26 Agustus 2024

Kesepian di Rumah : Cerita Anak Dokter Spesialis yang Terabaikan


Dengan mata berkaca-kaca, Nadia menatap langit gelap melalui jendela kamarnya. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, seolah menggambarkan kesepian yang dirasakannya.

"Kapan Ibu dan Ayah akan pulang?" bisiknya lirih. Sudah hampir tengah malam, tapi kedua orang tuanya belum juga tiba di rumah.

Nadia menghela napas berat. Ia tahu betul kesibukan kedua orang tuanya sebagai dokter spesialis di rumah sakit. Setiap hari, mereka harus berjuang menyelamatkan nyawa pasien-pasien yang membutuhkan pertolongan medis.

Tapi, Nadia hanya ingin bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama mereka. Hanya hari Minggu saja ia bisa berkumpul dengan Ibu dan Ayah, selebihnya mereka hampir tidak pernah ada di rumah.

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Nadia segera berlari ke ruang tengah, berharap bisa menyambut kepulangan orang tuanya.

"Ibu! Ayah!" seru Nadia dengan riang, menghambur ke pelukan mereka.

Namun, raut wajah Ibu dan Ayah terlihat lelah. Nadia dapat melihat ada lingkar hitam di sekitar mata mereka.

"Hai, sayang. Maafkan Ibu dan Ayah, kami baru bisa pulang sekarang," ujar Ibu sembari membelai lembut rambut Nadia.

"Tidak apa-apa, Bu. Aku senang Ibu dan Ayah sudah pulang," balas Nadia, berusaha tersenyum.

Tapi Nadia tak bisa menyembunyikan kekecewaan di wajahnya. Ia ingin sekali menghabiskan waktu lebih banyak dengan kedua orang tuanya. Namun, seolah tertelan oleh kesibukan pekerjaan mereka.

Dengan mata berkaca-kaca, Nadia menatap langit gelap melalui jendela kamarnya. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, seolah menggambarkan kesepian yang dirasakannya.

"Kapan Ibu dan Ayah akan pulang?" bisiknya lirih. Sudah hampir tengah malam, tapi kedua orang tuanya belum juga tiba di rumah.

Nadia menghela napas berat. Ia tahu betul kesibukan kedua orang tuanya sebagai dokter spesialis di rumah sakit. Setiap hari, mereka harus berjuang menyelamatkan nyawa pasien-pasien yang membutuhkan pertolongan medis.

Tapi, Nadia hanya ingin bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama mereka. Hanya hari Minggu saja ia bisa berkumpul dengan Ibu dan Ayah, selebihnya mereka hampir tidak pernah ada di rumah.

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Nadia segera berlari ke ruang tengah, berharap bisa menyambut kepulangan orang tuanya.

"Ibu! Ayah!" seru Nadia dengan riang, menghambur ke pelukan mereka.

Namun, raut wajah Ibu dan Ayah terlihat lelah. Nadia dapat melihat ada lingkar hitam di sekitar mata mereka.

"Hai, sayang. Maafkan Ibu dan Ayah, kami baru bisa pulang sekarang," ujar Ibu sembari membelai lembut rambut Nadia.

"Tidak apa-apa, Bu. Aku senang Ibu dan Ayah sudah pulang," balas Nadia, berusaha tersenyum.

Tapi Nadia tak bisa menyembunyikan kekecewaan di wajahnya. Ia ingin sekali menghabiskan waktu lebih banyak dengan kedua orang tuanya. Namun, seolah tertelan oleh kesibukan pekerjaan mereka.

"Maafkan Ayah, sayang. Kau pasti merasa kesepian," ujar Ayah dengan nada menyesal.

Nadia mengangguk pelan. Matanya mulai berkaca-kaca, menahan tangis.

"Aku... aku hanya ingin Ibu dan Ayah ada di rumah lebih sering. Aku merindukan kalian," isak Nadia.

Ibu dan Ayah saling berpandangan, hati mereka terasa teriris melihat putri semata wayang mereka begitu sedih.

"Kami janji, mulai sekarang kami akan berusaha pulang lebih awal. Kami tidak ingin kau merasa sendirian lagi, Nadia," ucap Ibu seraya memeluk erat Nadia.

Nadia membalas pelukan Ibu, air matanya perlahan mengalir. Ia berharap, suatu hari nanti, keluarganya bisa berkumpul utuh, tanpa harus terpisah oleh kesibukan pekerjaan.

Pada hari Minggu, saat Ibu dan Ayah Nadia akhirnya bisa pulang lebih awal, Nadia merasa sangat bahagia. Ia tak sabar untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Pagi itu, setelah sarapan bersama, Nadia mengajak Ibu dan Ayah untuk pergi ke taman. Ia ingin menikmati suasana alam terbuka yang sejuk dan segar.

"Ayo, Ibu, Ayah, kita berjalan-jalan di taman! Sudah lama kita tidak ke sana," ajak Nadia dengan riang.

Ibu dan Ayah tersenyum melihat antusiasme Nadia. Mereka pun segera bersiap dan berangkat bersama-sama.

Sesampainya di taman, Nadia langsung berlari-lari kecil, menikmati hembusan angin yang menyejukkan. Ibu dan Ayah mengamatinya dengan senyum bahagia.

"Lihat, Ibu, Ayah! Bunga-bunganya indah sekali!" seru Nadia seraya menunjuk beragam jenis bunga yang sedang mekar.

"Iya, sayang. Kau benar, bunga-bunga di sini sangat cantik," ujar Ibu sembari mengusap lembut rambut Nadia.

Setelah puas menjelajahi taman, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. Nadia duduk di pangkuan Ayah, sementara Ibu duduk di samping mereka.

"Ayah, Ibu, aku sangat rindu kalian," ucap Nadia pelan.

Ibu dan Ayah saling berpandangan, lalu memeluk erat Nadia.

"Kami juga sangat merindukan mu, sayang. Maafkan Ayah dan Ibu yang terlalu sibuk dengan pekerjaan," kata Ayah dengan nada menyesal.

"Mulai sekarang, kami akan berusaha mengatur waktu agar bisa lebih banyak bersamamu. Kau adalah prioritas utama kami," tambah Ibu sambil mengecup lembut kening Nadia.

Nadia tersenyum bahagia. Ia akhirnya bisa merasakan kehangatan keluarga yang selama ini ia rindukan. Hari Minggu ini menjadi waktu yang sangat berharga baginya.