29 Januari 2009

Mungkinkah Anakku Akan Tau ?

Siapa sangka kalau di tempat kerja ini adalah asal mula cinta kami bersemi, aku bekerja sebagai sekretaris seorang boss perusahaan papan atas. Setiap hari aku selalu bersamanya, mendampinginya dan memenuhi segala kebutuhannya dalam pekerjaan. Karena kebersamaan ini, kami saling menaruh hati. Witing trisno jalaran suko kulino,... itulah pribahasa dari tanah jawa yang artinya tidak lebih "cinta datang karena sering bertemu".
Meski ia telah berstatus telah menikah dan telah dikaruniai tiga putra, aku tak pernah menggubrisnya. Kubiarkan rasa yang begitu menggelora ini menggelayuti relung-relung hatiku untuk dirinya. Aku benar-benar kasmaran, Ia pun menyambut gayung dariku.
Kami sering menikmati jamuan makan hanya berdua kala istirahat ataupun sepulang kerja di hari akhir menjelang libur tiap pekan. Ia selalu mengejutkan aku dengan hadiah-hadiah yang cukup mahal dalam ukuran aku. Pekerjaan di kantor, aku selalu menyelesaikan berbagai tugas dengan baik sehingga bisa memuaskan bossku tentunya. Pujian-pujianpun sering dilontarkan untuk aku sebagi sekretarisnya.
Tiga tahun, kami telah bersama. Tanpa duga, Cinta kami kian bersinar, tumbuh bagai bunga-bunga yang ada di taman. Ia meminta lebih dariku. Ia meminta aku layaknya istri namun tanpa suatu ikatan. Karena cintaku yang teramat dalam, akhirnya tubuhku kuberikan untuknya meski ada setetes air mata saat pertama kulakukan itu. Ya...aku benar-benar tidak ingat akan dosa.
"Apakah aku harus terus seperti ini ?" sesuatu mengganjal hatiku. Karena statusku bukan istri yang syah. "Bagaimana bila ia sudah tidak akan suka padaku lagi ?" kekhawatiranku semakin menjadi-jadi."Apakah dia mau menikahiku, meski permintaanku hanya sebatas menikah siri"."Aku ingin anak, agar bisa mewarisi dari sebagian hartanya kelak"."Apakah mungkin bisa ? Ah, segala sesuatu pasti bisa kalau kita ada niat" semangatku.
Esoknya, dengan gayaku yang agak manja dan menggoda kuutarakan niatku itu. Entah mengapa, iapun menyetujuinya, namun dengan syarat, aku harus menikah dengan orang lain sebagai bentuk kepura-puraan. Agar teman-teman kantorku tidak menduga kami mempunyai affair. Semuanya untuk menutup kemungkinan adanya pemecatan salah satu dari kami.
Alangkah bahagianya aku, ternyata ia meng-iyakan kemauanku. Kucoba mencari di internet, laki-laki yang mau dibayar untuk pura-pura menikah denganku. Pestapun dilangsungkan di sebuah rumah makan besar yang memiliki ruangan besar untuk resepsi pernikahan.
Usai menikah, aku pindah rumah dari ibu, aku menempati rumah baru yang telah dibelikan oleh bossku. Rumah yang cukup mahal dan aku menyenanginya. kami benar-benar telah menikah siri. Aku hanya bisa bersamanya kala istirahat dan setiap akhir pekan aja, itupun hanya beberapa jam, karena ia harus pulang menemui istri dan anak-anaknya. Setiap malam, aku hanya berteman dengan dua buah bantal dan sebuah guling. Kadang rasa kangen menyelimuti aku. televisilah yang mampu melupakan gairahku ini.
Empat bulan sudah, aku menjalani kasih ini. Aku dinyatakan hamil. Sembilan bulan kemudian, aku melahirkan seorang perempuan cantik, kuberi nama Agil. Kini iapun tumbuh besar sebagai seorang putri yang luar biasa cantik. di usianya yang kini tiga tahun, ia sering bertanya "Papa koq ga' pernah tidur di sini ?" tanyanya karena melihat papanya Kaisha, anak tetangga sebelahku yang selalu datang setiap sore."Papa cari uang, Agil harus ngertiin papa ya" pintaku.
Ya...Papanya memang tidak pernah bisa menemani kami di kala malam. Waktu bersamanya hanya sedikit sekali untuk anakku. Terkadang malah sampai berhari-hari tidak bertemu. Tapi ini adalah sebuah keputusan. Keputusan hidup yang harus aku jalani.
Sampai kapan aku harus berbohong kepada anakku ? Mungkinkah anakku akan tau ? Apakah harus kupendam rahasia ini selama-lamanya ?