26 Agustus 2024

Luka Hatiku : Kisah Sedih Arfi yang Terzalimi oleh Evan

Sudah belasan tahun Evan dan Arfi mengarungi bahtera rumah tangga, namun sayangnya pernikahan mereka selalu diwarnai dengan konflik yang tak kunjung usai. Evan, sang suami, kerap kali mencaci dan memarahi Arfi bahkan untuk masalah yang terbilang sepele.

Suatu hari, Evan pulang dengan wajah masam. Arfi, yang sedari tadi menanti kepulangan suaminya, segera menyambutnya dengan penuh harap.

Arfi: "Selamat datang, Sayang. Bagaimana harimu di kantor?"

Evan: (Ketus) "Jangan bertanya basa-basi padaku! Kau pikir aku punya waktu untuk itu, hah?"

Arfi: (Menunduk) "M-maafkan aku, Evan. Aku hanya..."

Evan: (Memotong) "Hanya apa? Kau pikir kau bisa membuat hidupku lebih baik dengan pertanyaan bodohmu itu? Dasar istri tak berguna!"

Arfi: (Menahan tangis) "Maafkan aku, Evan... Aku... Aku hanya ingin..."

Evan: (Membentak) "Diam kau! Kau membuatku muak! Kenapa aku harus menikah dengan orang sepertimu, hah?"

Arfi: (Menangis) "Hiks... Hiks... Maafkan aku, Evan... Aku..."

Tanpa belas kasih, Evan terus memarahi Arfi, menyalahkannya atas segala hal yang terjadi. Arfi hanya bisa menangis dalam diam, hatinya sakit mendengar cacian dan hinaan yang dilontarkan suaminya.

Ketika malam tiba, Arfi sujud di hadapan Tuhan, air matanya tak berhenti mengalir. Dalam doanya, ia terus memohon agar Tuhan membantunya melalui semua ini.

Arfi: (Dalam hati) "Ya Tuhan... Kenapa hidupku harus seperti ini? Mengapa Evan selalu menyakitiku? Aku hanya ingin keluarga yang bahagia... Berikanlah aku kekuatan untuk bertahan..."

Setelah Evan memarahi dan mencaci Arfi dengan kasar, reaksi Evan ketika melihat istrinya menangis adalah sebagai berikut:

Usai Evan melepaskan amarahnya, Arfi langsung berlari ke kamar dengan air mata yang tak henti mengalir. Evan, yang awalnya merasa puas telah melampiaskan kekesalannya, perlahan menyadari bahwa istrinya itu kini menangis sendirian.

Evan: (Terdiam sejenak, menatap Arfi yang berlari pergi) "Huh, dasar cengeng!"

Namun, entah kenapa, melihat Arfi yang menangis, hati Evan mulai bergejolak. Rasa bersalah perlahan muncul dalam dirinya.

Evan: (Menghela napas) "Mungkin aku sedikit berlebihan tadi..."

Pria itu berjalan menuju kamar, tempat Arfi mengurung diri. Ia berdiri di depan pintu, ragu-ragu untuk membukanya.

Evan: (Mengetuk pintu) "Arfi... Kau di dalam?"

Tak ada sahutan, hanya suara isak tangis Arfi yang terdengar. Evan merasa semakin bersalah.

Evan: (Menghela napas) "Arfi... Aku... Maafkan aku. Aku tidak bermaksud...membuatmu menangis."

Arfi masih tetap terisak, tak menjawab panggilan suaminya. Evan menyandarkan dahinya di pintu, merasa menyesal telah membuat istrinya terluka.

Evan: (Berbisik) "Arfi... Maafkan aku. Aku janji, aku akan berubah. Aku tidak ingin melihatmu menangis lagi..."

Meski Arfi belum memaafkannya, Evan sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar. Ia berjanji dalam hati akan memperbaiki sikapnya dan membuat Arfi bahagia kembali. Namun, akankah Arfi mampu menerima permintaan maaf Evan?

Setelah Evan memarahi dan mencaci Arfi dengan kasar, reaksi Evan ketika melihat istrinya menangis adalah sebagai berikut:

Usai Evan melepaskan amarahnya, Arfi langsung berlari ke kamar dengan air mata yang tak henti mengalir. Evan, yang awalnya merasa puas telah melampiaskan kekesalannya, perlahan menyadari bahwa istrinya itu kini menangis sendirian.

Evan: (Terdiam sejenak, menatap Arfi yang berlari pergi) "Huh, dasar cengeng!"

Namun, entah kenapa, melihat Arfi yang menangis, hati Evan mulai bergejolak. Rasa bersalah perlahan muncul dalam dirinya.

Evan: (Menghela napas) "Mungkin aku sedikit berlebihan tadi..."

Pria itu berjalan menuju kamar, tempat Arfi mengurung diri. Ia berdiri di depan pintu, ragu-ragu untuk membukanya.

Evan: (Mengetuk pintu) "Arfi... Kau di dalam?"

Tak ada sahutan, hanya suara isak tangis Arfi yang terdengar. Evan merasa semakin bersalah.

Evan: (Menghela napas) "Arfi... Aku... Maafkan aku. Aku tidak bermaksud...membuatmu menangis."

Arfi masih tetap terisak, tak menjawab panggilan suaminya. Evan menyandarkan dahinya di pintu, merasa menyesal telah membuat istrinya terluka.

Evan: (Berbisik) "Arfi... Maafkan aku. Aku janji, aku akan berubah. Aku tidak ingin melihatmu menangis lagi..."

Arfi masih terisak di dalam kamar, hatinya tersayat oleh perkataan kasar Evan. Namun, saat mendengar suara suaminya meminta maaf, Arfi terkejut.

Arfi: (Dalam hati) "Evan... Meminta maaf?"

Arfi perlahan menghentikan tangisannya dan mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan Evan.

Evan: (Di balik pintu) "Arfi... Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Aku janji, aku akan berubah. Aku tidak ingin melihatmu terluka lagi..."

Mendengar itu, hati Arfi mulai luluh. Ia tahu, selama ini Evan memang sering memperlakukannya dengan kasar, tapi saat ini ia terdengar begitu tulus.

Arfi: (Dalam hati) "Mungkinkah Evan benar-benar menyesal?"

Perlahan, Arfi membuka pintu kamar dan menatap Evan yang berdiri di depannya dengan mata sembab.

Arfi: (Lirih) "Evan..."

Evan langsung menatap Arfi, ada penyesalan yang terpancar jelas di matanya.

Evan: (Meraih tangan Arfi) "Arfi, maafkan aku... Aku janji, aku akan berubah. Aku tidak ingin menyakitimu lagi."

Arfi terdiam, memandang Evan dengan tatapan tak percaya. Namun, perlahan, ia mulai merasakan harapan muncul dalam hatinya.

Arfi: (Pelan) "Aku... Aku memaafkanmu, Evan."

Evan langsung menarik Arfi ke dalam pelukannya, rasa lega membanjiri hatinya. Meskipun Arfi belum sepenuhnya percaya, setidaknya ia telah membuka pintu maaf bagi Evan.