19 September 2024

Keluar Dari Jalan Salah Yang Ditempuh Ibuku

Keluar Dari Jalan Salah Yang Ditempuh Ibuku
Nina adalah seorang ibu tunggal yang berjuang keras untuk menghidupi dua anaknya, Rani dan Dika. Sejak suaminya meninggal, hidupnya dipenuhi dengan kesulitan. Berbagai usaha telah dicoba, mulai dari berjualan online hingga membuka warung kecil, tetapi semua usaha itu selalu berujung pada kegagalan. Utang menumpuk, dan rasa putus asa terus menghantuinya.

Setiap malam, Nina berdoa agar Tuhan memberikan jalan keluar. Namun, harapan itu seakan sirna, dan tekanan hidup semakin berat. Rani dan Dika, meskipun masih kecil, merasakan kesedihan yang mendalam dari wajah ibunya.

Suatu malam, saat Nina duduk sendirian di dapur, ia mendengar bisikan yang aneh. Suara itu menawarkan solusi instan untuk semua masalahnya. Dalam keadaan putus asa dan gelap mata, Nina terjebak dalam godaan itu. Ia melakukan ritual yang mengikatkan dirinya pada kekuatan jahat.

Awalnya, semuanya tampak berjalan lancar. Usahanya mulai membuahkan hasil. Namun, di balik kesuksesan itu, ada bayang-bayang gelap yang mengintai.

Tak lama setelah itu, Nina mulai merasakan perubahan aneh dalam tubuhnya. Ia mengalami sakit yang tidak bisa dijelaskan. Tubuhnya lemah, dan ia sering mengalami halusinasi. Rani dan Dika tidak mengerti mengapa ibu mereka tiba-tiba berubah menjadi sosok yang berbeda.

“Mama, kenapa Mama tidak bisa bermain dengan kita lagi?” tanya Dika dengan penuh rasa ingin tahu. Nina hanya bisa tersenyum pahit, berusaha menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya.

Rani, yang paling besar, mulai merasa khawatir. Ia melihat perubahan drastis pada ibunya dan merasa ada yang tidak beres. Dengan tekad untuk mencari tahu, Rani dan Dika mulai menyelidiki, menggali informasi dari tetangga dan teman-teman mereka.

Akhirnya, mereka menemukan bahwa ibunya terlibat dengan kekuatan jahat. Rani merasa hancur dan bingung. “Bagaimana mungkin Mama melakukan itu?” pikirnya.

Rani dan Dika memutuskan untuk mencari bantuan. Mereka mendengar tentang seorang kyai yang terkenal bisa membantu menyelesaikan masalah seperti ini. Dengan penuh harapan, mereka pergi menemui kyai tersebut.

“Dari apa yang kalian ceritakan, ibu kalian telah terjerat dalam perjanjian dengan syetan. Kita harus segera menolongnya,” kata kyai dengan nada serius. Rani dan Dika berdoa, berharap agar ibunya bisa diselamatkan.

Kyai membawa anak-anak itu kembali ke rumah. Mereka melakukan ritual untuk membersihkan Nina dari pengaruh jahat. Di tengah proses tersebut, Nina berjuang melawan kekuatan yang menguasainya. Dia berteriak kesakitan dan tampak terjebak dalam penderitaan yang mendalam.

“Bebaskan aku!” teriak Nina, namun suara itu bukan suaranya yang sebenarnya. Rani dan Dika menangis melihat kondisi ibunya.

Di saat-saat terakhir, saat Nina berada di ambang batas kehidupannya, ia mulai menyadari semua yang terjadi. Dalam kesadaran yang mulai pudar, ia teringat akan anak-anaknya dan semua kesalahan yang telah diperbuat.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Nina berusaha mengucapkan kalimat syahadat. “Ashhadu an la ilaha illallah…,” suaranya lemah, tetapi penuh dengan penyesalan dan harapan.

Saat kalimat syahadat terucap, cahaya terang menyelimuti tubuhnya. Nina merasa seolah terlepas dari belenggu yang menyerangnya. Rani dan Dika, yang mendengar ibunya mengucapkan kalimat syahadat, merasa terharu. Mereka tahu itu adalah tanda bahwa ibunya ingin kembali ke jalan yang benar.

Kyai melanjutkan doa dan ritualnya, berharap agar Nina bisa sepenuhnya dibebaskan dari pengaruh jahat. Perlahan, tubuh Nina mulai tenang, dan ia tersenyum, seolah menemukan kedamaian.

Meski Nina telah pergi, warisan terpenting yang ia tinggalkan adalah pelajaran tentang cinta dan pengorbanan. Rani dan Dika bertekad untuk meneruskan hidup dengan cara yang benar, menjadikan ibunya sebagai inspirasi untuk selalu memilih jalan yang baik.

Mereka belajar bahwa meski hidup penuh dengan kesulitan, selalu ada harapan dan kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar. Dalam setiap doa, mereka selalu mengingat ibunya, berharap agar ia menemukan kedamaian abadi.

Setelah kepergian Nina, Rani dan Dika berusaha menjalani hidup mereka dengan semangat baru. Meskipun kehilangan ibu mereka adalah pukulan berat, mereka bertekad untuk menghormati ingatan ibunya dengan menjalani kehidupan yang penuh kebaikan.

Rani mengambil peran sebagai kakak yang bertanggung jawab. Ia membantu Dika dalam belajar dan berusaha mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Rani mulai bekerja paruh waktu di sebuah kafe, sementara Dika tetap fokus pada sekolah.

Namun, masa-masa sulit tidak mudah dilalui. Rani sering teringat saat-saat indah bersama ibunya, ketika Nina bercerita tentang cita-cita dan impian mereka. Kenangan itu membuat Rani merasa seolah ada yang hilang dalam hidupnya.

Suatu malam, saat Rani sedang duduk di kamar, ia menemukan foto keluarga mereka. Ia melihat senyuman ibunya dan merasakan kerinduan yang mendalam. “Mama, aku berjanji akan terus berusaha untuk kita,” bisiknya sambil mengusap air mata.

Bulan demi bulan berlalu, dan Rani belajar untuk lebih mandiri. Ia mulai mencari informasi tentang cara-cara untuk membantu orang lain, terinspirasi oleh pengorbanan ibunya. Rani mulai terlibat dalam kegiatan sosial di lingkungan mereka, membantu anak-anak yang kurang beruntung.

Dika, yang awalnya merasa kehilangan, menemukan kebahagiaan dalam menggambar. Ia mulai menggambar gambar-gambar yang menggambarkan kebersamaan mereka, dan Rani mempostingnya di media sosial. Karya Dika mendapat perhatian dari banyak orang, dan ia mulai mendapatkan tawaran untuk menjual lukisannya.

Rani dan Dika menyadari bahwa meskipun ibu mereka telah pergi, jejak yang ditinggalkannya tetap hidup dalam diri mereka. Mereka memutuskan untuk mendirikan yayasan atas nama Nina, yang bertujuan membantu anak-anak yang mengalami kesulitan, seperti yang mereka alami.

Dengan bantuan kyai yang pernah menolong mereka, Rani dan Dika mulai mengumpulkan donasi dan merancang program-program untuk membantu anak-anak di lingkungan mereka. Mereka ingin memastikan bahwa tidak ada anak yang merasa sendirian dan terjebak dalam kesulitan.

Suatu hari, saat Rani dan Dika mengadakan acara penggalangan dana, mereka bertemu dengan seorang wanita tua yang mengenakan jilbab. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai seorang dukun spiritual yang telah mendengar tentang yayasan mereka. “Saya melihat jiwa ibumu berkeliling di sini, ingin membantu anak-anak,” katanya.

Rani dan Dika terdiam. Meskipun awalnya skeptis, mereka merasa ada kebenaran dalam kata-kata wanita itu. “Mama selalu menginginkan yang terbaik untuk kita,” kata Dika, dan Rani mengangguk setuju.

Seiring dengan perkembangan yayasan, Rani mulai merasakan ketenangan dalam hidupnya. Namun, bayang-bayang masa lalu kadang masih menghantuinya. Ia sering bertanya-tanya tentang keputusan ibunya yang bersekutu dengan syetan.

Rani memutuskan untuk kembali ke kyai dan berkonsultasi. “Bagaimana cara kita bisa membebaskan jiwa ibu dari ikatan itu?” tanyanya. Kyai menjelaskan bahwa dengan melakukan kebaikan dan menyebarkan cinta, mereka bisa membantu ibunya menemukan kedamaian.

Rani dan Dika semakin aktif dalam yayasan mereka, dan setiap kegiatan menjadi momen berharga untuk mengenang Nina. Mereka melihat senyuman di wajah anak-anak yang mereka bantu, dan itu memberi mereka kekuatan baru.

Suatu malam, Rani bermimpi tentang ibunya. Dalam mimpi itu, Nina terlihat tenang dan bahagia, seolah mengingatkan Rani bahwa cinta dan pengorbanan tidak akan pernah sia-sia. “Teruslah berbuat baik, Nak,” katanya dalam mimpi.

Rani dan Dika memahami bahwa meskipun mereka kehilangan ibu mereka secara fisik, cinta dan ajaran Nina akan selalu hidup dalam diri mereka. Mereka memutuskan untuk melakukan yang terbaik dalam setiap langkah kehidupan, menjadikan kebaikan sebagai warisan yang paling berharga.

Dengan semangat baru, mereka melanjutkan perjalanan mereka, berusaha untuk mengubah dunia di sekitar mereka, satu langkah kecil pada satu waktu.

Bertahun-tahun kemudian, yayasan yang didirikan oleh Rani dan Dika berkembang pesat. Mereka membantu ribuan anak-anak dalam kesulitan, memberikan pendidikan, dan menciptakan peluang bagi masa depan yang lebih baik. Masyarakat mulai mengenal mereka sebagai sosok yang inspiratif.

Suatu hari, saat mengunjungi panti asuhan, Rani melihat seorang anak kecil yang menggambar dengan penuh semangat. Ia teringat pada Dika saat kecil, dan rasa haru mengalir dalam dirinya. “Inilah yang Mama inginkan untuk kita,” gumamnya.

Rani dan Dika tahu bahwa meskipun mereka tidak lagi memiliki Nina di sisi mereka, cinta yang ditinggalkannya akan selalu ada. Mereka berkomitmen untuk meneruskan warisan tersebut, menjadikan kebaikan dan cinta sebagai landasan hidup mereka.

Di setiap langkah, mereka selalu mengingat ibunya, berharap agar jiwa Nina menemukan kedamaian yang abadi. Dalam hati mereka, Rani dan Dika percaya bahwa cintanya akan selalu hidup, menjadi cahaya dalam kegelapan, memberi harapan bagi generasi mendatang. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.