit. Dalam benaknya, ia terus bertanya-tanya: "Mengapa aku tidak cukup baik untuk dipilih?"

Suatu pagi, saat sedang menyusun barang di toko kelontong milik ibunya, Sunarti bertemu dengan Rudi, seorang pelanggan tetap. Rudi adalah pemuda yang baik hati dan perhatian. Ia selalu membawa senyuman dan kata-kata semangat bagi Sunarti. Seiring waktu, mereka mulai mengobrol dan Rudi menjadi teman dekatnya.

"Sunarti, kau harus berani melangkah. Hidupmu tidak seharusnya tergantung pada keputusan orang lain," kata Rudi suatu hari.

Kata-kata itu menyentuh hati Sunarti. Ia mulai menyadari bahwa hidupnya tidak seharusnya terhenti karena keputusan Andi. Sunarti memutuskan untuk melanjutkan hidup, meski hatinya masih terluka. Ia mulai mendalami hobi baru, seperti memasak dan melukis, yang memberinya rasa puas dan kebahagiaan.

Setelah beberapa bulan, Sunarti merasa perlu untuk berbicara dengan Andi. Ia ingin menutup babak ini dan mendapatkan kejelasan. Dengan penuh keberanian, ia menghubungi Andi dan meminta untuk bertemu di kafe tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.

Andi datang, tetapi wajahnya terlihat cemas. "Sunarti, aku tidak tahu harus berkata apa," katanya.

"Aku hanya ingin tahu apa yang kau inginkan. Jika kau memilih Maya, maka aku akan merelakanmu," jawab Sunarti, berusaha menahan air mata.

Andi terdiam, melihat ke arah meja. "Aku tidak bisa menceraikanmu. Aku tidak ingin ada yang menuduhku," katanya pelan.

Sunarti merasa hatinya terbelah. "Jadi, aku hanya akan menjadi istri yang tergantung? Tanpa hak, tanpa cinta?" tanyanya, suaranya penuh kepedihan.

Andi tidak menjawab. Sunarti tahu bahwa percakapan itu tidak akan mengubah apa pun. Ia merasa lelah dan putus asa. Dengan berat hati, ia berdiri dan pergi dari kafe, meninggalkan Andi dengan segala ketidakpastian.

Setelah pertemuan itu, Sunarti merasa hancur. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus menerus terjebak dalam keadaan ini. Hari-hari berlalu, dan ia berusaha membangun kembali kehidupannya. Ia mulai lebih aktif di toko, bahkan ikut berpartisipasi dalam kegiatan komunitas. Rudi selalu ada untuk menghiburnya, dan kehadirannya memberi Sunarti rasa nyaman yang sudah lama hilang.

Suatu sore, di tengah kesibukannya, Sunarti mendapat kabar bahwa Andi dan Maya akan mengadakan pesta pernikahan di rumah mereka. Kabar itu membuatnya merasa seperti ditikam di jantung. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya melihat mantan suaminya bersanding dengan orang lain.

Sunarti merasa perlu untuk mengambil langkah berani. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang sulit, tetapi ia tidak bisa lagi hidup dalam ketidakpastian. Ia ingin memutuskan tali yang mengikatnya pada masa lalu.

Dengan bantuan seorang pengacara yang direkomendasikan Rudi, Sunarti mulai menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Setiap kali ia menandatangani dokumen, ia merasakan beban di hatinya mulai terangkat. Namun, di sisi lain, ia juga merasakan kesedihan yang mendalam. Proses ini mengingatkannya pada semua kenangan indah yang pernah ia miliki bersama Andi.

Setelah mengajukan gugatan cerai, Sunarti menghubungi Andi untuk memberitahukannya. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah taman. Andi datang dengan wajah yang murung, dan Sunarti merasakan ketegangan di udara.

"Aku mendengar kabar tentang pernikahanmu," kata Sunarti, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

Andi mengangguk, tidak bisa menatap matanya. "Aku tahu ini sulit bagimu, Sunarti. Tapi aku tidak bisa kembali."

"Aku tidak meminta untuk kembali, Andi. Aku hanya ingin mengakhiri semua ini," jawab Sunarti, suaranya bergetar.

Andi terdiam, tampak bingung. "Kau serius? Apa yang terjadi pada kita?"

"Kita sudah tidak memiliki apa-apa lagi, Andi. Kau memilih jalanmu, dan aku memilih jalanku," katanya, berusaha tegar. "Aku ingin menceraikanmu."

Setelah pertemuan itu, Sunarti merasakan campuran rasa lega dan kesedihan. Proses perceraian berjalan, meskipun tidak tanpa rintangan. Andi tidak mudah mengizinkan perceraian, tetapi Sunarti tidak akan mundur. Ia sudah cukup menderita, dan ia bertekad untuk menghentikan siklus ini.

Di tengah proses yang sulit, Rudi semakin dekat dengan Sunarti. Ia selalu ada untuk mendukungnya, mendengarkan keluh kesahnya, dan memberikan dorongan. "Kau kuat, Sunarti. Kau bisa melewati ini," katanya, membuat Sunarti merasa dihargai.

Setelah beberapa bulan, proses perceraian akhirnya selesai. Sunarti merasa seolah beban berat telah terangkat dari pundaknya. Ia menghabiskan waktu untuk merawat dirinya sendiri, melakukan hal-hal yang selalu ingin ia coba, seperti yoga dan melukis. Ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri dan menemukan kembali kebahagiaan yang sempat hilang.

Suatu malam, saat duduk di teras sambil menikmati teh, Sunarti merenungkan perjalanan hidupnya. Ia merasa bangga dan bersyukur telah mampu melalui semua ini. Langit malam yang cerah mengingatkannya bahwa masih ada harapan di masa depan.

Seiring waktu, hubungan Sunarti dengan Rudi semakin berkembang. Rudi menunjukkan ketulusan dan perhatian yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Suatu malam, saat mereka berjalan-jalan di taman, Rudi menggenggam tangan Sunarti dan berkata, "Aku ingin bersamamu. Kau tidak perlu merasa sendiri lagi."

Sunarti merasakan hangat di hatinya. "Aku juga merasakan hal yang sama, Rudi. Namun, aku masih butuh waktu," jawabnya, jujur.

Rudi mengangguk, menghargai perasaannya. "Aku akan menunggu. Yang terpenting adalah kebahagiaanmu."

Meskipun Sunarti merasa bahagia dengan hidup barunya, terkadang kenangan tentang Andi masih menghantuinya. Ia menyadari bahwa untuk sepenuhnya melanjutkan hidup, ia perlu menghadapi masa lalunya. Suatu hari, ia memutuskan untuk menulis surat kepada Andi, mengungkapkan semua perasaannya.

Dalam surat itu, Sunarti menulis tentang rasa sakit, kehilangan, dan akhirnya, pengampunan. "Aku tidak lagi ingin terikat pada masa lalu. Aku ingin melanjutkan hidupku," tulisnya. Setelah menyelesaikan surat itu, ia merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil dan membuangnya ke dalam tong sampah. Tindakan itu menjadi simbol pelepasan bagi Sunarti.

Setelah melepaskan masa lalunya, Sunarti mulai merencanakan masa depan. Ia memutuskan untuk membuka usaha kue kecil di rumahnya. Dengan keahlian memasak yang telah diasahnya selama ini, ia percaya usaha ini akan membawa kebahagiaan baru. Rudi menawarkan bantuan untuk mempromosikan usahanya, dan mereka bekerja sama untuk membuat rencana bisnis.

Hari-hari mereka dipenuhi dengan tawa dan kerja keras. Sunarti merasa bersemangat, seolah menemukan jati dirinya kembali. Ia mulai merasakan bahwa hidupnya tidak hanya tentang hubungan, tetapi juga tentang mengejar mimpi dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil.

Setelah berbulan-bulan persiapan, hari pembukaan usahanya akhirnya tiba. Sunarti merasa gugup namun bersemangat. Rudi ada di sampingnya, memberikan dukungan dan semangat. Saat pintu toko dibuka, pelanggan pertama masuk dan mencicipi kue buatannya.

"Ini enak sekali!" puji pelanggan itu, dan Sunarti merasakan kebahagiaan yang mendalam. Ia mulai mendapatkan pelanggan setia, dan usahanya berkembang pesat. Setiap kue yang ia buat adalah ungkapan cinta dan keinginan untuk berbagi kebahagiaan.

Seiring waktu, hubungan Sunarti dan Rudi semakin kuat. Rudi selalu ada untuk mendukungnya, baik dalam usaha maupun kehidupan pribadinya. Suatu malam, saat mereka duduk di bawah bintang-bintang, Rudi mengambil tangan Sunarti dan berkata, "Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kau menjadi pasanganku?"

Sunarti terkejut, tetapi hatinya berdebar. "Aku... aku ingin, tetapi aku masih butuh waktu," jawabnya, merasa tidak ingin terburu-buru.

Rudi tersenyum. "Aku akan menunggu. Yang terpenting adalah kau bahagia."

Dengan waktu dan cinta yang tulus, Sunarti akhirnya merasa siap untuk melangkah ke fase baru dalam hidupnya. Ia berusaha untuk tidak membandingkan Rudi dengan Andi, dan belajar untuk mencintai dengan sepenuh hati lagi. Sunarti tahu bahwa setiap hubungan memiliki keunikan tersendiri, dan ia ingin memberi Rudi kesempatan untuk membuktikan bahwa cinta sejatinya ada di sini.

Suatu sore, setelah pulang dari toko, Sunarti mengundang Rudi ke rumah. Ia menyiapkan makan malam khusus dan mendekorasi ruangan dengan lilin. Ketika Rudi tiba, ia terpesona oleh suasana yang telah Sunarti ciptakan.

Mereka duduk bersama, berbagi cerita dan tawa. Saat makanan disajikan, Sunarti merasakan kebahagiaan yang tulus. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang benar.

Setelah makan malam yang indah, Sunarti menatap Rudi dengan penuh rasa syukur. "Aku ingin kita melangkah ke depan bersama. Aku siap untuk membuka hati dan menerima cinta ini," katanya, matanya berbinar.

Rudi tersenyum lebar, penuh kegembiraan. "Aku berjanji akan menjagamu dan mencintaimu dengan sepenuh hati."

Malam itu, saat mereka berbagi cerita dan mimpi, Sunarti merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Setiap pengalaman, baik suka maupun duka, membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat.

Beberapa bulan kemudian, toko kue Sunarti semakin berkembang. Ia berhasil mengadakan acara peluncuran produk baru, dan Rudi selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan. Sunarti merasa bersyukur, tidak hanya karena usahanya berhasil, tetapi juga karena ia menemukan cinta yang tulus dalam diri Rudi.

Kini, Sunarti tidak lagi menggantungkan harapannya pada masa lalu. Ia telah belajar untuk mencintai dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Hidupnya kini penuh dengan warna, kebahagiaan, dan cinta yang nyata. Dia siap menyambut masa depan dengan penuh harapan, bertekad untuk tidak pernah lagi dikecewakan oleh cinta yang menggantung. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.