Raka selalu berusaha membuat Dinda merasa aman dan dicintai. Ia tahu betapa berat beban yang ditanggung Dinda, dan setiap kali Dinda merasa terpuruk, Raka hadir untuk menghiburnya.
Suatu hari, saat mereka sedang duduk di sebuah kafe, Dinda melihat seorang perempuan cantik jelita mendekati Raka. Perempuan itu mengenakan gaun yang elegan dan senyumnya membuat banyak orang terpesona. Dinda merasa cemburu, meski ia tahu Raka mencintainya.
"Raka, siapa dia?" tanya Dinda dengan nada yang berusaha tenang.
"Oh, itu hanya teman kuliahku. Dia ingin tahu tugas yang kita kerjakan," jawab Raka dengan santai. Namun, Dinda tidak bisa menghilangkan rasa curiga yang mulai menggerogoti hatinya.
Semakin lama, Dinda melihat Raka semakin sering dihubungi oleh perempuan itu. Keduanya sering tertawa dan terlihat akrab. Dinda merasa terasing, seolah ada jarak yang terbentang antara mereka. Ia berusaha untuk tidak berpikir negatif, tetapi hatinya tidak bisa berbohong.
"Raka, apakah kamu masih mencintaiku?" Dinda bertanya suatu malam, saat mereka sedang berjalan pulang.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja aku mencintaimu," jawab Raka dengan bingung. Namun, Dinda tidak bisa menghilangkan rasa ragu yang menghantuinya.
Suatu sore, Dinda memutuskan untuk mengejutkan Raka dengan mengunjungi tempat mereka biasa bertemu. Namun, saat ia tiba, Dinda melihat Raka tertawa bersama perempuan cantik itu. Senyuman Raka membuat Dinda merasa hancur. Ia merasa diabaikan, seolah semua perhatian Raka kini tertuju pada orang lain.
Dinda menahan air mata dan berbalik pergi. Saat ia melangkah menjauh, hatinya terasa berat. Kebahagiaan yang dulu ada kini seperti bayangan yang memudar.
Dinda tahu ia harus berbicara dengan Raka. Ia tidak ingin membiarkan perasaannya terjebak dalam kegelapan. Saat mereka bertemu, Dinda mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.
"Raka, aku merasa kita semakin jauh. Apakah ada yang salah?" tanyanya dengan suara bergetar.
Raka terkejut. "Dinda, tidak ada yang salah. Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa menghindari orang-orang di sekitarku."
Dinda mengangguk, berusaha memahami. Namun, rasa cemburu dan ketidakpastian terus menghantuinya.
Setelah banyak berpikir, Dinda memutuskan untuk mempercayai Raka. Ia mengingat semua kenangan indah yang telah mereka lalui bersama. Dinda memahami bahwa cinta tidak hanya tentang memiliki, tetapi juga tentang memberi ruang.
Dinda berbicara dengan Raka, mengekspresikan perasaannya dan berusaha untuk tidak terlalu cemburu. Raka berjanji untuk lebih memperhatikan Dinda dan memberi tahu jika ada yang mengganggu.
Seiring waktu, Dinda dan Raka belajar untuk saling percaya. Raka berusaha lebih terbuka, dan Dinda berusaha mengatasi rasa cemburunya. Mereka menemukan kembali kebahagiaan yang sempat hilang, memperkuat ikatan yang telah dibangun.
Dinda menyadari bahwa meskipun bayang-bayang masa lalu selalu ada, mereka dapat menghadapinya bersama. Cinta mereka tidak sempurna, tetapi itu adalah cinta yang tulus dan penuh pengertian.
Dinda berdiri di tempat yang sama saat ia pertama kali bertemu Raka. Kini, ia tidak lagi merasa sendirian. Dengan Raka di sampingnya, dunia terasa lebih cerah. Cinta mereka telah melalui ujian, dan kini lebih kuat dari sebelumnya. Dinda tahu, apapun yang terjadi, mereka akan
Seiring berjalannya waktu, hubungan Dinda dan Raka semakin kuat. Musim semi tiba, dan bunga-bunga mulai bermekaran, seolah menggambarkan harapan baru dalam hidup mereka. Dinda merasa lebih bersemangat menghadapi hari-harinya, dan Raka semakin rajin menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.
Suatu hari, Raka mengajak Dinda untuk piknik di taman. Dinda merasa bahagia melihat senyum di wajah Raka, dan mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita dan tawa. Saat matahari mulai tenggelam, Raka menggenggam tangan Dinda dan berkata, "Aku ingin kita selalu seperti ini, Dinda."
Dinda tersenyum, merasakan cinta yang tulus dari Raka. "Aku juga, Raka. Terima kasih sudah selalu ada untukku."
Namun, meski Dinda berusaha mengatasi rasa cemburu, bayang-bayang masa lalu tetap menghantuinya. Suatu malam, saat Dinda sedang tidur, ia terbangun karena suara ponsel Raka bergetar. Dengan rasa ingin tahu, ia melihat layar ponsel Raka, dan melihat nama perempuan cantik itu muncul di notifikasi.
Dinda merasakan jantungnya berdebar. Ia berusaha menenangkan diri, tetapi rasa curiga kembali muncul. Apa yang sebenarnya terjadi antara Raka dan perempuan itu?
Keesokan harinya, Dinda memutuskan untuk berbicara dengan Raka. "Raka, aku melihat ada pesan dari teman kuliahmu semalam. Apa kalian masih sering berkomunikasi?" tanyanya dengan nada hati-hati.
Raka tampak terkejut. "Dinda, itu hanya pesan tentang tugas. Aku sudah bilang, aku tidak ada hubungan spesial dengan dia."
Dinda mengangguk, tetapi dalam hati, keraguan masih menghantuinya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa kita baik-baik saja. Aku tidak ingin kehilanganmu."
Raka mendekat dan menggenggam tangan Dinda. "Kamu tidak perlu khawatir. Aku mencintaimu, dan tidak ada yang bisa mengubah itu."
Meskipun Raka telah meyakinkan Dinda, rasa cemburu itu terus mengganggu pikirannya. Dinda mulai berpikir bahwa mungkin, jika ia menjauh dari Raka, semuanya akan lebih baik. Ia tidak ingin menjadi beban atau sumber masalah dalam hubungan mereka.
Setelah berdiskusi dengan sahabatnya, Lila, Dinda memutuskan untuk mengambil jarak. "Aku butuh waktu untuk berpikir," jelas Dinda kepada Raka. "Mungkin kita perlu sedikit ruang."
Raka terlihat bingung. "Dinda, kenapa? Apa yang terjadi?"
"Aku hanya merasa seperti kita kehilangan arah. Aku perlu merenung," jawab Dinda, berusaha tegar meski hatinya sakit.
Dinda mengambil waktu untuk dirinya sendiri. Ia mulai menjalani hobi yang telah lama ditinggalkannya, seperti melukis dan menulis. Dalam proses itu, ia menemukan kembali jati dirinya. Namun, di balik semua itu, perasaan rindu kepada Raka terus menghantuinya.
Setiap kali ia melukis, bayangan Raka selalu ada di pikiran. Dinda menyadari, betapa pentingnya sosok Raka dalam hidupnya. Ia tidak bisa terus menghindar.
Setelah beberapa minggu, Dinda merasa cukup siap untuk bertemu Raka. Ia ingin menjelaskan perasaannya dan berharap mereka bisa memperbaiki hubungan yang sempat goyah. Saat mereka bertemu di taman tempat pertama kali mereka piknik, Dinda merasakan keraguan dan harapan bercampur aduk.
"Raka, aku minta maaf. Aku terlalu terbawa perasaan dan menjauh darimu. Aku menyadari bahwa aku mencintaimu," ucap Dinda dengan suara bergetar.
Raka tersenyum, lega mendengar pengakuan Dinda. "Aku juga merindukanmu, Dinda. Aku tidak ingin kita terpisah."
Mereka berpelukan erat, merasakan kembali kehangatan cinta yang selama ini hilang. Dinda tahu, mereka telah melewati ujian yang sulit, dan kini saatnya untuk memulai halaman baru dalam cerita cinta mereka.
Dengan saling percaya dan komunikasi yang lebih baik, Dinda dan Raka belajar untuk saling mendukung. Mereka menghadapi segala masalah bersama, dan Dinda berusaha untuk tidak membiarkan rasa cemburu menguasai dirinya.
Suatu malam, saat mereka duduk di bawah bintang-bintang, Raka berbisik, "Dinda, aku berjanji akan selalu ada untukmu. Kita akan menghadapi semuanya bersama, apapun yang terjadi."
Dinda mendongak, melihat bintang-bintang yang bersinar. "Aku percaya pada kita, Raka. Kita bisa melalui semuanya."
Dinda dan Raka melanjutkan perjalanan cinta mereka dengan lebih kuat dari sebelumnya. Mereka belajar untuk saling memahami dan menghargai satu sama lain. Meski bayang-bayang masa lalu masih ada, cinta mereka bersinar terang, membawa harapan baru.
Dalam pelukan Raka, Dinda merasa lengkap. Ia tahu, cinta sejati tidak hanya tentang memiliki, tetapi juga tentang berbagi, mengerti, dan bertumbuh bersama. Kini, Dinda yakin, apapun yang terjadi, mereka akan selalu menghadapi dunia ini bersama-sama. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.