Pages

Kepergiannya

Sungguh, aku begitu terkejut ketika aku mendapat kabar bahwa budeku meninggal.
Akupun berkemas untuk menghadirinya bersama kakakku. karena jika aku berangkat sendiri, aku ga' akan bisa.


Aku selalu bersama kerabatku jika mengunjungi budeku itu. Ya... rumah budeku di Demak.

"Sa, Mas ga' bisa bareng kamu. Mas udah di bis Nusantara. Kalo bareng kamu, takut kami ga' bisa melihat untuk saat terakhir" kata kakakku dalam teleponnya.

Seketika itu aku langsung lemah lunglai. Pupus sudah harapanku untuk dapat menghadiri pemakaman budeku. kakakku yang tinggal di Jakarta tidak bisa menunggu aku yang tinggal di karawang. Aku harus berbesar hati, merekapun juga ingin melihat saat-saat terakhir budeku.

Dalam bulir-bulir air mataku, tergelar indah masa lalu saat budeku masih ada. Kata Ayahku, bude-lah yang menyarankan ibuku untuk tidak menggugurkan bayinya saat mengandung aku. Dokter saat itu mengatakan terlalu riskan bagi ibuku untuk hamil di usia di atas 40 tahun. Katanya bude bilang " Siapa tau bayinya perempuan". mengingat ketika kakakku semua laki-laki. Pun akhirnya, lahirlah aku sebagai anak perempuan yang ditunggu-tunggu itu.

Pernah suatu kali saat liburan sekolah, aku pulang kampung sendirian. Berbekal pesan Bapakku yang aku tulis dalam sebuah kertas, aku mengunjungi budeku sendiri. Di sana aku menginap selama hampir 2 minggu. Begitu lahapnya aku makan dengan kering tempe manis buatan budeku itu, sampai-sampai aku nambah 3 kali.

Budeku sering mengunjungi kami. Saat aku menikah dan saat melahirkan bayi pertamaku. Budeku selalu berkunjung ke rumahku. Betapa bangganya ia saat melihat bayi pertamaku, laki-laki yang memiliki kulit putih bersih, hingga di kampungnya, budeku bangga dan menceritakan bahwa bayiku persis orang bule, karena suamiku orang sunda yang kulitnya kebetulan putih bersih.

Bude pernah berpesan, "Jagalah suamimu, berbahagialah kamu mendapatkan suami yang mengerti agama."

Kepergiannya begitu cepat, siapa sangka orang yang sesehat dia tiba-tiba pergi untuk selamanya.

Begitu teganya aku, jarang sekali mengunjunginya. Setelah menikah, aku jadi tidak bisa kemana-mana, apalagi berpergian jarak jauh. Hingga kabar tentang kepergiannya begitu mengejutkan aku. Dan yang lebih membuat aku terbebani rasa berdosa adalah aku tidak bisa mengunjunginya di saat-saat terakhirnya.

Dalam do'a-do'aku kupanjatkan "semoga budeku mendapat tempat yang sebaik-baiknya."