22 April 2009

Cinta, Kapan Kau Datang Menemaniku ?

Kenapa kuterima cintanya untukku ? Tidakkah aku melihat sikapnya kepadaku sejak sebelum menikah ?

Namanya Arif, dia menyatakan cinta kepadaku begitu dia tau aku bukan milik siapa-siapa. Padahal saat itu kami baru saling mengenal dalam jangka tiga hari. karena didera rasa kecewa berkepanjangan oleh beberapa kisah cintaku sebelumnya, aku begitu polosnya mau menerimanya.


Pun dalam hatiku sama sekali tak percaya kalau ia benar-benar mencintaiku. Secara de facto aku benar jadi kekasihnya, namun hatiku belum mau menerimanya. Ia nampak berusaha meyakinkan aku bahwa ia tulus mencintai aku. Aku luluh juga, aku menyukainya, karena ia dekat dengan agama. namun sayangnya, dimanapun kami berada, kami tak seperti dua insan yang saling mencintai. "Aku ga' mau orang lain menilai negatif kepada kita, kita manusia, jadi harus punya malu" begitu dalih yang diucapkan. Padahal aku ingin sekali berjalan beriringan, atau dia menggandeng aku, kupikir itu bukti ia ingin melindungiku.

Namun semua tak pernah ia lakukan untukku. Bahkan, ketika hendak ingin naik kendaraan umum, ia selalu lebih dulu. Mungkin karena dia mendalami agama, akupun memakluminya. "Mungkin kalau kami telah menikah, dia tak akan canggung lagi kepadaku" harapku dalam hati.

Setelah kami menikah, ternyata, dia masih seperti itu. Apakah aku salah meminta haknya sebagai istri ? Bukankah permintaanku wajar ? Aku meminta hakku sebatas kemampuan suamiku. Kadang batinku menangis, saat melihat para ibu hamil yang ditemani suaminya sambil tersenyum riang berdua. Sementara aku duduk sendiri ditemani sebuah tas yang hanya bisa kupandangi sudut-sudutnya sambil menunggu antrian panggilan dari dokter untuk memeriksaku, sedang suamiku menungguku di sisi yang lain, berjauhan seolah tak pernah mengenal, terkadang malah ia keluar ruangan untuk mencari angin segar.

Pernah suatu kali aku sendirian ke dokter kandungan."Bu, sendirian ? Suaminya kemana ?" tanya salah satu pasien yang sama-sama sedang menunggu."Sedang kerja, kasihan kalau harus mengantar saya, takut cutinya habis" mengharap suamiku baik di mata orang.Kakak juga tau, karena kebetulan telpon aku saat itu."kalo Mas pasti selalu antar Mba' Nani ( istrinya ) ke dokter. Mas ga' bakalan tega ninggalin mba'mu itu, apalagi kondisinya sedang berbadan dua".hingga lima bulan kehamilanku, aku mengalami flek, aku harus selalu sering control. Ah, betapa ikhlasnya aku, mau sendirian berangkat ke dokter, padahal kondisiku cukup berbahaya, bagaimana bila di jalan ternyata aku mengalami pendarahan ? Nyatanya Allah memberikan banyak pertolongan padaku. Alhamdulillah, Aku baik-baik aja.

Setelah aku melahirkan anak pertamanya, tak ada tanda-tanda perubahan. Kami selalu dibelakangnya saat berjalan atau ingin naik kendaraan umum. Suatu ketika, aku benar-benar iri melihat seorang suami membawakan tas bayi sambil menggandeng istrinya yang sedang membawa bayinya menyeberang jalan.
Suara alunan sang pengamen nan sahdu melupakan aku untuk sementara waktu saat aku berada di atas bus kota. Saat pengamen telah usai, awan mendungpun kembali menyelimutiku. Ada goresan-goresan luka yang tak kan pernah bisa terhapus oleh air mata sekalipun.

Lagi-lagi aku terpaku di sudut ruang hatiku, menunggu waktu hingga sang cinta datang menemani aku dengan penuh kasih yang tulus. Berharap bersama penuh suka dan tawa. Suara tangis anakku membangunkan aku dari lamunan panjang tiada bertepi.