29 Januari 2009

Aku Dikalahkan oleh Sebuah Play Station

Malam kian panjang, hatipun semakin menderu. Bulir-bulir air mata tak pernah luput menemani malam-malam kelabuku.Teramat pilu bila harus kuingat deretan panjang kelakuan suamiku.

Kami dijodohkan oleh orang tua kami masing-masing. karena orang tua kami telah lama mengenal dekat, sehingga mereka menginginkan aku dinikahkan dengan anaknya. Aku tertunduk malu begitu ditanya oleh ayah, artinya, aku setuju. Akhirnya pesta pernikahanpun dirayakan. Cukup megah acaranya, dan bayak pula hantaran yang diberikan untukku.

Usai perayaan pernikahan, kamipun melakukan ritual seperti layaknya suami istri lainnya. Kami sama-sama malu, maklum cinta sepertinya tumbuh baru setelah menikah. pacaran setelah menikah, bukan pacaran sebelum menikah seperti ABG-ABG jaman sekarang.

Mungkin karena kami sama-sama menikmati indahnya pacaran setelah menikah, sebulan setelah menikah, aku positif hamil. ada benih suamiku dalam rahimku. suamiku semakin sayang padaku. saat itu, aku bagai seorang ratu di rumah ini oleh suamiku. Bayi kamipun lahir."Seorang perempuan cantik yang seperti mamanya" kata suamiku bangga.akupun hanya mampu tersenyum karena telah kelelahan pasca melahirkan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, semakin lama suamiku mulai berubah kepadaku. Dia sudah sering mengacuhkan aku. Dia lebih mencintai mainan PSnya ketimbang aku.
Terkadang ia main di rumah temannya, sering pula dia mengajak teman-temannya ke rumahku. Semua dia lakukan hanya karena Mainan PS. Karena Play Station itu, dia sampai lupa akan segalanya, lupa pada anaknya, lupa akan aku dengan tidak pernah membantu pekerjaan rumahku. Ingin kuhancurkan saja PS itu, tapi nanti malah berbuntut panjang.

Aku benar-benar terganggu, aku butuh ketenangan. Mungkin kalau sesekali aku maklumi, tapi ini setiap hari. Sungguh, aku hanya bisa meratapi nasibku ini.
Sampai suatu ketika anakku sakit parah, anakku dirawat. Duhai suamiku kenapa engkau tega tidak menengok buah hatimu ? lihatlah dia tergolek sambil mengigau di kala tidurnya. tanpa sadar air mata ini jatuh satu persatu. Entah sedang apa dia di rumah.

"Suamimu mana ? kenapa belum datang kemari ?" tanya ibuku meintrogasiku.Aku hanya bisa menangis, tanpa menjawab apa-apa."ceritakan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi ?"Lagi-lagi aku hanya bisa memeluk ibu sambil menangis.Karena orang tuaku tau, kalau suamiku belum ke sini, orang tuaku memberi kabar kepada suamiku. akhirnya suamiku datang ke rumah sakit.

Suamiku menangis, tampak pipinya basah dipenuhi oleh air matanya. Baru kali ini aku melihatnya. "Maafkan ayah, Nak" sambil mengelus-ngelus kepala anakku, akupun dipeluknya erat-erat. Aku hanya mampu terdiam tanpa kata.
Dalam pelukannya, kuberdoa "semoga suamiku bisa berubah, mau menyayangi kami sebagai keluarganya". Amin.